Bab 025: Restu Dari Sang Kakak?

4 1 0
                                    

Mentari mulai menyeruak di ufuk timur disertai langit yang perlahan menjadi terang, menandakan hari yang baru telah dimulai. Cahaya matahari yang menerpa wajah membangunkan Dimas dari tidurnya. Dengan sedikit lemas ia duduk lalu menyeka kedua mata lalu meregangkan tubuhnya sembari menguap lebar, seolah rasa kantuknya masih belum terpuaskan. Karena masih malas dia malah menatap pemandangan kota Baviles dari jendela penginapan. Tampak beberapa penduduk mulai memadati kota, menandakan mereka siap untuk beraktifitas.

Ketika sedang asyik melamun, Dimas dikejutkan dengan suara ketukan pintu disertai suara Elina yang memanggil dirinya. "Dimas, apa kamu sudah bangun? Kakak Edward bilang semua perlengkapanmu sudah siap."

Dimas hanya menghela napas panjang dan menggaruk kepalanya. Sungguh, dia sangat ingin bermalas-malasan seharian penuh setelah kelelahan menghadapi Ksatria Kegelapan, yang tak lain adalah Diky, sahabat masa kecilnya. Seakan masih tidak terima dengan kenyataan yang ada, Dimas hanya menunduk lemah dan diam tanpa kata.

Karena tidak kunjung mendapat jawaban Elina kembali mengetuk pintu, namun dengan sedikit lebih keras. "Dimas, apa kamu masih tidur? Bangunlah."

Dengan sedikit enggan Dimas beranjak dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Setelah dibuka lelaki itu tertawa canggung sembari menggaruk kepalanya. "Yah. Ma-maaf kalau aku bangun terlalu lama."

"Uhh, kamu ini benar-benar membuatku lama menunggu," gerutu Elina lalu menggembungkan pipinya karena kesal.

"Ehehe. Maaf, maaf," kata Dimas sembari terus menggaruk kepalanya.

Elina hanya bisa menggeleng pelan. Setelah hatinya sedikit tenang dia berkata, "Cepat basuh wajahmu dan makan pagi. Kakak sudah menunggumu, Dimas."

Dimas hanya mengangguk pelan lalu tersenyum kecil seolah ingin menghibur gadis yang mendatanginya itu. "Baiklah. Aku akan ke sana secepatnya."

"Baguslah. Kalau begitu aku mau ke pasar dulu. Tapi, jangan sampai terlalu lama, ya," ucap Elina lalu tersenyum, meski untuk menyembunyikan rasa kesal di hatinya.

Dimas sedikit ketakutan saat melihat reaksi barusan dan hanya bisa mengangguk pelan. Kemudian Elina pamit dan berjalan pergi. Seolah tidak mau menyia-nyiakan waktu, Dimas membasuh wajahnya dengan seember air di salah satu sudut ruangan. Beberapa saat kemudian lelaki itu mengunci kamar dan mengembalikan kunci pada Margaret di meja resepsionis lantai pertama. Lelaki itu memutuskan untuk mengambil beberapa potong roti dan jus anggur sebagai menu makan paginya, agar tidak memakan waktu lama.

Setelah rasa laparnya terpuaskan, Dimas meninggalkan penginapan dan bergegas menuju Howell's Smithy. Dalam perjalanan ia melihat seorang anak tertawa lepas ditemani oleh Ayah dan Ibunya. Suasana ceria barusan membuat Dimas sedih karena mengingat kedua orang tuanya yang sudah lama tiada. Tidak ingin berlama-lama, lelaki tersebut kembali melangkahkan kaki menuju tempat tujuannya.

Setibanya di Howell's Smithy, Dimas langsung masuk dan disambut oleh Edward yang duduk santai di meja kasir. Namun, ia hanya memberi tatapan dengan kedua mata yang memicing, seakan menyiratkan rasa kekesalan di wajahnya. Dia menyilangkan lengan ke dada lalu berujar, "Lama sekali kau, Dimas. Aku masih banyak pekerjaan, kau tahu."

Dimas hanya tersenyum canggung seraya menggaruk kepalanya. "Ma-maaf. Aku benar-benar lupa," kilahnya.

Edward mengambil zirah dari bawah meja dan menaruhnya. Tidak lupa ia juga mengambil pelindung bahu berserta lengan bagian bawah, sepatu bot baja dan juga kaus hitam ketat berlengan pendek, namun dengan kerah panjang. "Lihat, semuanya sudah siap. Apa kau mau aku bantu untuk memasangnya?"

Dimas hanya mengangguk pelan dan mengganti kaus yang ia kenakan. Kemudian Edward memasang plastron dan menjaga agar memasangnya tidak terlalu ketat. Setelah itu dia memasang pelindung bahu, lengan, ikat pinggang dan juga sepatu bot dari baja.

Utusan Kristal SuciWhere stories live. Discover now