Bab 010: Hadiah

33 7 5
                                    

Author's Note:

Maaf baru bisa update. Soalnya minggu-minggu belakangan ini Author sibuk banget sama kerjaan. Maklum aja masih jadi kuli. 😂✌

Langsung aja baca update-an terbarunya. Check this out! 😆

------

Dimas berjalan meninggalkan kapel dengan wajah yang tampak serius. Setelah mengetahui sejarah kelam Eoggavar, pemuda itu merasa diberi tanggung jawab yang amat sangat besar. Ia beranggapan Farus adalah ancaman yang sangat berbahaya bagi kelangsungan dunia ini.

"Dimas, kamu kenapa melamun begitu? Apa ada masalah?"

Seketika lamunan Dimas buyar setelah mendengar suara perempuan yang datang menghampirinya. Rupanya lelaki itu tidak sengaja bertemu dengan Elina, yang baru saja pulang berbelanja.

"Oh, hai, Elina. Aku hanya kepikiran sesuatu."

Elina mengangkat alis sebelah kanan, seolah rasa penasaran mengisi pikirannya. "Apa kamu mau cerita padaku?"

Dimas hanya menggeleng pelan. Ia tidak ingin gadis bersurai pirang tersebut mengetahui apa yang dikhawatirkan olehnya. Pemuda itu langsung mengalihkan pandangan ke kantong kertas berukuran besar dalam dekapan tangan Elina, yang tampak terisi penuh dengan bahan makanan.

"Kenapa kamu diam saja, Dimas?" tanya Elina penasaran.

"Sepertinya belanjaan kamu banyak sekali. Boleh aku bawakan?" tanya pemuda berambut hitam itu mengubah topik pembicaraan.

Elina hanya menggeleng dan tersenyum. "Tidak usah. Aku tidak mau merepotkan kamu."

"Tenang saja, aku tidak merasa kerepotan sama sekali," ucap Dimas.

"Jika kamu tidak keberatan, boleh saja," jawab Elina lalu tersenyum.

Dimas langsung mengambil kantong kertas. Kemudian dua insan tersebut berjalan dengan beriringan di tengah kerumunan warga.

Tak lama kemudian mereka tiba di depan Howell's Smithy. Elina mengambil belanjaan dari pria yang bersama dengannya lalu tersenyum. " Terima kasih, Dimas. Padahal kamu tidak perlu repot-repot."

Pria tersebut hanya menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Aku sudah bilang kalau aku tidak merasa kerepotan."

Dengan wajah yang tersipu malu Elina berucap, "Umm, apa kamu mau ikut makan siang di sini? Kebetulan aku ingin menyiapkan makanan dengan ibu."

"Eh, umm, ti-tidak usah. Kamu tidak perlu repot-repot," jawab Dimas canggung.

"Sudahlah, anggap saja aku ingin berterimakasih padamu." Elina seketika menarik tangan Dimas dan masuk ke dalam rumahnya.

Suara gemerincing bel terdengar saat pintu terbuka. Tepat di balik meja kasir seorang pemuda berusia di atas 25 tahun duduk di kursi sambil menatap dua orang yang memasuki toko. Ia memiliki ciri-ciri rambut pendek lurus belah kanan berwarna pirang, tinggi badan sekitar 183 cm dengan otot yang mengisi kedua lengannya, dan mengenakan kemeja tanpa lengan.

"Oh, jadi kau sudah pulang, Elina. Cepat siapkan makanan, aku sudah lapar sekali," ketus pemuda itu.

Elina menoleh ke arah lelaki yang berada di balik meja kasir, yang tidak lain adalah kakak kandungnya sendiri. Dengan wajah cemberut gadis itu berkata, "Sabarlah, Kak Edward. Aku baru saja datang."

Edward mengangkat alisnya yang sebelah kanan, seakan penuh dengan kecurigaan. "Siapa lelaki yang bersama denganmu, Elina? Nampaknya kalian mesra sekali."

Elina buru-buru melepaskan tangan Dimas. Wajah gadis tersebut seketika merah padam sepenuhnya karena malu. "Eh, ti-tidak seperti itu. A-aku hanya ingin mengajak Dimas untuk makan siang bersama kita saja!"

Utusan Kristal SuciUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum