25. Tidak Layak Sebagai Ibu

28 6 0
                                    

Alya hari ini pulang lebih dulu dengan dijemput oleh sopir keluarga Asta. Selama tinggal dengan Asta Alya mendapat tempat berlindung yang nyaman serta aman.

Tidak ada pembeda-bedaan dalam keluarga Asta. Bahkan Alya yang masih malu dan banyak berpikir dirangkul dengan sangat baik oleh mereka.

Terutama Mama Asta, ia mengaku sangat senang karena anaknya membawa perempuan lebih awal dari perkiraaan. Beliau tidak merasa kesepian lagi menjadi satu-satunya perempuan sejak kecil. Sebab sejak lahir ibu Asta bercerita kalau dirinya hanya tinggal dengan ayah dan kakak laki-laki-lakinya. Sementara ibunya telah pergi saat mama Asta lahir.

Setelah menikah mama Asta kembali mendapat cobaan. Beliau hanya bisa melahirkan satu anak laki-laki, dan setelahnya rahim mama Asta harus diangkat karena kista.

Banyak cerita yang dibagikan keluarga itu, membuat Alya merasa seperti bagian dari keluarga Asta. Alya tidak pernah menyangka kalau hidupnya menemukan titik bahagia seperti sekarang ini.

Saat Alya telah melewati pintu gerbang sekolah, seseorang tiba-tiba menarik tangannya hingga Alya kaget dan menepis tangan itu.

Namun, balasan yang didapat malah tamparan. Kejadian itu disaksikan oleh beberapa siswa, hingga Alya tidak bisa lagi menahan rasa malunya.

"Benar-benar anak tidak tahu untung! Sudah senang sekarang menyusahkam keluarga orang lain dan menjelekkan nama keluarga sendiri?

"I ... ibu," panggil Alya sedikit gemetar. Semua keluarganya datang membawa tamparan, dan itu membuat Alya sangat terpukul sekarang.

Ibunya yang tampak marah kembali mencengkram tangan Alya, menyeretnya menuju mobil yang parkir tidak terlalu jauh.

"Cukup kamu membuat keluarga kami seperti orang kekurangan uang untuk memgurus anak banyak makan seperti kamu. Sekarang ayo pulang!" bentak ibunya yang menyayat hati Alya semakin dalam.

"Alya sudah diusir oleh ayah, Ibu," lawan Alya, yang berusaha memberontak dari tangan ibunya.

Biarkan sekarang Alya tinggal dengan keluarga Asta, walaupun menyusahkan mereka tidak keberatan. Alya juga diperlakukan layaknya seorang anak di sana.

Akan tetapi mendengar pernyataan Alya, ibunya semakin murka. Kelani sempat berhenti sebentar untuk menampar Alya lagi, tapi seseorang lebih dulu menarik Alya ke dalam pelukannya.

Alya sempat terkejut dan sedikit mendongak untuk melihat siapa itu. Dan ternyata adalah mama Asta. Dengan lembut ia membelai rambut Alya sebelum menatap Kelani penuh benci.

"Siapa kamu yang berhak memaksa Alya seperti itu?" Ibu Asta dengan marah bertanya.

"Seharusnya saya yang bertanya siapa  Anda?!" Kelani berdecih keras dengan tangan dilipat di depan dada. "Lagi pula saya ibu dari Alya, apa yang saya lakukan boleh saja."

Amaran dalam ibu Asta semakin membuncah. Beliau melepaskan Alya dari  pelukannya, dan maju lebih dekat dengan Kelani.

"Seharusnya anda malu menyebut diri sendiri sebagai seorang ibu," sinis ibu Asta.

"Kenapa? Saya punya surat adopsi Alya sebagai anak saya," jawab Kelani tidak mau kalah.

Mereka berdua saling menatap sengit sebelum ibu Asta menghela napas lelah. Beliau sempat memejamkan matanya sebentar, lalu bicara lagi dengan nada tenang. "Tidak ada seorang ibu yang menyakiti putrinya sendiri."

"Apa maksudmu? Kapan saya menyakiti Alya?" tanya-nya balik seperti tidak tahu apa-apa.

Kelani terlalu enteng dalam berbicara, sementara ibu Astsa berusaha tidak terpancing emosi agar tidak menjadi tontonan para siswa.

Setelah pengedalian emosi yang kesekian kalinya, ibu Asta bicara lagi. "Tidak ada seorang ibu yang menyiksa anaknya seperti kisah bawang putih, apalagi dengan kejam menyuruh anaknya minum pil diet hingga keracunan." Ibu Asta menekan setiap kalimatnya agar tidak terbawa suasana hingga nada tingginya keluar.

"Dan yang terakhir, tidak ada orang tua yang mengusir anaknya disaat sedang sakit. Di saat Alya butuh perlindungan kalian malah memberikannya begitu saja kepada pemangsa."

"Maksudnya?" Kelani agak binggung pada poin terakhir. Bagaimana Alya dikatakam dalam bahaya.

Namun, ibu Asta tidak acuh, beliau berbalik meraih tangan Alya untuk dibawa pergi. Jelas dengan cara yang berbeda, menggegam lembut seolah takut kalau putrinya terluka.

"Yang jelas Alya adalah putri saya sekarang, selama Alya tidak mau pulang, maka rumahnya adalah di rumah Asta."

In Love (END)Where stories live. Discover now