24. Mulai Terasa

30 3 0
                                    

"Kenapa akhir-akhir ini rumah selalu berantakan, si? Terus ini makanan di meja, beli lagi, kan?" komentar Brama kepada istrinya.

Semuanya berubah setelah Alya pergi dari rumah, atau lebih tepatnya Brama memberi pelajaran kepada Alya.

Selama itu juga Alya yang telah ke luar dari rumah sakit sama sekali tidak pernah meminta maaf agar bisa kembali ke rumah. Alya seolah benar-benar mematuhi ucapan Brama dan tidak mau lau berurusan dengan mereka.

"Kamu sudah tahu jawabannya," jawab Kelani yang sangat lelah. Dulu sewaktu Alya ada, rumahnya selalu rapi, baju-baju bersih dicuci. Sampai belanja bulanan Alya melakukannya sendiri. Tapi sekarang Kelani harus mengerjarkan itu sehabis pulang kerja.

Kulitnya juga kusam karena kurangnya waktu untuk perawatan gara-gara mengurus rumah.

"Lagian saah siapa pake acara ngusir Alya," salahkan Kelani kepada suaminya.

Brama yang sangat lelah dengan pekerjaan ditambah pemandangan tidak enak rumah yang berantakan hanya bisa duduk dan memandang tidak nafsu makanan di meja.

Sambil sedikit kesal Brama menjawab istrinya. "Ayah hanya ingin Alya merenungkan kesalahannya. Lagi pula kita mengadopsi Alya dengan banyak pengorbanan, tapi anak itu malah tidak tahu untung." Brama kembali menyahkan Alya.

"Siapa suruh pura-pura depresi dan mengikuti tren bunuh diri. Ayah sebagai pembawa berita bisa-bisa kena kritik masyarakat."

Kelani yang mendengar alasan suaminya hanya bisa mengangguk setuju. Alasannya memang pantas dibenarkan.

Sementara anak-anaknya yang mendengar tidak berbicara apapun. Mungkin sebab mereka juga tidak terlalu meliki ikatan sebagai saudara tiri.

"Tapi kamu jemput Alya besok, ayah tidak mau dia menumpang di rumah orang lain seperti kita tidak mampu membesarkan anak. Buat malu saja dia." Brama yang sudah tahu bagaimana keadaan serta tempat anaknya tinggal langsung memerintahkan sang istri.

Sepertinya Alya tidak bisa dididik dengan cara seperti ini. Besok setelah Alya pulang, Brama tidak akan pernah mau mengajari dengan lembut lagi.

***
Asta dan Alya langsung pergi ke ruang kepala sekolah, mereka tadi mendengar arahab untuk siswa yang mengikuti lomba pangeran dan putri sekolah dimohon untuk berkumpul di ruang kepala sekolah. Pengumuman juga menambahkan nama Alya di sana.

Dua pasangan kekasih yang baru saja menjalin asmara itu jalan bergandengan tangah. Sampai pada saat Alya mengetuk pintu dan masuk, ia melihat kaka kelas sudah menunggu di sana.

Asta dengan perhatian mengajak Alya duduk di kursi yang telah disediakan. Melihat empat siswa telah lengkap, kepala sekolah langsung memberi arahan.

"Dengan dikeluarkannya Pramita Anastya dari sekolah, perwakilan kelas sepuluh sekarang adalah Anasta Pancana Nugraha dengan Natalya Agestu."

"Kenapa Mita di keluarkan dari sekolah?" tanya Alya binggung, sebab setahunya Mita sangat layak.

Bukannya waktu itu Mita memang terpilih karena voting murni?

Sang kepala sekolah yang tahu Mita belum tahu apa-apa langsung menjawab dengan singkat. "Mita telah melakukan kesalahan yang tidak dapat ditolenrasi oleh pihak sekolah. Kami di sini hanya menerima siswa-siswa yang jujur serta bertanggung jawab."

Alya mendengar itu langsung mengangguk paham. Sebaliknya ia memandang sang pacar yang mungkin tahu lebih banyak.

Pak kepala sekolah yang sadar kalau semua siswa telah paham kembali melanjutkan tujuannya memanggil empat siswa yang akan lomba dalam waktu segera sebenarnya. Namun inilah yang akan menjadi inti arahan.

"Lomba ini akan dilakukan satu bulan mulai dari sekolah, lomba diundur untuk memberikan kesiapan kepada Alya sebagai penggati Mita," umumkan kepala sekolah sebagai penutup pertemuan hari ini.

Alya yang masih ragu dengan banyak hal mendadak tenang saat Asta menggegam tangannya.

"Lo terpilih, itu artinya lo layak. Ayo kita berjuang sama-sana," bisik Asta dengan motivasi yang membangun.

Mereka telah melakukan ini sebelumnya dengan baik, jadi sudah pasti yang kali ini akan baik juga.

In Love (END)Where stories live. Discover now