19. Salah Paham

31 4 0
                                    

"Alya," panggil Arga setelah berhasil menemukan ruangan Alya.

Sudah dua hari sejak Alya dikatakan kecelakaan. Arga berusaha semampu mungkin mencari alamat rumah sakit tempat Alya di rawat, sampai Arga harus pergi ke rumah orang tua Alya.

Beruntung Arga langsung diberikan alamat rumah sakitnya oleh adik Alya yang paling kecil. Setelah pulang sekolah tanpa ganti baju lebih dulu, Arga menemui Alya di rumah sakit.

Melihat kondisi Alya yang cukup memprihatinkan, Arga berinisiatif untuk membantu Alya sementara waktu. Arga yang memang menyayangi Alya akan terus membantunya tanpa lelah.

Setelah duduk setengah tegak, Arga membantu Alya untuk minum dan makan bubur yang telah disediakan.

Dokter mengatakan Alya mengalami luka-luka yang cukup serius di beberapa bagian tubuhnya, terutama kepala. Sebab waktu kecelakaan Alya terseret mobil hingga menyebabkan kepalanya terbentur trotoar.

Melihat ada orang yang mau merawatnya, Alya merasa penuh syukur. Sebab sejak kemarin ayahnya hanya datang memberi tamparan. Sayangnya hingga detik ini tidak ada lagi keluarganya muncul.

Alya berusaha untuk mandiri, merawat dirinya sendiri. Ada suster juga yang membantunya. Alya sudah berpikir untuk menggunakan uang tabungannya mulai sekarang. Biaya rawat dan pemulihan selama enam bulan akan cukup, sebab uang hasil juara lomba masih banyak.

Kalau soal sekolah, biarkan Alya memikirkannya belakangan.

Arga yang sudah selesai membantu Alya beberapa hal duduk di kursi yang telah disediakan. Arga hanya bisa menghela napas panjang melihay Alya melamun, pikirannya pasti sangat berat.

Setelah mengambil tindakan yang sangat nekat, orang-orang malah makin mencampahkannya.

Merasa terlalu canggung, Alya sedikjt menoleh kepada Arga dan bertanya. "Lo tau gue di sini dari mana? Terus keterangan gue di sekolah apa?" tanya Alya takut-takut jika nanti dia dikeluarkan dari sekolah secara tiba-tiba.

Namun, Arga lamgsung menenangkan Alya. "Lo izin sakit. Semua udah gue atur," jawab Arga, yang setelahnya memandang Alya lagi.

Cowok itu terus memperhatikan, hingga mulutnya tidak sengaja menyetil kejadian yang Alya alami. "Lo capek banget, ya?" Arga sedikit takut setelah mengatakan itu.

Akan tetapi Alya menanggapinya balik dengan santai. "Lo ngira gue lempar badan gue sendiri ke jalan raya?" Alya balik bertanya.

Sontak Arga yang telah mendengar ceritanya langsung mengangguk.

"Ada saksi dari kejadian ini, dia bilang lo ngelamun dan nyebrang jalan dalam keadaan mata kosong." Arga menjelaskan cerita saksi yang memang sudah Arga cari tahu sendiri.

Bukan mau menyalahkan, hanya saja Arga merasa Alya terlalu nekat. Ia juga tahu seberat apa hidup Alya, tapi selama mengenal sahabatnya Alya tidak pernah senekat ini.

Apalagi jika ini ada hubungannya dengan Asta. Sebagai sahabat Alya, Arga tidak akan pernah terima tentunya.

Tapi saat melihat Alya malah menunjukkan senyum perih, Arga sedikit binggung dibuat Alya.

"Ternyata lo juga ngira ngitu," ucap Alya yang setelah memandang jendela rumah sakit.

Hati Arga sedikit sakit melihat Alya yang menunjukkan segala kerapuhannya. Alya hanyalah pejuang dari ketidak adilan dunia. Tentang bagaimana orang Indonesia memandang ukuran kecantikan wanita.

Alya yang diam seribu bahasa, sementara Arga yang tida tahu harus berkomentar apa, kembali berbicara kepada Alya.

"Lo bisa pulang ke rumah gue Alya. Rumah sahabat lo ini selalu tebuka buat lo."

"Tapi gimana kalo cuma lo yang nerima gue, sementara orang tua lo, nggak?" Alya tidak diam lagi soal masalah ini.

Bisa dikatakan Alya sudah lelah disalahkan tanpa sebab. Setiap kali melindungi orang, tetap saja Alya hanya mendapatkan balasan tidak setimpal.

"Jadi selama ini?"

"Iya," balas Alya menjawab pertanyaan Arga yang setengah-setengah. "Orang tua lo nggak pernah suka sama kehadiran gue, makannya setiap lo ajak gue ke rumah lo, gue nolak. Tapi karena kebaikan lo selama ini, gue nggak pernah mau membuat nama orang tua lo buruk di depan anaknya."

Alya berkata jujur, karena hatinya merasa tidak bisa lagi menampung masalahnya sendiri.

Setahu apapun Alya tentang resikonya, Alya akan tetap angkat suara. Hanya Arga yang bisa menentukan setelah ini.

Terlihat ada rasa tidak percaya di mata Arga, tapi ia tetap bertanya satu hal yang tidak pernah Alya duga.

"Jadi ini alasan lo nggak pernah coba menerima perasaan gue?" Arga bertanya dengan putus asa.

"Maksud lo?" binggung Alya, sedikit mencoba memahami perkataan Arga yang di luar dugaan.

Tapi Arga malah semakin memperjelas. "Gue suka sama lo Alya, selama ini gue naruh perasaan lebih sama lo," ungkapnya dengan mengebu-gebu.

Arga tidak mau lagi menyembunyikan, apalagi sampai menahannya cukup lama lagi.

Alya yang terperangah langsung reflek mengatakan. "Apa?!" dengan ekspesi yang sulit menerima kalau perkataan itulah yang akan ke luar dari mulut Arga.

In Love (END)Where stories live. Discover now