13. Sedikit Kecewa

22 5 0
                                    

Alya yang melihat Asta mengbrol dengan Mita hanya bisa menghela napas. Kenapa juga ia tidak terima, padahal Asta bukan pacar Alya.

Waktu itu Asta mungkin sedang keliru dengan perasaannya. Mau dilihat dari sudut pandang manapun Asta hanya cocok dengan Mita.

Kecantikan Mita sudah diakui oleh satu sekolah, sementara Asta adalah seorang artis cilik yang masih dikenal hingga sekarang. Itu semua sudah menunjukkan sebagaimana kualitas Asta lolos hingga publick juga mengakui.

Alya yang merasa bukan apa-apa memilih mundur teratur. Ia memanfaatkan situasi inu untuk sadar dari ekspetasi yang terlalu meroket tajam.

Saat Alya hendak berbalik pergi, ia tidak sengaja menabrak Arga yang juga membawa buket matahari yang sama persis dengan milik Alya. Untungnya mereka hanya kaget, tidak sampai ada drama-drama jatuh segala.

Arga yang melihat Mita telah membawa buket hanya bisa mematung sebentar. Jelas ia tahu buket itu dari siapa.

"Selamat, ya," ucapkan Arga setelah dia terdiam cukup lama. Pandangannya hanya fokus kepada bunga, walaupun bibirnya terpaksa membentuk senyum.

Alya juga dengan cepat membalas, ia menghilangkan segala raut sedihnya agar Arga tidak curiga.

Di saat mereka telah melepas jabat tangannya, Arga menyerahkan buket bunga yang Dirinya bawa kepada Alya.

"Ini buat, lo," balas Arga, yang dibalas anggukan oleh Alya.

Sekarang gadis itu sudah punya dua, cukup beruntung baginya yang biasanya hanya Arga, itupun kalau sempat membawakan buket jika Alya menang lomba. Setidaknya ia berharap nanti orang tuanya juga suatu saat nanti datang memberikan buket yang sama juga.

"Orang tua lo nggak dateng?" tanga Arga, yang lagi dan lagi sebenarnya ia sudah tahu jawabannya apa.

Alya juga berusaha dengan santai menanggapi. "Emang sejak kapan dia pernah dateng untuk acara yang ada guenya?" kekeh Alya, terdengar pedih.

"Lo bener," jawab Arga ikut terkekeh. Kalau Alya saja berusaha tegar, kenapa Arga harus membuat drama dengan sok polos bersedih.

Mereka sudah sama-sama tahu, jadi biarkan kesedihan itu menguap bersama udara.

Arga yang tahu kalau Asta sedang sibuk bersama sahabatnya Mita, ngomong-ngomong Arga sudah tahu kalau ternyata gadis cantik yang ia ajak mengobrol di tong sampah parkiran itu ternyata kenal dekat dengan Asta. Arga memutuskan mengajak Alya neduh sambil mengobrol di kantin sekolah.

***
"Apa hubungannya lomba dengan tidak boleh pacaran, Bu?" protes Asta kepada guru pelatihnya dan Mita selama sebulan kedepan. Guru itu adalah wali kelasnya, Bu Clara.

Tapi mendengar aturan yang sangat tidak memuaskan membuat Asta mau tidak mau harus protes.

"Kamu tahu kan untuk jadi pemenang kamu harus populer dan memiliki keharmonisan bagus dengan pasangan lomba. Terus nanti bagaimana kalau kamu diketahui pacaran dengan orang lain?" tanya balik bu Clara.

Namun, Asta dengan keras kembali menyuarakan. "Lalu kalau pacaran setelah lomba apa hubungannya?"

"Kritik," balas bu Clara dengan setengah menghela napas. "Nanti yang harus maju atau menang itu satu pasangan, tidak lagi kamu ataupun Mita. Jadi kalah kalian menang lalu tujuan kalian berbeda setelahnya, Ibu tidak menjadin para siswa akan menerimanya."

Asta melirik Mita sebentar, gadis itu tidak terdengar protes sedikitpun. Membuat harapan Asta agar ada yang membela gagal.

Pikiran remaja itu adalah Mita akan terus mendukungnya sebagai seorang sahabat dengan protes. Tapi Mita sudah menyerah dengan aturan sekolah.

Asta menyesal kenapa ia tidak menembak Alya saja waktu itu, maka bu Clara tidak bisa melarang untuk pacaran lagi.

"Sudah jelas, kan. Semua resiko ada di tangan kalian," ucap bu Clara yang terdengar menekan di kalimatnya.

Tapi Asta yang kesal langsung ke luar dari ruangan, meninggalkan Mita dan bu Clara. Biarkan ia dicap buruk untuk pertama kalinya.

Melihat kepergian Asta, Mita hanya bisa tersenyuk sinis. Ia menaruh amplop coklat di hadapan bu Clara.

"Sesuai janji, dan senang bekerja sama dengan, Ibu."


In Love (END)Where stories live. Discover now