14. Sedikit Tenang

46 4 2
                                    

Sudah seminggu berlalu, dan hidup Alya terasa sangat tenang. Entah kenapa tidak ada lagi yang namanya bully, teman-teman Alya jadi lebih dekat lagi dengannya.

Terlihat tiga gadis yang selama ini membeci Alya juga sudah tidak acuh lagi. Mereka seperti telah mencoret Alya dari daftar bully.

Sampai pada saat Alya istirahat siang ini, satu kelas tiba-tiba mengerumuni bangku Alya. Masing-masing dari mereka menyerahkan satu buah bunga matahari.

Alya sempat bertanya-tanya, tapi sedetik kemudian Alya merasa sangat terharu. Satu-persatu dari mereka meminta maaf kepada Alya.

"Sebenarnya kita taruhan, kalau sampai lo bisa buat bangga kelas ini, dan buktiin diri lo ternyata berkualitas, kita akan minta maaf secara langsung," jelaskan sang ketua kelas, yang memang tidak pernah melakukan bully kepada Alya. Tapi tetap saja ia memimpin teman-temannya untuk meminta maaf.

"Lo berhasil, dan kita semua menyesal pernah bully siswi yang berprestasi kaya lo," ungkapnya lagi.

Mereka semua menunduk, sekali mengucapkan permintaan maaf yang sangat-sangat tulus.

Karena Alya juga tidak punya alasan lagi untuk marah, ia hanya mengangguk dan memberi maaf dengan tulus.

"Gue tahu letak kesalahan gue di mana. Enggak ada harapan semua bakal kaya gini setelah gue melewati semuanya dengan semampunya. Tapi gue mohon jangan ada yang bully gue, biarkan masa sekolah gue kali ini benar-benar sepertian yang gue idamkan selama ini," pinta Alya dengan tulus.

Ia tidak pernah bisa mendapatkan tanpa meminta. Untungnya meraka setuju, sudah berjanji tidak akan pernah mengusili Alya lagi.

Kedamaian juga tercipta begitu cepatnya. Setelah yakin kalau Alya akan memaafkan, mereka satu-persatu pergi meninggalkan bangku Alya untuk mengisi perut ke kantin.

***
"Lo tahu yang tadi karna ulah siapa?" tanya Arga yang memutuskan mendekati bangku Alya setelah jam pulang.

Mendengar pertanyaan Arga, Alya hanya menggeleng polos, yang dibalas decakan kesal oleh Arga.

Karena tidak paham apa-apa, Alya mencoba bertanya kepada Arga. "Lo tahu siapa yang bikin mereka begitu?"

Karena Arga mengangguk, Alya kembali bertanya dengan tidak sabar. "Siapa? Kenapa dia mau ngelakuin itu?" tanya Alya secara beruntun.

Arga yang mendengar itu langsung terkekeh pelan. Ia menunjuk dirinya sendiri setelah beberapa lama kekehannya berhenti.

Jujur Alya syok, karena tidak mungkin kalau Arga kembali melindunginya dari bully. Tapi selama ini hanya Arga yang selalu bersamanya. Tanpa Arga dia tidak akan bisa apa-apa.

Rasanya Alya benar-benar terharu, Arga kembali menjadi pahlawannya tanpa diminta sekalipun.

"Gue nggak tahu harus ngomong apa lagi? Dengan apa gue harus bayar jasa lo," ungkap Alya yang benar-benar merasa sangat berterima kasih kepada Arga.

Namun, selama ini Arga selalu menolak rasa terima kasihnya, ia hanya akan terus menyuruh Alya sekolah dengan bahagia saja sudah membuat Arga merasa terbalas budinya selama ini.

Dikiranya akan ada penolakan lagi untuk Alya membalas kebaikan Arga, cowok tampan itu malah menyerukan satu permintaan.

"Gue bisa anterin lo pulang hari ini, kan?" tanya Arga penuh harap. Pasalnya sudah lama ia tidak mengatar Alya pulang.

Akan tetapi sekarang Alya yang malah kebingungan, membuat Arga sedikit lama menunggu jawaban Alya.  Sampai helaan napas kasar terdengar dari Alya. "Kalau nggak harus sekarang, hem ... nggak apa-apa, kan?" tanya Alya hati-hati.

Melirik Asta yang masih ada di depan kelas berdiri, Arga hanya bisa mengepalkan tangannya sambil menahan kesal. Kenapa cowok itu kembali mendekati Alya.

Sudah satu minggu lebih sifat Asta berubah. Ia tidak menganggu Alya dengannya makan di kantin lagi. Hampir tidak pernah ada percakapan terjalin keduanya, bahkan disaat duduk bersama Alya pun Asta seakan tidak kenapa Alya.

Tapi kenapa sekarang setelah dirinya berhasil membuat Alya melihatnya lagi, Asta malah kembali.

Karena khawati Alya menyetuh pundak Arga. Pasalnya setelah satu penolakan itu, raut wajah Arga berubah datar.

"Lo mau jalan sama Asta, kan?" tanya Arga berusaha tidak terlihat mencurigakan sedikitpun. "Kalo gitu gue pulang duluan."


In Love (END)Where stories live. Discover now