BAB 12 [DITAKLUKAN]

884 168 47
                                    

Lohan tidak juga mengantuk padahal jarum jam sudah menunjuk angka dua malam. Teh racikan tabib pribadinya bahkan tidak memberikan efek apapun. Dia tetap segar seolah tidak membutuhkan tidur.

Saat merasa bosan karena berbaring tanpa bisa terlelap sedetikpun, Lohan putuskan untuk berjalan-jalan ditaman. Satu bulan yang lalu taman itu hanya ditumbuhi semak belukar. Lohan tidak pernah meminta siapapun untuk menanam bunga. Namun, sejak Rose tinggal dimansionnya, Lohan mulai mempekerjakan pengurus taman.

Kini tempat itu dipenuhi ratusan mawar yang malam ini menyebarkan wangi memikat. Lohan menghentikan langkahnya didepan salah satu tangkai bunga. Menatapnya lekat-lekat sampai akhirnya suara hentakan kaki kuda menarik perhatiannya.

Rose.

Lohan melangkah cepat mendekati kuda hitam itu. Ketika menyadari kondisi sang penunggang dalam keadaan tidak baik, Lohan benar-benar berlari. Dia bergerak cepat menangkap Rose sebelum perempuan itu jatuh menghantam tanah.

Suara ringikkan kuda hitam Rose bersaing dengan suara Lohan yang berteriak memerintahkan siapapun untuk membawa tabib kedalam kamarnya. Wajah pria itu kaku ketika tangannya menyentuh luka tusuk dipinggang Rose.

Suasana mansion mendadak ramai. Felix dengan sigap membuka pintu untuk Lohan. Dia segera memerintahkan para pelayan untuk mengambil air bersih dan baju ganti selagi tabib memeriksa kondisi Rose.

Luka itu hanya meleset setengah senti dari titik vital tubuh manusia. Dilihat sekilas saja sudah jelas bahwa orang itu benar-benar ingin membunuh Rose. Sebuah keajaiban mendapati perempuan ini masih bernafas setelah mendapatkan luka tusuk di dua titik vitalnya.

Semua orang berangsur-angsur keluar dari kamar Sang Duke. Meninggalkan Lohan yang duduk kaku disamping ranjang, menatap wajah pucat Rose dengan tatapan tajam.

Berani-beraninya perempuan ini kembali dalam keadaan hampir mati.

Rasanya Lohan ingin meninju sesuatu untuk menyalurkan kemarahan yang memenuhi dirinya. Entah pada siapa kemarahan itu ditujukan.

"Austin."

Austin yang menunggu didepan pintu langsung menegakkan tubuhnya ketika melihat Lohan keluar dari dalam kamar. Dia kira pria itu akan diam disana sampai Rose bangun.

"Siapkan pasukan, kita cari bajingan itu," ucap Lohan dengan nada rendahnya yang membuat bulu kuduk berdiri.

Austin menelan ludah, lalu dengan sigap melaksanakan apa yang Lohan perintahkan. Sepertinya malam ini masih terlalu panjang untuk para ksatria Duke Lohan.

.
.

"Jangan mendorong ku!" Rain menatap sebal saudara kembarnya. Mereka sedang menyelinap masuk kedalam kamar Duke Lohan untuk melihat keadaan Rose.

Dua hari yang lalu mereka juga melakukan hal yang sama, namun usaha itu gagal karena Duke Lohan tidak pernah meninggalkan sisi Rose. Hari ini kebetulan Rian dan Rain mendengar jika pria itu memiliki urusan penting hingga harus pergi ke istana.

"Bagaimana? Apa ada penjaga?" Rian mengintip dari balik tembok. Dia menghela nafas lega melihat kondisi kamar yang kosong. Buru-buru dia menarik Rain agar berlari memasuki kamar tersebut.

"Cepat lakukan!" ucap Rian tak sabar.

Rain masih tampak takut-takut. Dia menatap Rian dengan ragu, "Terakhir kali aku melakukannya, aku tidak bisa menyembuhkan Kakek Gail."

"Itu karena Kakek memang sudah dalam kondisi sekarat, berbeda dengan Kak Rose. Cepatlah, Rain, kita tidak punya banyak waktu!"

Anak perempuan itu menarik nafas dalam-dalam sampai dadanya membusung. Bermodalkan semangat yang diberikan oleh Rian, Rain akhirnya naik dan duduk ditepi ranjang. Menatap wajah Kakaknya yang pucat.

POISON ROSEWhere stories live. Discover now