BAB 11 [MAWAR YANG LAYU]

710 137 19
                                    

"Tidak suka."

"Terlalu kuno."

"Terlalu ramai."

"Aku tidak suka warnanya."

"Yang benar saja, kau menyuruhku memakai baju seperti itu?!"

"Ganti! Aku tidak suka ekspresi wajahmu."

Austin menghela nafas, sedangkan sang desainer didepan sana sebentar lagi akan pingsan karena kelelahan. Total tiga jam mereka berada diruangan ini. Memilih pakaian untuk Sang Duke yang tiba-tiba merasa perlu mengganti seluru isi lemari. Padahal pria itu tidak tahu apa saja yang ada didalam lemarinya.

Austin mengerti bahwa Lohan hanya sedang bosan. Tapi ditengah pekerjaan Duke yang menggunung, pria itu justru sibuk memilih-milih pakaian.

"Yang Mulia,  Anda harus segera memilih."

Lohan mengelus dagunya yang mulai ditumbuhi bakal calon janggut.

"Aku tidak suka semuanya," ucap pria itu membuat desainer didepan sana ingin menangis.

"Kau!" Lohan menunjuk sang desainer. "Cepat bawakan gaun untuk perempuan."

"Y--ya?" Sang Desainer melirik Austin dengan ragu. Austin hanya mengangguk dan mengisyaratkan Sang Desainer untuk mengikuti perintah Duke Lohan.

"Untuk siapa gaun-gaun itu?" Austin bertanya setelah Lohan membeli semua gaun yang ditunjukan Sang Desainer.

"Entahlah. Aku hanya ingin membelinya." Lohan menjawab dengan santai. Tidak peduli jika uang yang dia keluarkan bisa membeli sebidang tanah beserta bangunannya.

Lalu saat mereka melewati toko aksesoris, Lohan kembali meminta turun dari kereta. Memborong habis segala pernak-pernak wanita sampai membuat sang pedagang dibuat kebingungan.

"Akan dikirim kemana semua aksesoris ini, Tuan Duke?" tanya Sang Pedagang ragu-ragu.

Lohan mengerutkan dahi tidak suka. Kenapa pedagang itu bertanya? Jelas semua barang ini harus dikirim ke kediaman Duke Lohan.

"Ba-barangkali Anda ingin menjadikannya hadiah untuk seseorang," jelas sang pedagang. Mulai gemetaran karena Lohan makin intens saja menatapnya.

"Tidak perlu. Kirimkan saja ke kediamanku." Setelah itu Lohan berjalan keluar dari dalam toko. Meninggalkan pemilik toko dan penjaganya yang langsung menghela nafas lega. Bersyukur sekali kepala mereka masih terpasang dibadan.

"Apakah ada wanita muda yang tinggal dikediaman Duke Lohan?" Pertanyaan itu samar-samar masih bisa didengar oleh Lohan. Tapi, dia memilih mengabaikan. Lanjut berjalan santai menyusuri jalanan yang ramai. Beberapa pemilik toko yang melihat kehadirannya menyempatkan keluar dan menyapa Lohan.

Pada saat itulah, seorang anak laki-laki berusia sekitar tujuh tahun menabrak Lohan. Anak itu terpental bersama roti-roti yang ada didekapannya.

"Hei pakai matamu baik-baik!!" maki sang pemilik toko.

Anak itu susah payah bangkit berdiri. Tampak lega ketika roti-rotinya masih aman didalam dekapan. Saat anak itu mengangkat wajah, barulah terlihat keterkejutan disana. Anak itu buru-buru membungkuk meminta maaf pada Sang Duke.

"Apa sebelumnya kita pernah bertemu?"

Rian meremas wadah roti dengan jantung berdegup kencang. Takut jika Lohan dapat mengenalinya sebagai salah satu perompak yang pernah mencegat pria itu didalam hutan terlarang.

Rian masih mengingat dengan jelas sebrutal apa Lohan menyerang Kak Rose dengan kapak. Dia bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi jika kapak besar itu mengenai kepalanya.

POISON ROSEWhere stories live. Discover now