BAB 5 [Kekasih Duke Lohan]

1.5K 206 105
                                    

Malam itu kediaman Duke Davinson digemparkan oleh kedatangan Lohan yang terburu-buru masuk kedalam mansion dengan seorang perempuan dipelukannya.

Kepala pelayan, Felix tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Seorang pria yang tidak memiliki prospek menikah tiba-tiba membawa seorang wanita. Mencoba untuk tetap bersikap professional, pria tua berkacama itu segera menyusul langkah lebar Lohan.

"Saya akan menyiapkan kamar tamu."

"Tidak perlu. Dia akan tinggal dikamarku." Dan Lohan masuk begitu saja kedalam kamarnya. Meninggalkan Felix yang tercengang dengan mulut terbuka. Tepukan dibahunya menyadarkan Felix. Dia menoleh dan mendapati Austin menggeleng pelan, mengisyaratkan ketidakmampuan untuk menghalangi keinginan Yang Mulia Duke Lohan.

Keributan itu tidak berhenti sampai disana. Dipagi hari yang dingin, kediaman Duke Davinson dikejutkan dengan suara teriakan dari para pelayan. Felix tergopoh-gopoh berlari menaiki tangga untuk sampai ke sumber suara. Wajahnya sekali lagi tercengang ketika melihat kondisi pintu kamar Lohan hancur terbelah menjadi dua.

Dua orang pelayan muda meringkuk ketakutan tak jauh dari sana, sedangkan sang pemilik kamar terlihat sangat santai berdiri berhadapan dengan seorang wanita yang menatapnya marah.

"Aku anggap itu sebagai ucapan terimakasih." Lohan tersenyum. Matanya berkilat senang ketika mendapati wajah Rose semakin datar. Wanita itu mengamuk ketika terjaga dari tidurnya dan mendapati Lohan berbaring disampingnya dengan dada terbuka.

Lohan berdecak. Apakah dia lupa memberitahu Felix untuk melarang para pelayan masuk kedalam kamarnya? Jika saja pelayan-pelayan itu tidak mengetuk pintu, maka sekarang dia masih bisa menatap wajah damai kucing liarnya.

"Kalau kau tidak suka dengan kamarnya, kita bisa pindah kekamar lain."

Rose masih tanpa ekspresi. Meski begitu kemarahan dan rasa jengkel tampak menghiasi kedua bola matanya. Dia mengingat semua yang terjadi tadi malam. Serangan terencana yang ditujukan untuk membunuh seorang pelayan istana yang menjadi sumber informasi untuk Rose.

Jika tidak ada pria gila ini, Rose mungkin sudah mati. Meninggal tanpa bisa memenuhi keinginannya untuk mencari keberadaan keluarga yang telah membuangnya.

Memikirkan itu membuat Rose mengendurkan semua kewaspadaan pada Lohan. Dia tahu pria itu tidak berniat untuk menyakitinya, atau setidaknya membunuhnya. Rose melihat ketertarikan aneh dari mata Lohan atas dirinya.

Rose melepas belati digenggamannya. Membuat benda tajam itu jatuh bergelontangan diatas lantai. Dia kemudian melangkah mundur dan mendudukan dirinya dipinggir ranjang.

"Aku tidak suka berhutang budi. Jadi katakan keinginanmu dan biarkan aku pergi."

Ucapannya membuat Lohan tertawa. Pria itu menutup matanya dengan tangan sebelum kembali menatap Rose yang memasang wajah tanpa ekspresi. Datar dan sangat menggemaskan. Lagi-lagi Lohan tersenyum geli.

"Pesta pertunangan."

Rose masih mempertahankan posisinya. Dia menunggu dengan sabar sampai Lohan memperjelas maksud dari perkataannya.

"Datanglah sebagai partner ku di pesta pertunangan Putra Mahkota." Lohan mengucapkannya dengan seringai yang tidak lepas dari bibirnya. Sedikit banyak dia berharap bisa melihat riak di raut wajah Rose, namun wanita itu tetap teguh dengan wajah datarnya.

"Kapan pesta itu diadakan?"

"Awal musim semi." Yang artinya satu bulan lagi. Melunasi hutang nyawa dengan menjadi partner pesta sebenarnya terdengar tidak sepadan. Tapi, Rose tidak mau memikirkan itu. Dia selalu mengambil pilihan yang memberikan keuntungan besar untuknya. Toh, pria itu sendiri yang meminta balasan demikian atas jasanya yang telah menyelamatkan Rose dari kematian.

POISON ROSEWhere stories live. Discover now