BAB 11 [MAWAR YANG LAYU]

Start from the beginning
                                    

"Aku yakin pernah melihatmu." Lohan membungkuk dan tanpa aba-aba menarik kerah baju anak laki-laki didepannya. Membuat tubuh Rian menggantung diudara. Anak itu memberontak tapi Lohan tidak peduli.

"Katakan dimana kita pernah bertemu-- sial!" Lohan mengusap belakang kepalanya dengan tangan yang lain. Berbalik dan mendapati seorang anak perempuan berusia sekitar 7 tahun dan memiliki fitur wajah seperti anak yang ada didalam cengkramannya.

Ketika Rain -- kembaran Rian, akan melempari Lohan lagi dengan jeruk yang dia bawa, seseorang lebih dulu mengangkat tubuhnya. Rain memberontak. Mencoba mencakar wajah Austin sampai pria itu harus menahan tangan-tangan kecil itu.

"Apa yang Anda lakukan? Lepaskan kami!"

Ah benar, nada kasar ini dan tatapan mata itu, semuanya mengingatkan Lohan pada Rose. Lohan memang tidak ingat kapan dan dimana dia pernah bertemu dengan dua anak kembar ini. Tapi, firasatnya tidak pernah salah. Anak-anak itu pastilah adik seperguruan kucing liarnya.

"Kita bawa benda-benda ini ke rumah," ucap Lohan merujuk pada Rian dan Rain.

Austin mengangguk saja lalu mengikuti Lohan menuju kereta kuda berlambang singa.

"Diam atau aku buat kalian tidak sadarkan diri."

Rian dan Rain kompak menutup mulut. Duduk tenang didalam kereta kuda meski diam-diam terus berpikir cara untuk melarikan diri. Kak Rose bilang mereka tidak boleh terlibat masalah dengan Duke Lohan.

.
.

Kamar itu mewah sekali. Luasnya bahkan setara dengan seluruh rumah Kakek Gail. Rian dan Rain tidak bisa untuk tidak bersorak gembira ketika seorang pelayan masuk kedalam kamar sembari mendorong kereta berisi makanan

"Apa semua ini boleh kami makan?" Rain bertanya penuh harap pada Lohan yang sejak tadi mengamati setiap gerak-gerik dua anak ini. Sorakan gembira sekali lagi terdengar ketika Lohan menganggukan kepala.

Dua bocah itu segera saja menyantap hidangan didepan mereka. Lohan menunggunya sambil menikmati secangkir teh.

"Jadi, dimana tempat tinggal kalian?"

Rian yang akan memasukan sendok kedalam mulut langsung menjawab. "Di distik penjahat."

Lohan mendengus mendengarnya, "Jangan bohong. Aku sudah menggeledah tempat itu dan tidak menemukan kalian."

Kini giliran Rain yang melotot kaget. Mulut anak itu bahkan sampai menganga.

"Kenapa Paman mencari rumah kami?"

"Aku punya urusan dengan kakak kalian."

Rian dan Rain saling berpandangan. Rian lalu kembali berbicara mewakili saudaranya.

"Kami memang tinggal di tempat itu, tapi dua minggu yang lalu seseorang telah membakar rumah kami. Jadi, untuk keamanan, kami tidak bisa mengatakannya pada Anda."

"Kakak kami akan marah jika kami melakukannya." Rain ikut menimpali.

Dilihat dari seberapa seriusnya anak-anak ini berbicara, nampaknya Lohan memang tidak bisa memaksa mereka. Pria itu mengetuk cangkir teh nya dengan pelan.

"Menetaplah disini sampai Kakak kalian datang menjemput."

Rian dan Rain lagi-lagi bertukar pendangan.

"Setelah Anda keluar dari kamar ini, kami mungkin akan langsung melarikan diri."

Rain mengangguk menyetujui ucapan saudaranya.

"Benarkah? Lakukan saja kalau kalian bisa." Lohan tersenyum miring. Tampak sangat meremehkan dua bocah didepannya. Lohan lalu menujuk jendela dibelakangnya dengan ibu jari.

POISON ROSEWhere stories live. Discover now