26

52 5 1
                                    

"Mas Anton yah?" Dina bertanya memastikan kepada pria di ambang pintu.

Mengalihkan perhatiannya dari Agnes menuju ibu 3 anak yang kini menoleh bermaksud melihat kedatangannya dari kepala ranjang, Anton berpikir sejenak mengenai balasan apa yang patut diberikan.

"Kamu istrinya Mas Estu?"

Alih-alih mendapatkan jawaban Dina malah mendapatkan pertanyaan balik. Tapi tidak apa, mungkin pria itu sendiri juga penasaran, karena bagaimanapun jugi, ini menjadi kali pertama mereka bertatap muka. "Iya mas."

Anton melangkah dan berhenti  di sebelah nakas. "Maaf yah waktu pernikahan kalian aku enggak dateng."

"Oh." Dina buru-buru meringis. "Enggak papa mas..." Tidak disangka pernikahannya akan dibahas dan mendapatkan permintaan maaf lagi, padahal sudah 4 tahun berlalu. "Lagian juga kan  ... enggak wajib ini, udah lama juga."

"Tetep aja enggak sopan, maaf yah."

Anton sudah pernah meminta maaf saat undangan dibagikan di 4 tahun yang lalu, ia pikir itu sudah cukup, namun ternyata perasaannya tetap berat dan rasanya  kurang sopan jika tidak meminta maaf secara langsung ketika  bertatap muka begini.  Yang justru malah membuat Dina menjadi tak enak hati karena keputusannya itu.

"Enggak papa mas ... enggak papa beneran deh , soalnya ..." Matanya tiba-tiba melirik Aesa sekilas, sengaja mencari teman. "Temen aku sendiri juga enggak dateng."

"Heh." Aesa merasa tersindir dan melotot ke arah Dina yang sudah menahan tawa. Tidak disangka kasusnya akan diselipkan di sela-sela pembicaraan temannya dengan orang asing. "Aku kan enggak dateng karena lagi kerja."

Sama seperti Anton, Aesa juga memiliki alasan serupa yaitu pekerjaan. Di 4 tahun yang lalu gadis itu masih baru-baru terikat kontrak kerja, ia tidak berani seenaknya mengambil libur tahunan hanya untuk sekedar pulang kampung menghadiri sebuah pernikahan. Sedangkan Dina sendiri melangsungkan pernikahan selang 1 tahun setelah kepergiannya.

"Haha, iya deh... Si paling kerja."

"Daripada si paling bucin."

"Hehe."

Itu bukan suatu kebohongan, saat Aesa sudah berjuang mencari pundi-pundi uang, Dina masih asik terjerumus dalam hubungan percintaan layaknya remaja SMA. Dan semuanya terjadi begitu saja tanpa sepengetahuan Aesa. Di mana akhirnya wanita itu mendapatkan Estu, orang yang bahkan tidak Aesa kenal walau satu RT satu RW.

"Kak Esa," Panggilan Agnes seketika mengalihkan perhatian 3 orang dewasa di sana, sehingga kini semua mata tertuju padanya. "Kak Esa disini sebenarnya lagi ngapain si? Kok enggak mau main sama Age."

'Lah?'

Jika diingat-ingat kembali, dari awal kedatangannya ke sini, anak ini terus menempel padanya. "Siapa yang bilang enggak mau main?" Tanyanya tersenyum kecil.

Memasang tampang cemberut, Agnes menjawab, "Tapi Kak Esa terus jauhin Age."

Kesimpulan Agnes yang menjadikan Aesa seolah-olah jahat karena telah mengabaikannya itu membuat Anton menjadi tak enak hati. Sampai kapan anaknya akan terus-terusan mengeluarkan pikiran dengan seenak jidat.

Begitupun dengan Dina yang juga merasakan hal yang sama. Entah apapun yang terlontar dari mulut anak ini benar-benar akan terus membuat Aesa menjadi penjahat. Ia iba, namun secara bersamaan juga penasaran dengan sikap apa yang akan Aesa ambil ketika dihadapkan dengan anak keras kepala seperti Agnes jika tidak ada orang tuanya, karena Aesa pasti tidak mengenal teman suaminya itu, sama seperti sebelum-sebelumnya.

Aesa Limarta Ningsih nampak tersenyum dan membalas Agnes dengan penuh kesabaran seperti sikapnya kepada anak-anak lain. "Enggak ada yang jauhin Age kok ...  Aku cuman pengen ketemu sama tante Dina aja. "

HARAPAN (ANTON RIIZE #01) Where stories live. Discover now