1

258 13 5
                                    

Setetes air hujan membasahi batu kerikil pada sebuah panci pelastik alat masak-masakan yang dibiarkan begitu saja di teras rumah. Tidak jauh dari sana, jejak telapak kaki anak kecil dan orang dewasa tercetak jelas yang membuat teras menjadi kotor.

Berbeda dengan keadaan diluar rumah yang begitu basah karena diguyur hujan seharian ini, didalam justru terlihat sunyi dan sepi. Rupanya sekeluarga sudah berkumpul menjadi satu didalam sebuah kamar bernuansa maskulin.

"Mas," Panggil Aesa Limarta Ningsih yang ditunjukkan kepada pria di sebelah sana.

"Apa?"

Jarum jam dinding menunjukkan pukul 2 siang.

"Tadi kan kamu udah ceritain temen-temen kamu, sekarang ceritain lagi dong." Sebuah tangan cantik menaikkan selimut sampai ke batasan dada anak perempuan disebelahnya yang tergeser karena menggeliat di sela-sela tidurnya. "Ceritain kehidupan kalian sebelum ada aku."

Rupanya begitu anak-anak diantara mereka mulai tertidur pulas, pria yang memiliki kedudukan sebagai kepala keluarga itu telah banyak menceritakan masa mudanya kepada sang istri.

"Kalo sebelum ada kamu..." Donzello Anton mengamati langit-langit ruangan sambil mengungkapkan. "Ale enggak se-cengeng ini... Dia lebih kuat dan lebih pinter juga daripada Age."

"Jadi maksud kamu gara-gara ada aku Ale jadi enggak pinter lagi gitu ya?" Berbaring di sisi kasur yang berlawanan dengan Anton, entah mengapa Aesa merasa tidak terima.

"Bukan gitu, maksud aku tuh..." Sebelum melanjutkan penjelasannya, Anton sempat membenarkan sebentar posisi berbaringnya menjadi menghadap ke arah Allen Balorima. "Sebelum ada kamu... Ale enggak se-egois ini buat narik perhatian orang." Nadanya terdengar lembut dan pelan-pelan seperti menggurui. "Tapi sama kamu dia mati-matian buat bikin kamu merhatiin dia. Makannya dia ngelakuin segala cara biar perhatian kamu enggak ke Age mulu."

"Perasaan perhatian aku enggak ke Age mulu deh." Wanita dewasa itu memutar posisi tubuhnya menjadi tengkurap. Wajahnya mencoba memasang tampang serius dengan mempertemukan 2 alisnya, tanpa dia sadari itu terlihat lucu dimata Anton. "Aku juga perhatiin Ale kok... Cuman karena dia cowok jadi aku pikir dia bakal nyaman kalo banyak berurusan sama kamu."

Lebih tepatnya Aesa tidak ingin peran Anton menghilang dimata anaknya sendiri.

"Enggak semua orang kayak gitu kali, Es." Tangan kekar dibuat bantal oleh pemiliknya sedangkan matanya sudah melirik kearah wanita disebelah sana. "Apalagi , Ale, kan kasusnya sama kayak, Age, enggak pernah ngerasain ibu jadi sekalinya punya ibu ya pengennya deket juga . Apalagi mereka kembar, perasaan iri pasti ada aja diantara mereka berdua."

Aesa terdiam beberapa saat, matanya mengamati Allen Balorima yang tertidur pulas. Anak itu basah kuyup setelah bermain hujan beberapa jam yang lalu bersama saudara kembarnya, jadi untuk sekarang ini pasti sangat nyaman sekali berada di antara 2 orang dewasa membuat hangat.

"Aku jadi ngerasa bersalah sama Ale."

Tanpa diminta pemikiran lain tiba-tiba terlintas di benak Aesa.

Jika Allen pada akhirnya menginginkan perhatiannya ketika diawal hanya Agnes saja yang sangat menginginkan Aesa, lalu sebelum ini apa ada seseorang yang sudah mengalami hal yang serupa? Seperti seorang pengasuh--jika itu Agnes sudah menceritakannya.

HARAPAN (ANTON RIIZE #01) Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu