45

33K 4K 543
                                    

Jam istirahat—Zidane tidak pergi ke kantin untuk menghabiskan waktu, melainkan ke perpustakaan yang ada di sekolahnya. Ini bukan pertama kalinya dia menghabiskan waktu di perpustakaan, jadilah ketiga temannya yang lain tidak mempermasalahkannya dan mereka pun memutuskan untuk ke kantin atas persetujuan dirinya juga.

Zidane mengitari perpustakaan, matanya menelisik bilik-bilik rak buku untuk mendapatkan buku yang bagus. Kadang dia berhenti, dan membuka-buka buku yang menarik perhatiannya, jika tidak, dia akan kembali mencari buku yang lain.

"Aduh, andai punya temen yang bisa rekomendasi cerita bagus, kayak Panji. Walaupun tuh anak rada-rada kalo rekomendasi, " gumamnya.

"Kangen dikit nggak papa kan? Gue bukan nggak ikhlas sih, semoga dia punya temen yang mau dinasehatin, bukan kayak gue. " Dia mengakhiri ucapannya dengan kekehan kecil. Jika dulu-dulu mungkin dia akan dramatis mengingat hal itu, namun inilah dia—versi dimana dia sudah mulai menerima semuanya.

Langkah Zidane terhenti, saat suara gebrakan terdengar. Dia memutar bola matanya, kemudian mengerutkan keningnya. Sebuah perundungan—dia melihatnya saat ada seseorang menjambak siswi lain, dan kemudian mendorongnya hingga menabrak tembok kedua kalinya. "Selly?"

Zidane perlahan mendekati, ingin sekali rasanya dia membantu Selly, sebuah perundungan sekolah rasanya tidak pernah bisa dibenarkan. Namun Zidane sendiri tidak gegabah, dia ingin melihat apa yang terjadi setelahnya. Salahkan jika perpustakaan ini tidak ramai siswa-siswi, menjadikan tempat ini seakan bebas untuk melakukan perundungan terhadap yang lemah.

"Woy cupu! Betah aja ya lo ternyata, lo nggak ada takut-takutnya!" teriak seorang siswi, yang tadinya mendorong Selly hingga tubuh gadis itu menghantam tembok. Dia adalah Ella, Zidane tentu tidak asing melihat gadis tersebut, dia digambarkan orang yang paling dekat dengan Callie.

"Iya nih, lo tuh miskin! Masih berani aja lo muncul di hadapan kita bertiga, " sahut Dea menambahkan. Dia menatap ke arah Callie sekilas, gadis itu hanya diam tanpa ikut campur hal ini. "Callie, nih liat. Lo nggak mau bully nih cewek? Minimal, robek nih seragamnya! Biar nih cewek susah cari seragam lain, kan miskin. "

Ella ikut tertawa kecil, gadis itu mendekati Selly yang nampak acak-acakan. Gadis yang terlihat lemah saat dibully, dia menyukainya. "Ya udah, si Callie kagak minat, gue aja kalo gitu. Nih anak ternyata peletnya kuat ya, sampai-sampai bisa deket Bastian the geng. " Dia mengangkat dagu Selly kasar. "Bawaan orang tuanya sih kayaknya nih anak, peletnya kuat—"

Ella tidak menyelesaikan ucapannya, tubuh wanita itu terdorong beberapa meter dari tempat asal. Ella menatap penuh amarah ke arah Selly—ya, wanita itu sendirilah yang mendorongnya kuat.

"Jangan pernah membawa nama orang tuaku!" teriak Selly dengan terengah-engah, gadis itu rupanya berusaha melawan rasa takutnya untuk melawan. Dia sama sekali tidak terima, saat ada orang lain merendahkan orang tuanya sendiri. "Kalo kamu nggak suka aku, sama aku aja! Jangan pernah menyebut nama orang tuaku hanya untuk merendahkannya!"

"Lo—" Dea benar-benar terkejut, dia kira Selly hanyalah gadis lemah yang tidak bisa melawan, namun apa yang dia lihat sekarang? "Lo berani ngelawan kita hah?!"

Selly menepis tangan Dea yang ingin menyentuhnya, gadis itu berusaha bangkit dengan menyanggah tubuhnya dengan bantuan tembok. Dia menatap ke arah ketiganya dengan tatapan berair. "Kalian pikir wanita miskin kayak aku nggak punya hati?! Selama ini perundungan kalian aku biarkan bukan karena aku lemah! Kalian adalah orang penting di sekolah ini, dan aku takut terkena imbas dan beasiswa aku dicabut!"

Selly menghapus kasar air matanya. "Kalian—orang yang kaya nggak pernah ngerasain berjuang mati-matian hanya untuk pendidikan! Kalian juga pasti nggak tau capeknya berjuang untuk tetap hidup! Dan kalian—kalian dengan gampang merusak mentalnya dengan sikap buruk kalian! Kalian pikir dengan sikap kalian itu, bisa membuat kalian terlihat hebat?!" Dia tersenyum getir, dia berusaha untuk menahan air mata yang berlomba-lomba untuk keluar.

Transmigrasi Mantan SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang