28

38.3K 4.1K 601
                                    

Author: Zid, pembaca lumutan mau lo bertindak, nggak mikirin maaf mulu

Zidane: gue nggk bisa hiks

Author: mata lu, hiks hiks mulu, kayaknya harus ketabrak truk-kun 2 kali biar sadar

Zidane: .....

Bercanda ges, part depan deh ☺️🙏

.
.
.

________

Sama seperti yang direncanakan, sepulang dari sekolah Zidane beserta anggota gengnya berkumpul di depan Markas. Di depan mereka juga sudah dipenuhi beberapa kardus yang di dalamnya ada barang-barang juga  layak pakai yang akan mereka sumbangkan di sebuah Panti Asuhan rekomendasi dari Thala.

"Ketua yang nyiapin ini semua?" tanya salah satu anggota dengan berbisik. Mereka berada jauh di belakang Zidane, sambil menatap puluhan kardus tersebut. "Baju-bajunya branded semua ini. "

Ari mengangguk membenarkan. "Katanya Laksa tadi iya, baju-bajunya emang baru mereka beli di Mall, terus dimasukin ke kardus biar kesannya kayak baju bekas, tapi layak pake kok katanya, kata ketua. "

Jeki menjatuhkan rahangnya. "Bisa-bisanya, padahal isinya branded semua, ini mah kalo gue yang dikasih, dengan hati yang lapang bakal gue terima. "

"Itu memanfaatkan keadaan namanya, heh!"

"Gue juga sih setuju sama Jeki, " sahut yang lain dengan tawa kecil. "Pertama kalinya gue rasa ketua mau terlibat aksi kemanusiaan gini, ikut seneng gue. "

"Lo mulai percaya sama ketua?" Bimo ikut nimbrung, tatapan sinis nya sudah menjadi ciri khas itu dia arahkan pada pemuda yang bersuara tadi.

"Tergantung sih, liat aja kedepannya gimana. Dipikir-pikir, ketua emang buruk sikapnya ke kita, tapi kita masuk geng ini juga nggak gratis kan? Kita kayak kerja disini, sikap dia bagi gue masih dipertimbangkan. Meskipun terngiang-ngiang dia mukulin gue waktu itu gimana, " balasnya dengan kekehan pelan.

"Gue setuju, " sahut Ari tiba-tiba. "Lihat aja ke depannya gimana, semua orang punya sudut pandang berbeda kan? Udahlah, liat aja ke depannya gimana. "

"Ya, ada benernya sih. " Kemal ikut membenarkan, meskipun ia tidak benar-benar menelan semua perkataan itu.

"Udah semua?" Zidane membuka suara dengan intonasi datar, menatap puluhan kardus itu sembari membandingkan dengan banyaknya anggotanya. "Daf? Kira-kira ini bisa bawa semua nggak?" Dia berbisik pada Daffa, karena pemuda itu saat ini yang paling dekat dengannya.

Daffa berdehem. "Bisa, gue yang handle. "

Zidane mengangguk. "Eh tapi, lo yang mimpin jalannya ya entar, yang handle biarin Laksa entar. "

"Kenapa?" Dahi Daffa mengkerut.

"Gue nggak pantes disebut ketua, lo yang selama ini handle mereka semua kan? Jadi lo aja ya, gue di belakang lo, atau nggak entar gue paling belakang. "

Daffa berdecak. Meskipun begitu, dia bukan orang yang gila akan kekuasaan, dia hanya menjalankan apa yang seharusnya dia jalankan, karena posisinya memang menggantikan Zidane yang tidak peduli dengan organisasi ini. Namun, jika begini? Zidane sudah hadir di tengah-tengah mereka, dan tidak mungkin Daffa akan mudah menyetujui ucapan dari Zidane. "Nggak, tetep lo. "

"Nggak mau, lo aja. " Daffa lagi-lagi menggeleng singkat, sembari melangkahkan kakinya menjauh dari tempat sebelumnya yang membuat Zidane berdecak kesal.

"Kenapa Zid?"

"Lo yang entar pimpin jalannya ya Tha, " sahut Zidane sedikit berbisik, sontak hal itu membuat Thala menggelengkan kepalanya cepat. "Kenapa nggak mau? Ini juga Pantinya rekomendasi lo, Tha. Gimana si?"

Transmigrasi Mantan SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang