38

42.6K 4.4K 576
                                    

3K lebih, klo bosen bilang ya hhe.

Happy 800K makasi yang udh support:)

.
.
.

_________

Dua hari menginap di Rumah Sakit, Zidane akhirnya kembali ke Mansion. Dua hari yang singkat, untuk memperbaiki hubungan Kamila dengan Zidane. Kamila menemani dari pagi hingga sore, dan setelah malam tiba dia hanya memerintahkan bodyguard untuk menemaninya di sana. Zidane cukup tau alasannya bukan? Besar kemungkinan Anggara melarangnya.

Meskipun begitu, Zidane tidak merasa kesepian dan bisa memulihkan diri di tempat itu. Kamila juga memperhatikannya, dan merawatnya dengan begitu baik. Dia tentu merasa senang akan perubahannya, entahlah dia juga tidak berharap banyak, semoga saja Kamila akan tetap seperti itu.

Saat ini, dia berjalan beriringan bersama Lian, karena Lian lah yang menjemputnya di Rumah Sakit setelah dia kembali dari kantor. Lian membantunya untuk berjalan, dia tidak bisa menolak karena Lian yang memaksanya, pemuda itu takut jika sewaktu-waktu dia kehilangan keseimbangan saat berjalan.

"Jangan ke kamar. " Setelah tidak adanya percakapan, Lian akhirnya membuka suara, Zidane menghentikan aktivitas berjalannya sejenak, dia menaikkan alisnya. "Makan dulu sama-sama, baru istirahat. "

Zidane terdiam sejenak, sembari melihat aktivitas beberapa maid yang tengah menyiapkan sajian di atas meja makan keluarga. "Nggak lapar—Bang. " Dia menggelengkan kepalanya menolak. "Lagipula, Zidane bisa makan di kamar, sendirian. "

Lian—pemuda itu menghela nafas panjang. Dia menatap ke arah Zidane dengan sorot mata sedikit sendu. Dia merasa risih dengan sikap Zidane yang nampak sangat hati-hati seperti ini, apa dia benar-benar risih harus berkumpul dengan keluarga besar? Rupanya, Lian ini mendekati tidak sadar diri.

"Baru pulang dari Rumah Sakit, kan? Harusnya banyakin makan, biar cepet pulih. "

Zidane lagi-lagi menggelengkan kepalanya, namun tangannya ditahan oleh Lian saat Zidane ingin berjalan sendirian, Lian menghela nafas. "Kalo kamu marah sama Abang silahkan, tapi jangan siksa diri kamu kayak gini. "

"Bukan nyiksa diri sendiri, tapi yang lain pasti risih kalo Zidane ikut makan—lebih ke sadar diri, " balasnya dengan suara tertahan, hal itu membuat Lian terdiam, dia juga tidak tau harus membalas apa.

Suara langkah kaki terdengar, keduanya serempak menoleh ke arah samping. Mereka mendapati sosok Anggara yang menuruni anak tangga, pria dewasa itu terlihat masih memakai pakaian formal. "Makan di ruang makan. " Anggara bersuara dengan intonasi datar, mendengar hal itu sedikit demi sedikit sudut bibir Lian terangkat. Dia hampir tidak percaya jika Anggara mengatakan hal ini, apa yang terjadi?

"T—tidak perlu Pah, Zidane bisa makan sendiri di kamar. " Zidane membalasnya, yang dibalas sorot mata tak terima oleh Anggara, tatapan itu berubah lebih dingin yang membuat atmosfer di ruangan ini seakan ikut berubah. Anggara ini membenci penolakan.

"Itu bukan pilihan, tapi suruhan. Saya tidak menerima penolakan, " ujarnya, sambil melangkahkan kakinya mendekati ruang makan.

"Jangan membantah, Abang takut Papah marah, " ujar Lian yang membuat lamunan Zidane buyar. Zidane memilih untuk mengangguk, dia benar-benar tidak siap jika harus menerima konsekuensi jika menolak, bisa-bisa dia akan kembali ke Rumah Sakit jika Anggara yang turun langsung untuk menghukumnya bukan?

"Abang!"

Belum lama Zidane duduk bersampingan dengan Lian di meja makan, terdengar suara Chila yang kini berlari ke arahnya. Zidane terkekeh gemas, dia merentangkan tangannya bersiap untuk mendapat pelukan hangat dari gadis kecil itu. "Abang~Chila lindu. "

Transmigrasi Mantan SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang