12

39.7K 3.3K 71
                                    

"Syukurlah, tuan muda sadar!"

Zidane mulai membuka matanya yang terasa berat, kepalanya pun terasa nyeri dari sebelumnya. Apa yang terjadi padanya? Dia melihat Bibi Asri—tersenyum menatapnya, bersamaan mata wanita itu nampak sendu ke arahnya.

Dokter Matt—orang berstatus sebagai Dokter pribadi keluarga Wijaya dibuat menghela nafas lega. Dia sempat dibuat khawatir akan kondisi Zidane, bahkan dia sempat merekomendasikan Zidane untuk dibawa ke Rumah Sakit, namun Anggara menolaknya. "Syukurlah. " Dia menundukkan dirinya agar menyamai Zidane yang berbaring di atas tempat tidur. "Ada apa? Kepalamu terasa sakit?"

Zidane mengangguk lemah, dia juga merasa pernafasannya sedikit terhimpit. "Sesak, " ujarnya lirih.

"Astaga, tunggu sebentar. "

Dokter Matt perlahan memasangkan sebuah alat pernafasan pada Zidane, yang membuat rasa sesak laki-laki itu perlahan menghilang. Dia mulai bernafas seperti biasa, namun rasa pusingnya belum hilang, dia ingat bagaimana Anggara membenturkan kepalanya sebanyak 3 kali dan itu membuatnya kehilangan kesadaran. Ah, betapa gilanya laki-laki itu.

"Dari luka yang anda dapatkan, banyak luka yang sudah mulai mengering tuan muda, apa sebelumnya tuan muda sempat adu fisik dengan orang lain?"

Zidane mengangguk.

"Kapan?"

"Kemarin malam—tawuran. "

Dokter Matt merubah raut wajahnya menjadi lebih serius. "Apa tuan muda mengalami cedera yang parah di bagian tertentu, seperti kepala? Atau, sebelumnya memang ada? Masalah pernafasan atau sebagainya?"

Zidane kembali terdiam, sementara Dokter Matt menatapnya menuntut jawaban. Wanita yang sudah tidak muda lagi itu menatap ke arah Dokter Matt tidak terima. "Jangan membuat tuan muda berpikir terlalu keras dulu, apa kamu tidak ingat jika tuan muda baru sadar!" ujarnya sedikit kesal. "Simpan dulu pertanyaan itu, tuan muda pasti ingin beristirahat!"

"Saya—saya tidak ingat, " balasnya lemah. "Dokter, apa saya bisa beristirahat? Kepala saya terasa sakit. "

Dokter Matt menghela nafas. "Maaf tuan muda karena terlalu memaksamu, baiklah, sebaiknya kamu beristirahat. " Dia tersenyum teduh, sejujurnya dia merasa aneh dengan respon Zidane yang sopan seperti ini. Padahal sebelumnya sikapnya berbanding terbalik.

Zidane kembali menutup matanya, Dokter Matt menyuntik sebuah cairan ke dalam infus Zidane, kemudian melangkahkan kakinya keluar diikuti oleh Bibi Asri yang mengekornya di belakang.

"Apa yang kamu maksud tadi, Dokter Matt?"

Dia menghembuskan nafasnya pelan, jangan salah jika dia memang sudah lama mengenal wanita yang lebih tua darinya ini. Dia kadang bersikap seolah-olah melupakan jika dia seorang Dokter, namun pada kenyataannya mereka sama-sama bekerja di bawah tangan Anggara selama ini. "Aku hanya khawatir. "

"Khawatir kenapa?"

"Sepertinya tuan muda bermasalah dengan pernafasannya saat dia mengadu tadi, aku jadi teringat saat aku memeriksanya tadi, aku melihat memar di bagian dadanya, " balas Dokter Matt sambil menatapnya serius. "Dan—anda pasti tau jika area kepala sangat sensitif, ah intinya aku melihat sesuatu yang mencurigakan. Aku tidak bisa memastikannya. "

Bibi Asri berdecak. "Katakan dengan jelas, jangan membuat khawatir! Aku lebih tua darimu, ingatlah. "

"Astaga, aku juga belum bisa memastikannya. Aku hanya mengatakan jika di bagian kepala sangat sensitif,  tuan muda pingsan karena benturan di area kepalanya bukan? Bisa saja sewaktu-waktu tuan muda merasakan hal yang sama, beritahu saja aku! Aku akan memberikan resep obat nanti padanya. "

Transmigrasi Mantan SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang