03

53.1K 4.1K 152
                                    

Pagi-pagi sekali, Zidane sudah bangun dari tidurnya. Dia terbangun saat adzan subuh, berlanjut mandi kemudian melanjutkannya dengan shalat subuh.

"Serius gue di dunia novel?"

Sejak kemarin dia terbangun, dia rasanya masih belum menerima sepenuhnya jika dia berpindah tubuh. Dia masih bingung, apa ini pertanda baik atau malah sebaliknya? Ini karma, atau kesempatan baik untuknya?

Karma, karena selama disini dia tidak akan bisa bertemu keluarganya yang sebenarnya. Dia sudah merasakan rindu mendalam terhadap orang tuanya, Abang serta Adik perempuannya. Rasa bersalah pun juga membelenggu hatinya, karena di akhir-akhir hidupnya saat itu hubungan dia dan keluarganya sudah renggang karena dia memilih kekasihnya saat orang tuanya memintanya untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya.

Dia menyesal karena tidak menuruti perkataan mereka, ternyata gadis itu tidak baik, dan malah selingkuh dengan kakak tingkatnya di kampus kan? Dan itu yang membuatnya memilih melampiaskan semuanya dengan balapan liar, hingga berakhir kecelakaan. Panji, dia juga sangat ingat bagaimana Panji menangis di sampingnya. Dia merasa menyesal juga karena tidak mendengarkan Panji saat malam itu.

Dan untuk kesempatan baik, dia masih diberikan waktu untuk memperbaiki kesalahannya. Seperti permintaannya di akhir sebelum kegelapan mengambil alih kesadarannya.

"Gue berharap bisa kembali ke dunia gue yang asli. "

"Gue mau minta maaf sama Umi, sama Abi. "

"Gue mau minta maaf sama Abang, sama Adek. "

"Sama Panji juga. "

Dia menghela nafas pelan, dia bertekad untuk tidak mengeluh. Dia akan berusaha untuk memperbaiki kesalahannya yang telah lalu, dan menatanya kembali, meskipun bukan di belahan dunia yang tempat asalnya.

Sebelum penyesalan itu datang dua kali.

Dia rasa, dia juga tidak perlu berurusan dengan keluarga pemilik tubuh. Dia hanya perlu bersikap seadanya, tanpa menonjolkan apapun. Begitupun di sekolah.

Dia kemudian mengenakan baju seragamnya dengan rapi. Berbalik dengan kebiasaan Zidane asli yang enggan berpenampilan rapi. Anak itu hobi berpenampilan acak-acakan, ala-ala badboy lah. Tapi yang mengisi raganya sekarang adalah mantan santri, meskipun sangat jauh dengan kehidupannya saat di Pondok, dia masih kebiasaan datang jauh sebelum jam masuk sebelumnya.

Ngomong tentang niat Zidane ini, dia ingin mengubah sudut pandang orang-orang terhadap Zidane yang dulu. Dia tidak akan memalak orang lagi, membully Adik kelas, bolos ataupun kebiasaan buruk yang lain. Dia bukannya berniat untuk menjadi murid menonjol, tidak akan, apalagi jika sampai mengalahkan kepopuleran protagonis laki-laki yang seingatnya satu sekolah dengannya.

Dia hanya ingin memperbaiki sedikit citra Zidane yang dipandang buruk, hanya sedikit. Paling tidak, tidak membuat orang-orang menatapnya takut seperti bodyguard yang tadi malam dia temui.

"Pasti melelahkan, tapi nggak papa. Gue bisa SMA lagi. "

"Udah ah, lebih baik sekarang berangkat. Gue belum siap ketemu keluarga nih bocah. "

Dia tersenyum cerah, kemudian menenteng tas hitamnya. Dan melangkahkan kakinya keluar, menuruni anak tangga mansion Pratama. Dia sambil berdoa, semoga tidak menemui malaikat mautnya pagi ini.

Suara langkah kaki menuruni anak tangga itu, membuat Kamila menatap ke arah sumber suara. Sudah menjadi kebiasaan jika wanita itu akan lebih dulu sampai di ruang makan, membantu maid menyiapkan makanan. "Dia mau berangkat sekolah? Aneh, tumben sekali pagi-pagi seperti ini?" batinnya menatap heran.

Zidane yang merasa diperhatikan, langsung menoleh. Dilihatnya, wanita paruh baya yang menatapnya heran. "Itu Ibunya si Zidane kan? Eh maksud gue, Mamah. Mamah pemilik tubuh asli. "

Transmigrasi Mantan SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang