“Jangan memandangku seperti itu, tidak nyaman.” Ucap Asad singkat, Ibrahim yang sedang menatap Asad tersadar seketika kemudian mengambil gelas Abuya dan berjalan menuju dapur untuk membereskannya.

Untuk makan malam, mereka order online dari luar, membeli begitu banyak makanan, dan memakanya bersama diruang tengah, Ibrahim, Amihan dan Nala makan malam di meja makan didapur, setelah selesai mereka masuk ke kamar masing masing untuk beristirahat, begitu juga dengan Ibrahim dan yang lainnya.

Pagi buta keluarga Abuya sudah bangun dan sibuk, mempersiapkan diri mereka masing masing, Amihan dan Nala sedang berada di kamar Maryam, membantunya bersiap sekalian meminta untuk dipakaikan make up oleh Maryam, Abuya sedang dibantu oleh Ibrahim untuk memakai pakaian tradional arab, meluruskan keffiyeh Abuya, sekaligus memastikan penampilan Abuya sudah sempurna dan paripurna.

Asad juga sama, berkaca didepan cermin, memastikan penampilanya sudah proper untuk menghadiri sebuah pernikahan, menyemprotkan parfum, memakai jam tangan dan memastikan jambangnya sudah rapi, sedangkan Emir, ia sedang di atur dan dibenahi oleh orang orang dari WO.

Pukul enam pagi mereka sudah siap berangkat, pernihakan dimulai pada pukul delapan, Emir berangkat disupiri oleh pak Damar, Abuya satu mobil dengan Ibrahim dengan Abuya yang berada dibelakang kemudi, Maryam tentu saja bertiga bersama Amihan dan Nala, dan Asad, menyetir sendiri menggunakan mobilnya.

Berkendara selama satu jam lebih hingga akhirnya mereka sampai disebuah hotel megah dikota, orang dari hotel membawa mereka ke tempat parking khusus yang luas, sudah ada banyak mobil diparkiran khusus ini, mungkin sebagian tamu sudah sampai duluan, Abuya turun dari mobil, menggandeng tangan Ibrahim, berjalan menuju ke arah Emir yang baru saja turun dari mobil, tangan Emir fidgeting, sepertinya dia nervous, Abuya menggengam tangan Emir, kemudian mengangguk kepada Emir, memastikan bahwa semuanya akan baik baik saja.

Maryam, Amihan dan Nala berjalan dibelakang, Abuya, Emir, dan Asad berjalan didepan berdampingan dengan Emir ditengah mereka, mengawal perjalanan Emir menuju ke altar ijab qabul, Ibrahim melihat kedepan sana, hanya ada tuan Yusuf yang sedang berdiri menyambut kedatangan Emir, Ibrahim baru sadar, diruangan ini tidak ada perempuan, laki laki semua, Ibrahim melihat ke belakang, benar saja, Maryam, Amihan dan Nala berjalan ke arah yang berbeda, sepertinya memang seperti ini tradisi di arab, acara untuk laki laki dan perempuan dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah.

“Pak, emang pernikahan Arab tuh gini ya?.” Tanya Ibrahim kepada pak Damar sambil berbisik.

“Sebenernya ijabnya sama aja, cuman ada tambahan tradisi aja, sama kayak di Indonesia, ada ijab yang utama, terus ada tradisi yang lain gitu, sesuai budaya masing masing daerah.” Jawab pak Damar, Ibrahim mengangguk mengerti.

“Tentang pertanyaan kepastian juga ada kan, kalo di Sunda tuh disebutnya ‘Nanyaan’, nah kalo disini disebutnya Tulba, itu yang kemaren dirumah Abuya, dateng keluarga tuan Yusuf, ngobrol sambil makan cemilan manis.” Lanjut pak Damar, Ibrahim kembali mengangguk, mereka kemudian duduk dikursi tamu undangan, benar saja, kursi diruangan hotel ini tidak lah begitu banyak, Ada sekitar lima belas meja bundar dengan masing masing empat kursi, Abuya dan Asad mengantarkan Emir kedepan Sheikh, atau kalo di Indonesia disebutnya penghulu atau lebe jika di Sunda, Emir duduk berhadapan dengan Sheikh dan tuan Yusuf, sedangkan Abuya dan Asad duduk dibelakang Emir.

Sheikh kemudian membuka acara dengan pengucapan bismilah serta puja puji kepada Tuhan, mengucapkan sambutan kepada kelurga mempelai pria dan wanita, lalu sambutan kepada para tamu undangan, lalu setelah itu Sheikh menjelaskan ketentuan dalam pernihakan dan berumah tangga, juga sebuah kontrak kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu Emir dan Salma.

PRIA ARAB MAJIKANKUWhere stories live. Discover now