Ch.4 Pak Damar Tak Malu Malu

15.7K 255 4
                                    

Aku dan pak Damar selesai memakan roti kemudian minum air putih yang ada dimeja dapur.

"Pak, dirumah ini ada berapa anggota keluarga ?." Tanyaku.

"Awalnya ada lima orang, yang tadi Abuya, kepala keluarga, namanya Abuya Hussein, istrinya, yang lagi sakit dan gak bisa kemana mana, cuman tiduran dikamar, terus anak Abuya ada tiga, anak pertama namanya Asad, sudah menikah jadi rumahnya pisah dari Abuya, umurnya 37, anak kedua namanya Maryam, umurnya 32, udah nikah jadi dia ikut sama suaminya diluar kota, dan terkahir Emir, si bungsu, umurnya 28, belum menikah, jadi masih tinggal disini bareng Abuya." Jawab pak Damar panjang, aku mengangguk mencoba mengerti.

"Terus kalo yang kerja disini ?."

"Nggak terlalu banyak, soalnya gak ada anak kecil, penjaga gerbang atah satpam ya istilahnya Ada 2, IRT ada 3 didalem, buat nyuci baju, masak sama beres beres rumah,bapak, supir palingan cuman buat Abuya doang, soalnya Emir nyetir sendiri gak mau pake supir, terus kemaren tukang kebun udah pulang, makanya Abuya nyari penggantinya, yaitu kamu."

"Kirain aku bakalan lebih dari ini pak."

"Keluarga lain kayaknya emang lebih dari ini, biasanya kalo banyak anak anak sama orang yang tinggal dirumah, pekerjanya juga lebih banyak, ini kan yang tinggal cuman sedikit."

[ NOTE NOTE NOTE : Bayangkan saja semua percakapan dengan orang orang arab disini menggunakan bahasa arab, tapi langsung aku translate aja, soalnya aku nggak bisa bahasa Arab hehe, jadi jangan aneh kalo misal baca percakapan Abuya atau orang Arab lainya pake bahasa Indo yaaaa.]

Terdengar ketukan di pintu kamar kami, pak Dadang dengan sigap berjalan dan membukakan pintu kamar, terlihat seorang pria dengan berseragam seperti satpam, mungkin ini dia penjaga gerbang rumah ini, wajahnya sama seperti orang arab, tapi dengan kulit yang lebih gelap, pak Damar berbicara dengan dia, kemudian mengangguk dan pria itu pun pergi dari depan pintu.

"Abuya manggil kamu tuh, ditempat yang tadi." Ujar pak Damar kepadaku.

"Masih ingetkan jalan yang tadi kita lewatin ?." Tanya pak Damar, aku mengangguk.

"Yaudah sana temuin dulu, nanti dia marah lagi kalo nunggu lama." Aku mengangguk kemudian berjalan menuju rumah melewati jalan yang ku lalui tadi.

Kembali aku masuk ke pintu awal tadi aku bersama agenku, wangi oud dan bukhur kembali menyeruak masuk kedalam indra penciumanku, terlihat disana Abuya sedang duduk dan meminum sesuatu dari dalam gelas yang dipegangnya, ia melihatku masuk kemudian menyuruhku berjalan ke arahnya.

"Kamu sudah membereskan barangmu ?." Tanya Abuya.

"Sudah." Jawabku singkat.

"Nama saya Hussein, kamu panggil saja saya Abuya."

"Baik Abuya."

"Sudah kenalan dengan Damar ?."

"Sudah Abuya." Abuya kemudian memgangguk pelan, kata yang dikeluarkan Abuya singkat singkat, tali entah kenapa sangat berkharisma sekali, suaranya yang berat dan tatapan Abuya yang tajam mampu membuatku menurunkan pandanganku, sedikit segan menatapnya, dari jarak lebih dekat begini, sangat terasa sekali aura jantan Abuya, Abuya tidak terlalu tua ternyata, badanya masih kokoh dan tegap.

Abuya beranjak dari duduknya kemudian berdiri tepat dihadapanku, kedua tanganya memegang bahuku, meremasnya pelan.

"Kamu masih anak ternyata, berapa umurmu ?."

"19 tahun Abuya." Wajah Abuya terlihat sedikit terkejut.

"Lebih muda dari anak bungsu saya." Aku hanya diam.

"Yasudah, saya mau minta tolong, tolong kamu trimming kan rumput rumput yang sudah agak panjang di dekat gerbang depan." Ujar Abuya sambil kembali duduk, dan meminum dari gelasnya kembali, aku mengangguk kemudian bergerak keluar, kembali ke kamar pak Damar sambil bertanya dimana alat untuk trimming rumput, pak Damar mengambilkan alat itu dan memberikanya kepadaku.

Sudah setengah jam aku merapikan rumput ini, dan ternyata benar benar menguras energi, bukan karena beratnya alat atau susah nya trimming rumput, tapi karena panasnya hawa dan udara yang berhembus disini, terik matahari sore Saudi benar benar seperti membakar ku, bajuku basah oleh keringat, dan wajahku seperti matang, aku berbalik kebelakang untuk melihat berapa meter lagi yang harus ku trimming, namun yang kudapati terlihat didepan pintu, Abuya sedang berdiri sambil melihat ke arahku, tanganya bergerak seperti menyuruhku mendekat, aku menuruti nya kemudian berjalan kearahnya, ketika tepat berada didepanya, wajah Abuya terlihat seperti iba melihatku yang bercucuran keringat.

"Iya Abuya ?."

"Sudah, simpan alat trimming rumputnya, dan masuk kedalam, ada hal yang ingin saya diskusikan." Ujarnya sambil berjalan kedalam rumah, aku menurutinya, menyimpan kembali alat trimming rumput itu ke tempat asalnya, kemudian mengikuti Abuya masuk kedalam rumah.

"Pembantu didalam akan habis masa kontraknya besok, tukang cuci pakaian, kalau mencari penggantinya akan memakan waktu lama, saya sudah telfon agen kamu, meminta agar kamu menggantikan pembantu didalam yang akan pulang besok, mereka setuju saja, tapi menyarankan agar saya bertanya kepada kamu, gimana apa kamu mau bekerja didalam ?." Ujar Abuya panjang, aku berfikir, wah, ini mah rezeki yang tidak boleh ditolak, setelah hanya baru setengah jam saja diluar aku merasa hampir mati, kemudian ditawarkan untuk bekerja didalam, tentu saja aku mengangguk dengan semangat mengiyakan.

"Hmmm, yasudah silahkan istirahat dulu, besok setelah kamar pembantu didalam yang pulang kosong, kamu pindahkan barang barangmu kedalam." Lanjut Abuya, aku mengangguk kemudian berjalan untuk kembali ke kamar ku dan pak Damar.

Terlihat pak Damar hanya mengenakan handuk saja sepertinya dia baru selesai mandi.

"Gimana? Capek ya ?." Tanyanya kepadaku.

"Iya pak, ya ampun panas banget, kayak dineraka aku." Jawabku sambil mendudukan diriku dikasur, pak Damar berdiri tepat didepanku kemudian dengan percaya diri membuka handuk yang terkalung dipinggangnya, otomatis kontolnya menggantung tepat diwajahku, wangi sabun dari kontol pak Damar menyeruak masuk kedalam hidungku, membuatku memejamkan mata menikmati wanginya.

"Seger banget pak." Ujarku.

"Hahaha, iyalah panas panas gini mah paling enak mandi." Ujar pak Damar sambil memposisikan kedua tanganya dipinggang, kontolnya masih tertidur didepanku, besar menggantung, kedua bola biji nya juga menggantung dan besar, berwarna coklat dan gelap dikepalanya, seketika hilang rasa capek ku berganti dengan rasa sange.

Pak Damar kemudian memakai celana dan berpakaian kembali, lalu berbaring di kasur disampingku.

"Aku disuruh pindah pak ke dalem." Ujarku kelada pak Damar.

"Iyakah ? Ohhh iya, si Naija tukang cuci baju besok habis kontrak, lupa aku, kayaknya kalo ambil orang lagi bakalan lama, paling satpam bakal disuruh gantiin kerjaan kamu, terus kami gantiin kerjaan si Naija." Jawabnya sambil memejamkan mata.

"Kamarku juga disuruh pindah besok." Lanjutku, pak Damar langsung saja membuka matanya.

"Lahh, masa ? Gak sekamar lagi dong sama bapak?." Aku hanya mengangguk, memang sebagian hatiku sangat senang bisa bekerja didalam rumah yang wangi dan adem, tapi disi lain aku harus meninggalkan pak Damar yang sudah mulai memancing mancing nafsuku.

"Ahh, gak apa apa lah, masih bisa maen, kamu bisa nginep disini, bapak juga bisa nginep didalem kok, gampang." Lanjut pak Damar sambil tersenyum nakal, mataku kembali berbinar mendengarnya.

"Tapi malem ini mah tidur disini kan ?." Tanya pak Damar lagi yang kujawab juga dengan anggukan.

"Nahh bener itu, kita bisa tidur bareng dulu." Lanjutnya, apa itu, apakah pak Damar benar benar memancingku, tidak sia sia aku memancing dengan pertanyaan seputar istrinya.

"Kamu mandi dulu sana, bapak mau tidur, nanti bangunin pas maghrib ya, bapak mau anterin Abuya keluar, paling pulang jam 11 maleman." Perintahnya, aku kemudian mengacungkan jempolku setuju dan mengambil handukku dan berjalan ke kamar mandi.

PRIA ARAB MAJIKANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang