Ch.13 Membasuh part 2

10.1K 245 11
                                    

PRIA ARAB MAJIKANKU CH.13

Aku memeras handuk yang basah dengan tangan yang bergetar, jantungku berdetak kencang jika di hiperbolakan, detakan jantungku bjsa terdengar oleh telingaku sendiri, memeras handuk hingga setengah basah, kemudian dengan perlahan bergerak menuju perut bawah Abuya, dibagian situ agak sedikit lembut, berbeda dengan perut atas dan dada Abuya yang kekar dan keras, handuk tidak aku lipat seperti sebelumnya, handuk itu aku gelar, menutupi setengah perut Abuya, membuat jarak dari tubuh Abuya dengan tanganku menjadi lebih tipis.

Menggosok tubuh bagian bawah Abuya dengan lembut dan pelan, menggosoknya memutar, handuk basah membasahi bulu bulu bagian bawah badan Abuya, sebagian menetes dan mengalir menuju jembut Abuya yang lebat, setelah selesai dengan bagian bawah badan Abuya, ku gerakan handuk menuju selangkangan Abuya, mengusap jembut Abuya pelan, menggosok pelan setiap sisi selangkangan Abuya, Abuya mendesah pelan, tanganku benar benar bergetar.

Kali ini giliran batang penis Abuya yang ku lap dan basuh, tangan kiriku memegang batang penis Abuya, sedangkan tangan kananku memebasuhnya, besar, tebal dan hangat di tanganku, batang penis itu berkedut pelan bagaikan punya nyawanya sendiri, jariku bergerak nakal menyentuh kepala penis Abuya, menekanya pelan, setetes cairan bening keluar, jari telunjukku dengan cepat mengambilnya, kulihat wajah Abuya, matanya masih memejam, menikmati basuhanku, dengan cepat cairan bening di ujung telunjukku ku masukan kedalam mulutku, sambil mencuri curi pandang ke arah Abuya, berharap ia tidak melihatku melakukan hal yang kotor tersebut.

Asin, dan sedikit pesing, dengan rasa manis dujungnya, cairan milik Abuya ini seperti memiliki afrertaste, berbeda dengan milik pak Damar yang pure asin dengan aftertaste sedikit pahit, Abuya masih memejamkan matanya, dengan cepat aku kembali melanjutkan tugasku, kali ini giliran dua buah bola besar yang menggantung milik Abuya, besar, seperti dua bua telur ayam, kulit dari testis Abuya ini keriput, dan lembek, bahkan juga berbulu, aku membasuk dua buah testis Abuya, melap, dan membersihkan sisa sisa keringat yang menempel, setelah selesai dibagian itu, aku kemudian membasuh dan melap bagian kaki Abuya hingga bersih, aku memberi tahu Abuya jika pembasuhannya sudah selesai, ia hanya menggeram pelan sambil mengangguk, tanpa membuka mata.

Setelah membereskan alat alat untuk membasuh Abuya, aku masuk ke kamarku dan membawa minyak kayu putih yang sengaja aku beli kemarin bersama Emir, membawanya ke kamar Abuya, Abuya seperti sedang tertidur, aku membalurkan minyak itu ke seluruh tubuh Abuya, minus ke batang penisnya, nanti bisa bisa dia kepanasan dan memarahiku, setelah seluruh badan Abuya rata terbalur, aku membuka lemari Abuya, mengambil piyama tidurnya yang lembut, lengkap dengan celana dalamnya juga.

Aku memakaikan celana dalam Abuya, membuat penis Abuya kini tertutup kembali, ahhh, mungkin dilain waktu aku berharap bisa kembali memegang benda perkasa milik Abuya lagi.

Abuya kini sudah lengkap dan bersih, aku kemudian memindahkan posisi Abuya supaya ia tidak bersandar lagi, membuatnya kini tertidur kembali.

“Saya tidak sakit separah itu Brahim.” Ujar Abuya tiba tiba.

“Kamu tidak perlu se-ekstra ini mengurus saya “ lanjutnya.

“Tidak apa apa Abuya, suda tugas saya.” Jawabku pelan sambil keluar dari kamar Abuya, aku kedapur membawa masakan Amihan dan Nala, serta membuatkan teh hangat dengan mint untuk Abuya, mempersilahkannya untuk makan.

“Mau saya suapi Abuya ?.” 

“Tidak usah, biar saya saja sendiri “ Ucap Abuya sambil mengambil piring ditanganku, kini ia sudah kembali terduduk.

“Teh nya saya simpan disini ya Abuya.” Ucapku sambil menyimpan teh hangat itu dimeja disampingnya, Abuya mengangguk, sesaat sebelum aku keluar dari kamar Abuya, dia memanggilku lagi.

“Tolong ambilkan obat saya di laci lemari.” 

Aku membuka laci disampingnya, ada beberapa jenis obat disana, aku bingung yang mana yang ia maksud.

“Yang mana Abuya ?.” Tanyaku.

“Ahh, yang pilnga berwarna oranye.” Ujarnya sambil makan.

Aku mengambil obat itu kemudian menyimpannya tepat disamping gelas berisi teh hangat, Abuya kembali mengangguk kemudian mempersilahkanku keluar.

_____

Terlihat Amihan dan Nala keluar dari dapur hendak keluar dari rumah.

“Kalian mau kemana ?.” Tanyaku.

“Kami mau ke pasar dan belanja kebutuhan.” Jawab Amihan.

“Berdua saja ?.” Tanyaku.

“Tidak, mumping Abuya sedang libur, jadi kami meminta pak Damar untuk mengantar kami.” Kali ini Nala yang menjawab, aku mengangguk, terlihat diluar rumah sudah ada mobil Abuya, sebetulnya aku ingin ikut, sekalian berjalan jalan, tapi kemudian aku ingat jika Abuya sedang sakit, jika aku ikut maka Abuya tidak ada yang menjaga.

“Baiklah, hati hati ya.” Jawabku, mereka berjalan keluar menuju mobil Abuya.

Aku melanjutkan pekerjaanku untuk menyetrika,  lumayan banyak, hingga waktu tak terasa sudah habis 2 jam, saat aku menyetrika, terlihat Abuya berjalan ke arah dapur, aku menghentikan kegiatanku kemudian berjalan mendekat ke arah Abuya.

“Abuya, kenapa tidak beristirahat ?.” 

“Saya ingin menambah teh hangat ini.” Ujarnya.

“Kenapa tidak memanggilku saja Abuya.”

“Badan saya sudah membaik, lagi pula seperti yang saya bilang tadi, sakit saya tidak separah itu, saya masih bisa berjalan, terlalu banyak aktifitas kemarin membuat daya tahan tubuh saya lemah, jadi demam menyerang dan membuat saya lemas, sekarang saya sudah sehat lagi.” Ujar Abuya sambil menuangkan teh kedalam gelasnya, aku tidak menjawab apapun, hanya melihat Abuya berjalan dan duduk disofa ruang tengah, hmm, hanya segelas teh saja, aku kemudian membuka lemari es kemudian mengeluarkan makanan instan, kemudian aku menghangatkan makanan itu, menyajikannya kedalam piring lalu berjalan medekat ke arah Abuya.

“Abuya, ini snacknya, sebagai pelengkap teh hangat.” Ucapku sambil menyimpan piring itu didepan Abuya, Abuya menatapku, meminum tehnya sedikit kemudian memakan camilan yang kusediakan.

“Terimakasih Brahim.” Ucapnya, aku mengguk kemudian berjalan kembali ke arah tempat menyetrika pakaian, belum sempat aku sampai, Abuya memanggilku, membuatku berbalik badan dan menghadapnya kembali.

“Iya Abuya ?.” Abuya berdiam sejenak, tanganya bergerak mengetuk ngetuk gagang sofa, kemudian menatapku lekat lekat.

“Terimakasih Brahim.” Ujarnya kepadaku.

“Abuya sudah berterimakasih tadi.” Jawabku sambil tersenyum.

“Terimakasih telah membasuh badan saya.” Ujar Abuya kemudian, kini giliranku yang berdiam sejenak, memang itu sudah tugasku, tetapi mendapatkan rasa terimakasih membuat tugasku menjadi seperti lebih dihargai, meskipun aku taburi sedikit modus dalam tugasku tadi.

“Dengan senang hati Abuya.” Jawabku sambil mengangguk, aku kemudian kembali ke tempat menyetrika pakaian.

Shit, memikirkan kejadian membasuh badan Abuya tadi, membuatku berfikir, aku benar benar beruntung, kapan lagi aku bisa melihat dan menyentuh badan Abuya yang bertelanjang bulat secara eksplisit, bahkan jika tidak bisa pun sebenarnya aku bersyukur, setidaknya setiap aku berhadapan dengan Abuya, penisnya pasti tercetak jelas, apalagi ketika dia memakai celana ketat, itu saja sudah cukup, tapi ketika aku melihat Abuya yang bertelanjang bulat seperti tadi, membuat rasa penasaran dan keinginanku menjadi bertambah, yang tadinya cukup dengan hanya melihat cetakan penisnya dari balik pakaian Abuya, kini aku bertekad untuk bisa membuat penis itu tercetak dibalik pipiku.

PRIA ARAB MAJIKANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang