Ch.51 Hanya Sebuah 'Katanya'

Começar do início
                                    

“Minggu depan? Apa yang harus kita mulai lakukan Amihan? Haruskah kita mulai berbenah dan membersihkan rumah secara total?.” Tanya Nala.

“Sebenarnya tidak perlu sih, membersihkanya seperti biasa saja, karena untuk detailing Abuya biasanya akan memesan jasa detailing rumah, terakhir saat pertemuan antara Maryam dan calon suaminya juga begitu, hebat jasa detailing itu, mereka mengerjakan rumah sebesar ini hanya satu hari!!!.” Ucap Amihan.

“Lalu kenapa kau begitu khawatir????.” Tanya Ibrahim.

“Aku memang selalu begitu jika terlalu excited!!.” Jawab Amihan membuat Ibrahim dan Nala memutar mata.

“Jasa detailing itu, berapa orang? Rumah sebesar ini bisa hanya satu hari selesai?.” Tanya Nala.

“Dulu sekitar dua puluh orang yang mengerjakan, cepat kok, Abuya juga memesan event organizer, tidak over the top, cukup simple dan elegant, toh hanya untuk sebuah pertemuan saja.” Ucap Amihan.

“Sepertinya untuk Emir juga akan begitu.” Lanjutnya, Ibrahim mengangguk mengerti, pantas saja Amihan dan Nala betah bertahun tahun disini, Abuya dan istrinya tidak pernah membuat para pekerjanya overwork, setiap pekerja dirumah Abuya sudah diberi jobdesknya masing masing dan tidak disuruh untuk melakukan hal yang diluar jobdesk, mereka memang majikan yang mengerti.

“Hanya satu sih yang aku dan Nala benar benar malas jika ada acara dirumah ini.” Ucap Amihan lagi, Nala memandang Amihan sambil mengusap kepalanya sedniri lalu tersenyum lebar.

“Apa?.” Tanya Ibrahim.

“Anak anak dari Asad dan Maryam!!, Tuhan berkati mereka, nakalnyaaaa minta ampun, nakal dan tidak pernah bisa diam, mereka berlarian kesana kemari, itu sih aku maklumi, tapi tangan mereka juga begitu ringan, memukul, mencubit menampar siapapun yang mereka kehendaki!.” Ucap Amihan.

“Semoga saja mereka berubah, terakhir kami bertemu dengan mereka dua tahun lalu saat mereka berkunjung, dan ternyata masih nakal saja!.” Ucap Nala sambil mengingat ngingat.

“Ah anak anak sepertinya dimana saja sama!.” Ucapku kepada mereka, reflek mereka saling pandang sebelum kemudian tertawa dan menggelengkan kepala mereka cepat.

“Tidakkkk, anak anak arab, khususnya anak Asad dan Maryam berbeda dengan anak anak di Negara kami, dan kami juga yakin mereka akan begitu berbeda dengan anak anak dinegara mu!, Mereka begituu!! Ahh, susah diatur, tidak takut dengan orang dewasa, hanya takut kepada Ayah mereka, tapi ya begitu lah Ayah mereka terlalu menyayangi mereka untuk hanya sekedar menegur.” Jawab Nala, mendengar itu malah membuat Ibrahim semakin penasaran.

“ Kalau orang tua mereka bagaimana?.” Tanya Ibrahim.

“Tuan Asad, lebih banyak diam nya, tapi oh Tuhann, begitu tampan dan gagah, seperti melihat Abuya muda jika melihat tuan Asad, dia tidak banyak berinteraksi dengan pekerja, seperti enggan begitu, masih lebih terbuka dan seru Emir dibanding Asad, Istrinya….” Ucapan Amihan sedikit melambat kemudian memandang Nala.

“Kenapa Istri tuan Asad?.” Tanya Ibrahim penasaran.

“Ahh, lebih kau lihat nanti saja.” Jawab Nala.

“Apa dia sakit?.” Tanya Ibrahim.

“Tidak, dia sangat sehat dan punya banyak energi, akan lebih baik jika kau merasakannya langsung!.” Jawab Amihan.

“Lalu kakak perempuan Emir?.” Tanya Ibrahim.

“Ahh Maryam? Wanita yang manis, baik hati, selalu memberikan pilihan atas pakaianya yang sudah tidak terpakai, hanya saja dia agak plin plan dan seperti tidak punya pendirian, seperti mudah di stir orang lain.” Jawab Amihan.

“Kalau suami Maryam, tuan Fahd, dia pintar, pintar bergaul, tampan, dan yang paling penting, kaya raya.” Lanjut Nala.

“Hmm, terlihat seperti keluarga normal saja bagiku.” Ucap Ibrahim, mereka bertiga saling memandang, terdiam sejenak, kemudian tertawa terbaha bahak bersama, mereka lanjut bercengkrama sembali mengerjakan tugas memasak didapur, dan Ibrahim sesekali sedikit membantu pekerjaan mereka.

Abuya datang disore hari, tidak lembur sepertinya, seperti biasa Ibrahim langsung menyambutnya, membukakan sepatunya dan menyimpan koper kerja Abuya di tempatnya.

Abuya duduk disofa sambil membuka ponselnya kemudian menatap ke arah Ibrahim yang sedang memijat kakinya.

“Sudah pijatnya Brahim, saya ingin teh hangat!, Bawa ke kamar ya!.” Ucap Abuya sambil berdiri dan mengusap kepala Ibrahim, ia mengangguk kemudian berjalan ke arah kamarnya.

Ibrah membuatkan teh hangat dengan madu dan mint, sangat pas untuk diminum di sore hari yang berangin, ia membawa teh itu ke kamar Abuya.

Ibrahim menutup pintu kamar Abuya, terlihat didepannya Abuya hanya memakai handuk saja, melingkar di pinggangnya, happy trails Abuya, yaitu bulu bulu halus dari atas selangkangan yang tersambung menuju perut dan dada Abuya yang berbulu lebat terpampang dihadapan Ibrahim.

“Kunci.” Ucap Abuya singkat sambil menghisap rokoknya, Ibrahim berbalik dan mengunci pintu kamar Abuya cepat, dadanga bergemuruh, wajahnya memerah, darahnya berdesir, sudah lama ia tidak melihat sisi nakal dan sexy Abuya, baru kali ini setelah lebih dari dua minggu, tangan Ibrahim sedikit bergetar.

“Bawa kemari saja Brahim teh nya!.” Titah Abuya, Ibrahim menurut dan berjalan mendekat ke arah Abuya, Abuya menarik pelan tangan Ibrahim, membuat Ibrahim semakin dekat dengannya, sebuah garis besar tercetak di handuk putih yang Abuya kenakan, tepat dibagian selangkanganya, garis penis Abuya, bahkan kepala penis Abuya juga tercetak jelas, saking besar dan tebalnya penis Abuya.

Abuya mendudukan Ibrahim dipangkuannya, tangan Abuya mengusap punggung Ibrahim pelan, mata mereka tidak pernah lepas, saling memandang, gelas teh ditangan Ibrahim mengeluarkan suara akibat tangan Ibrahim yang gemetar.

“Kenapa?.” Tanya Abuya pelan, nafas Abuya terasa menghembus menerpa wajah Ibrahim.

“Saya gugup Abuya.” Ucap Ibrahim.

“Dont be, kita bukan orang yang baru kenal Brahim, badan kita sudah pernah terikat, jangan malu.” Jawab Abuya sambil mengambil gelas dari tangan Ibrahim kemudian menyimpan gelas itu dimeja samping kursi, tangan kiri Abuya mengusap lembut tangan Ibrahim yang bergetar, sedangkan tangan kanan Abuya mengusap pipi Ibrahim lembut, bibir Abuya mendekat dan mencium bibir Ibrahim, pelan, lembut dan penuh rasa, mata mereka terpejam, bibir mereka beradu bergantian saling menghisap bibir masing masing, Abuya menghentikan ciumanya kemudian menatap Ibrahim dalam dalam.

“Bisa kita mulai?.” Tanya Abuyaz Ibrahim tersenyum malu kemudian mengangguk pelan.

*************

Halo halo beppp, update cerita baruuu niii, maaciw banyak buat yang udah baca, vote dan komen yaaaa, jangan lupa atuh di follow dulu akun aku nyaaaa.

Tinggal sisa beberapa chapter lagi nih sepertinya hahah.

Anywaysss...

Lagi dan lagi, aku mau ngingetin lagi, buat kalian yang mau dukung atau sawer aku, kalian bisa dengan membeli cerita aku yang berjudul "MENGGODA BAPAK" di karyakarsa atau chat telegram aku @Tuamenggoda di telegram, makasih buat yang udah dukung, baca, vote dan komen cerita aku.

Ilysm guysss!!!!!!

SELAMAT MEMBACA!!!!!

PRIA ARAB MAJIKANKUOnde as histórias ganham vida. Descobre agora