47

13K 1.2K 42
                                    

~Happy Reading~

"Tunggu, aku ambilin handuk dan bajunya Arya." Di ruang tamu gadis utu meninggalkan Satria sendiri.

Baru saja melihat Meta menghilang di balik pintu, si kepala keluarga keluar dan terkaget melihatnya, tetapi senyum terbit dari wajah itu,"Loh Mas? lama nggak ketemu."

"Dingin banget." komentar nya merasakan tangan Satria, dan lelaki itu hanya tertawa saja.

Meta datang memberikan handuk dan baju ganti,"Ini ganti dulu."

Ketika keluar dari kamar mandi, Satria langsung kembali ke ruang tamu untuk menemui kapala rumah tangga rumah ini.

Begitu melihat Satria duduk di hadapannya si tuan rumah angkat suara,"Kalau ke sini tuh nggak usah repot-repot gitu loh."

Satria tersenyum,"Nggak apa-apa pak, udah lama nggak ke sini juga." 

Si laki-laki mengangguk, dia mengingat jika sudah dua bulan Satria tidak terlihat datang ke desa,"Repot banget ya di sana?" tanya-nya perhatian.

"Lumayan, tapi setimpal sama hasilnya." Dia tidak berhenti berkomunikasi dengan kakak dan keluarganya untuk memastikan semua bik-bik saja.

Lelaki paruh baya di sana ikut lega mendengar jawaban Satria,"Untunglah, ya apa yang kita tanam itu yang kita dapat kan." 

Ibu Meta datang dengan dua cangkir kopi dan satu piring camilan,"Ini di minum dulu biar anget." Satria mengangguk berterima kasih dengan sambutan dan suguhannya.

Turut duduk di antara dua lelaki itu, dan bergabung dengan obrolan mereka,"Kali ini di sini berapa lama Mas?"

Satria menemukan celah, masih dengan senyumnya dia berusaha merangkai kalimat dan keberanian berbicara di sini, di hembuskan nafasnya panjang,"Mungkin satu mingguan, dan berhubung dengan itu-"

Kedua wajah renta itu menunggu kelanjutan jawaban Satria yang menggantung begitu saja, lagi-lagi lelaki itu tampak menghembuskan napas,"Saya mau izin bawa meta ke sana selama 2 hari."

Sepi, untuk beberapa saat membuat Satria merasakan jantungnya ingin jatuh dari tempatnya, sampai satu pertanyaan di lontarkan ayah gadisnya,"Meta nya gimana?"

Satria mengangguk pasti,"Kita sudah diskusi, kebetulan dua hari itu hari libur."

"Kita sih ya manut saja, sekalian nengok adiknya di sana." Satria melepaskan kepalan tangan yang dia tahan sedari tadi, untuk melampiaskan gugupnya, jawaban ayah gadis itu akhirnya membuat lega.

"Cuman, kita nitip ya Mas, jagain yang baik walaupun sudah dewasa gitu dia anak perempuan kita, nggak bisa nggak khawatir," pesan ayah Meta yang tentu mewakili istrinya pula, mengenal Satria lebih dari tiga tahun bisa saja membuat mereka percaya namun tetap saja untuk mewanti lelaki di hadapannya.

Satria mengangguk mantab,"Iya pak, sebisa mungkin."

Lelaki itu tampak masih memikirkan sesuatu, di sela perbincangan pasangan paruh baya di depannya tentang anak-anaknya,"Dengan ini juga saya izin ngajak Meta melangkah ke jenjang hubungan selanjutnya."

"Ooo ya tanya dia juga, saya sih sudah nebak ya." Jawaban yang justru tidak Satria tebak sebelumnya dari lelaki di hadapannya, apalagi melihat wajah santai itu.

Tetapi tersadar dari keterkejutan-nya, Satria kembali berbicara,"Maaf karena baru sekarang saya bicara ini ke bapak sama ibu." Karena dia tau, orang tua mana yang mau anaknya dalam status tidak pasti seperti itu, apalagi aspek yang lain pun sebenarnya mereka berdua mampu untuk melangkah ke jenjang berikutnya. 

Bapak mengibaskan tangan, mengisyaratkan anak muda di hadapannya untuk tenang,"Sudah, yang penting sekarang di hadapi apa yang ada di depan, masuk jenjang baru berarti ujiannya baru, ndak ada jalan yang nggak ada masalahnya."

Dalam hidup kita pasti harus memilih, apa yang terlihat lebih baik bukan berarti akan mulus begitu saja, bukan berarti akan selalu bahagia, karena rasa bahagia itu akan lebih dirasa ketika kita tidak lupa rasanya sedih dan sakitnya untuk mencapai itu.

Melihat Satria tersenyum lebar dan mengangguk, lelaki paruh baya di sana menatap Satria dengan wajah sok seriusnya,"Jangan macem-macem, di sini kawasan bapak loh ya, semua orang temen bapak, kalau ada apa-apa habis itu kebunmu." 

"Terima kasih pak bu." Lagi-lagi Satria mengangguk dengan senyuman, karena restu sudah di kantongi tidak ada alasan selain menampilkan wajah bahagia, apalagi dia tau bapak-bapak calon mertuanya ini juga sedang bercanda.

Senyum Satria bahkan tidak luntur sampai hari berikutnya, walaupun siang ini dia akan ke greenhouse bertemu karyawannya tetapi semua tidak berpengaruh apapun, dia bahkan memasak besar untuk orang-orang di sana.

"Eh Mas Satria."

"Eh." Baru saja memasuki ruangan staff sudah disambut dengan kekagetan Bima dan Abizar.

Lelaki itu hanya mengambil peralatan berkebunnya,"Kenapa? nggak suka?" tanya-nya dengan nada sinis.

Berbulan-bulan dia bersikap super ramah dan bersahabat, tetapi mereka ini membuatnya pusing tujuh keliling ditengah Satria sendiri sudah migrain memikirkan keluarganya, tapi Satria anggap semuanya bentuk tanggung jawab dia dengan orang-orang di hidupnya untuk Satria mengambil keputusan.

Pak Edi yang juga sedang bersiap ke kebun pula tersenyum melihat Satria di sana,"Loh lagi pulang ke sini?" 

Dia mengangguk,"Iya, ada perlu." Tidak lupa tersenyum pada beberapa orang lain yang juga akan ke kebun.

"Senin dan Selasa depan semua libur juga ya,  jadi bisa rencanakan liburan juga sama keluarga, apalagi nyambung sama Minggu kan." Umumnya mumpung semua karyawan sedang berkumpul di sana.

"Mas liburan juga gak mas?" Canda yang lain untuk mencairkan suasana pagi ini.

Lelaki itu mengangguk,"Saya pulang ke rumah keluarga saya lagi, sama Meta." 

"Wah akhirnya ya Mas." Akhirnya boss bujang yang selama ini hidupnya lempeng-lempeng saja kerja-makan-tidur ini akan segera mengakhiri masa itu.

"Ehem, daripada digangguin orang mulu." Hanya Bima dan Abizar yang membeku mendengar kata terakhir, sisanya menganggap si boss sedang bercanda.

***

Meta sejak 30 menit lalu mengatur nafasnya, mereka sudah memasuki kota kelahiran Satria dan lelaki itu bilang 10 menit lagi akan memasuki kawasan perumahannya.

"Tenang, oke?" Satria sedari tadi menahan senyum melihat wajah gugup Meta dan tangannya yang terus memilin ujung dress nya.

"Gimana aku bisa tenang?" sewotnya menyadari lelaki di sebelahnya malah menikmati kegugupan Meta, mentang-mentang dia tidak gugup jika bertemu keluarga Meta, secara sudah mengenal dengan baik.

Tidak tau saja gadis itu perihal bagaimana Satria berbicara dengan Ayahnya saat izin kemarin.

"Kan udah pernah ketemu Mama sama Kakak." Satria mengusap pucuk kepala gadis itu ketika berhenti di lampu merah.

"Kan keluarga yang lain belum." Rasanya jantungnya semakin cepat bekerja ketika menyadari kendaraan mereka memasuki sebuah kawasan perumahan, dan mula memelan.

Mobil akhirnya berbelok pada salah satu rumah yang pagarnya terbuka,"Yuk." Satria turun terlebih dahulu, lalu ke belakang mobil mengambil koper dan bawaan Meta.

Satria berjalan ke pintu, dengan satu tangan menggandeng Meta dan satu lagi menarik koper gadis itu. 

"Assalamualaikum." Lelaki itu mengetuk pintu seperti di rumah orang lain saja, tersenyum merasakan remasan pada tangannya dari Meta.

"Waalaikumsalam, Akhirnya sampai juga... ayo masuk." Mama Satria memeluk Meta begitu membuka pintu, setelahnya merangkul gadis itu untuk masuk ke rumah.

Pandangan Meta yang awalnya fokus dengan wanita di sebelahnya beralih pada situasi ruang keluarga di depannya, ruangan itu penuh dengan keluarga Satria termasuk keluarga rumah seberang pula.

Waduh ramai sekali.

BERSAMBUNG...
Tadi siang ketiduran ya wak, jam segini baru kelar ini tulisan wkwk, maap maap
Gimana puasa hari pertama? lancar? ada yang nggak libur hari ini? semangat terus sampai dapet THR yuu bisa yuu hahaha

Salam

Kuncup peony💐🌷

Flower Romance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang