8

24K 1.8K 21
                                    

~Happy Reading~
Tandai jika ada kesalahan

Meta menatap hasil jepretannya dengan puas, lalu kembali memfokuskan kamera smartphonenya pada objek cookies buatannya yang di tata rapi dalam keranjang. Kue itu memang untuk di makan, tetapi Meta memutuskan mengambil gambar makanan manis itu terlebih dahulu.

Lagi-lagi puas dengan hasil fotonya,"Uuuu cantik sekali." Tidak sia-sia dia menabung sepanjang tahun untuk membeli smartphone dengan kamera sebagus ini.

"Dari sebelah sana sepertinya bagus." Gadis itu beralih tempat, keluar dari pekarangan rumah dan berdiri di pinggir jalan menghadap langit.

Baru saja Meta mengarahkan benda pipih itu untuk memotret langit, dia mendengar suara dua orang berjalan mendekat, refleks saja dia menoleh,"Suasana pagi di sini segar ya."

Meta melotot melihat siapa yang berbicara dan berjalan mendekat, kenapa Kevin bisa sampai di sini? lelaki itu berjalan bersama ibu Mery dan sudah menangkap keberadaan Meta sekarang. 

Menyadari itu Meta mengalihkan pandangannya, pura-pura melihat sekitar, segera mengambil cookies dan pergi menjauh entah kemana,"Sepertinya di sana bagus," katanya sebelum pergi menuju jalan tanjakan.

Kevin hampir saja memanggil ketika melihat gadis itu, tetapi Meta sudah terlebih dahulu menjauh jauh sekali ke atas bukit. Sedangkan Meta bernafas lega dan takjub dengan pemandangan dari atas, di depannya terhampar kebun  yang sebenarnya sih terlihat dari rumahnya di bawah sana.

Gadis itu mengarahkan kamera pada pemandangan di hadapannya, mencari hal menarik yang bisa dia tangkap. Dia tertegun ketika menangkap sosok Satria sedang memeriksa tanaman dan tanah, dia membidik secara tidak sadar dan saat bersamaan lelaki itu menoleh menatap kearahnya.

Satria mendekat membuat Meta gugup sendiri, terakhir mereka berinteraksi adalah minggu lalu saat lelaki itu masih sakit dan setelah itu tidak ada interaksi yang berarti,"Imeng nggak sampai sini," katanya, mungkin heran kenapa Meta sampai di tempat ini juga. 

"Aku hanya... mencari suasana." Meta menjawab dengan ragu, Satria mengambil botol minumnya di dekat kaki Meta, meminum air lalu pergi menuruni bukit.

Menyadari tidak ada lagi orang lain, Meta segera menyusul Satria yang dia rasa langkahnya lebar sekali, membuat gadis itu harus sedikit berlari. Dan siapa yang dengan bodoh berlari di turunan seperti itu, bisa di pastikan dalam hitungan detik wajah Meta akan bertemu dengan jalan jika tidak terhalang tubuh Satria yang berada tepat di depannya.

Meta tersenyum lega dan tertawa canggung ketika menyadari berhasil selamat dengan tangannya memegang erat lengan Satria, untung saja lelaki itu juga refleks berhenti menyadari beban di lengannya dan melihat Meta.

Pandangan Satria turun ke bawah, dan Meta meringis menyadari sandalnya sudah putus,"Hah, ya ampun kenapa harus sandal empuk kesayanganku yang putus," gerutu Meta dengan nada putus asa, berjongkok melepas alas kakinya.

Lelaki itu mengulurkan tangan membantu Meta berdiri, "Mas Satria." Keduanya kompak melihat sumber suara, Bima dan Kevin menghampiri mereka, Meta justru mengeratkan pegangannya pada tangan Satria tidak perduli wajah kaget lelaki itu.

"Oh hai Meta, kenapa?." Meta menggeleng menanggapi pertanyaan Kevin, pandangan lelaki itu tertuju pada tautan tangan Satria dan Meta.

Kembali pada tujuan mereka, Bima berpamitan,"Aku ijin selesaikan kerjaan di rumah ya mas, ada tamu juga."

Sebenarnya jam kerja Bima cukup fleksibel, cuma hari ini lelaki itu memutuskan mengambil pekerjaan yang masih menumpuk setelah mengambil cuti saat istrinya melahirkan beberapa minggu lalu,"Silahkan."

"Mari." Bima tersenyum pada Meta sebagai bentuk pamitan, dan gadis itu hanya tersenyum kecil masih bertahan dengan posisi menempel pada Satria.

Melihat kepergian dua lelaki hingga hilang di persimpangan, Satria melihat tautan tangan mereka lalu ke wajah gadis di sebelahnya. Sadar dengan maksud tatapan itu, Meta melepaskan tangannya, memberikan keranjang berisi cookies.

"Sebagai ucapan terima kasih." Meta berpamitan dengan menunduk, ala-ala putri kerajaan, lalu berlari kecil menenteng kedua sandalnya menghiraukan telapaknya yang sakit terkena kerikil-kerikil.

Satria hanya bisa memandangi pemberian dan gadis itu yang nekat berlari dengan kaki luka, atau dia bahkan tidak sadar luka yang ada di kakinya?.

Dia turut turun untuk kembali ke rumah, sejenak memandang rumah Meta dari persimpangan jalan, gadis itu harus segera mengobati kakinya. Satria meletakkan keranjang berisi cookies di meja kerjanya, menata dengan rapi kue yang di bungkus satu-satu itu dalam sebuah toples, menaruhnya di ujung meja bersebelahan dengan hiasan tempat kerjanya.

Melihat ke arah jendela, Satria berdiri memastikan dia tidak salah lihat. Meta dengan sepeda nya melewati depan rumah Satria, dengan sepeda dan beberapa hasil panen di belakangnya.

Tanpa berfikir dua kali, lelaki itu keluar dengan keranjang kecil dan memasukkan satu plester luka di sana, dia sudah melihat Meta dari sejak dia kembali muncul di kejauhan, sampai gadis itu tersenyum menyapanya.

"Terima kasih," ucapan itu di barengi dengan pandangan pada kaki Meta, masih terlihat luka gores yang memerah dan belum di balut apapun.

Mengikuti arah pandang lelaki di hadapannya, Meta akhirnya tertawa kecil menyadari satu hal,"Ah, tidak apa-apa, aku harus bantu ibu dulu, bye." Gadis itu melambaikan tangan lalu mengayuh sepedanya menjauh.

Meta melipat dalam bibirnya, duduk di pinggir sawah sembari menunggu barang selanjutnya yang harus dia bawa, dia mengambil plaster luka di keranjang dan memasang di luka setelah dia bersihkan seadanya.

Semakin sering berinteraksi dengan lelaki itu rasanya sedikit berbeda, Meta tidak lagi merasa terancam, atau canggung berlebihan saat bertemu lelaki itu. Apalagi hari ini dia bersyukur sekali dengan keberadaan lelaki itu, setidaknya masalah Kevin bisa teratasi hari ini dan menjadi tembok untuk kedepannya.

"Semoga Kevin setelah ini diem deh, mending di pelototin Mas Satria dari pada di recokin Kevin terus," harap Meta dengan apa yang terjadi hari ini, lelah sekali kalau harus berhadapan dengan Kevin terus-menerus.

Sesaat baru Meta sadari dengan keberadaan Bima pula, akan jadi hal baru lagi ketika apa yang lelaki itu lihat nanti sampai di telinga mertuanya.

"Ck, semoga aja si Bima nggak ngomong apa-apa," gumam gadis itu sinis, tidak yakin tetapi dia rasa harus berfikir positif tentang orang lain.

Semua orang itu memiliki dua sisi bukan? sisi baik dan buruk, terkadang apa yang kita lihat akan berbeda di beberapa waktu lagi, atau tergantung dengan siapa individu itu berhadapan banyak sekali faktor penentu bagaimana sikap itu keluar dari seseorang.

Seseorang itu dapat berubah seiring waktu entah itu berarah ke negatif atau positif, sulit di tebak tapi juga sulit di percaya. Dua sisi di dunia ini tidak dapat di hindari, hadapi.

Bersambung....
Agak telat tapi nggak apa-apa, btw selamat sahur ya yang menjalankan 😚
Yang semangat buat sekolah, kerja, kuliah dan lain-lain.
Salam

Kuncup Peony 🌷

Flower Romance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang