6

25.5K 2.1K 38
                                    

~Happy Reading~
Nggambarin mas Satria sambil denger lagunya tu kayak selaras gitu uhuhuuu, candu dan kalem.

Aura tidak menyenangkan menguar dari tubuh Meta, dari pertama kali memarkirkan motor di pekarangan rumah, sampai saat gadis itu membawa catfood untung si imeng, dan kucing itu tidak ada di rumah. 

"Pus pus pus, woy pus!" Meta memanggil-manggil dengan panggilan khas kucing itu, dan berakhir sedikit ngegas karena sudah memanggil dan memutari rumah tapi kucing itu tidak kunjung muncul.

Gadis itu memutuskan mencari di tempat biasanya,"Sore-sore gini keliling, udah kayak cari anak kagak pulang-pulang dari maen." 

Menoleh ke kanan dan kiri, juga meneliti daerah sekitar untuk mencari Imeng, pandangannya terheti pada setangkai bunga yang tergeletak di tanah, sepertinya terjatuh saat panen sore tadi. Meta melangkah maju, melihat dengan kagum ke dalam greenhouse satu-satunya yang masih di penuhi bunga, dua lainnya sudah habis di panen beberapa hari ini.

"Ekhm!" Dejavu, ketika Meta menoleh ke belakang, Satria sudah berdiri di sana menatapnya dengan tangan di singkur ke belakang.

Perlahan tatapan Satria turun ke bawah, Meta mengikuti arah pandangnya yang mengarah pada bunga di tangannya, buru-buru gadis itu menjelaskan,"Aku nemu tadi."

"Beneran." Meta menunjukkan dua jarinya membentuk gesture peace, tidak lupa senyum lebarnya yang ternyata tidak mengubah pandangan mata lelaki di hadapannya.

Gadis itu memiringkan kepalanya, menatap wajah dan tatapan tajam Satria, perlahan menunjuk wajahnya sendiri,"Apa wajahku nggak meyakinkan?" Apa wajahnya memiliki indikasi wajah penjahat? walaupun tidak cantik sekali tapi wajahnya wajah-wajah wanita baik kok.

Meta menyerah, melirik kucing yang sekarang muncul di dekatnya, dengan cepat menggendong hewan berbulu itu lalu lari menjauh,"Aku ambil Imeng."

Tak lama dia berhenti, menoleh kembali menatap Satria yang masih diam di tempat dengan tatapan yang sama,"Oh iya, terima kasih bunganya." Meta tersenyum melambai-lambaikan bunga di tangannya lalu kembali berlari menjauh.

Meta meletakkan kucing itu di rumahnya yang berupa bantalan,"Kamu kalau pengen ganti babu, harusnya bilang sama Arya, masa harus nyari kamu mulu meng."

"Mew mew." Meta meliriknya, pinter bales perkataan juga kucing ini.

***

"Sama-sama." Satria menjawab dengan pelan ketika Meta sudah hilang dari pandangannya.

Tentang gadis itu, terhitung ini empat kalinya mereka bertemu dan sudah banyak sekali eskpresi dan kelakuan yang Satria lihat darinya. Lelaki itu memejamkan mata ketika angin berhembus kencang, dia sudah memakai jaket tapi hawa dingin masih begitu terasa dan tidak seperti biasanya.

Dia segera pulang sebelum hujan turun, mendung, angin kencang dan kilat sudah mendominasi malam yang menjadi pertanda hujan badai malam ini. Satria menutup semua jendela dan tirai, lalu berjalan menuju meja kerjanya, kepala dan matanya sudah sangat berat sekali rasanya.

Satria mengurungkan dirinya untuk membuka laptop, berjalan ke dapur untuk membuat teh jahe. Sudah bertahun-tahun tinggal sendirian membuatnya mengerti seberapa kapasitas fisik dan psikisnya, sudah dari pendidikan S1 hingga sekarang yang terhitung 10 tahun.

"Kelas besok offline atau online ya pak?"

"Sudah baca hasil evaluasi pengajaran?"

"Senin minggu depan ada rapat." Dan beberapa pesan lain.

Lelaki itu mengurut keningnya melihat batapa banyak pesan yang masuk, dia akan membalas apa yang sangat perlu di balas saat itu juga. Lalu kembali menikmati teh jahe hangat buatannya, sampai tersentak dengan ketukan keras dari pintu.

Dengan sedikit terburu-buru Satria berjalan ke arah pintu, yang mana terdengar sudah tidak biasa sekali ketukannya,"Iya." 

Begitu di buka terlihat salah satu warga yang menjadi karyawannya, tengah memasang wajah panik,"Mas, dari tadi nggak ada jawaban, saya jadi panik."

Satria tertawa dengan sungkan,"Maaf, tadi di belakang, buat teh pak." lelaki itu menunjukkan gesture mempersilahkan lawan bicaranya untuk masuk.

Satria tidak langsung duduk, dia mengambil teh dan menyuguhkannya,"Terima kasih, ini laporan hari ini mas."

"Makasih pak." Dia mengambil lembaran-lembaran yang diberikan, dan turut duduk di sofa.

"Kayaknya mas Satria kurang sehat." Satria menoleh, menatap lelaki paruh baya di hadapannya dan tersenyum kecil.

"Sedikit kok pak, besok juga sembuh." Kembali melihat lembaran di tangannya.

Satria mengangguk paham, meletakkan laporannya di meja dan menatap lelaki di hadapannya lagi dengan wajah ramah,"Oke, terimakasih sekali lagi pak."

"Saya pulang dulu mas, kabarin kalau ada apa-apa, mas kan sendirian di rumah." Satria mengantar hingga depan rumahnya.

"Iya pak, terima kasih." Lelaki itu tersenyum menatap punggung yang semakin menjauh, yang dia suka di lingkungan ini adalah kekeluargaanya, meskipun Satria tidak memiliki hubungan darah tapi mereka begitu perduli.

Berbeda sekali rasanya dengan di rumah keluarganya, hubungan keluarga Satria tidaklah buruk, lebih ke hambar karena sibuk dengan dunia masing-masing. Satria di asuh oleh pengasuh sedangkan kedua orang tuanya kerja, bahkan sifat pendiam dan sulit bersosialisasi sudah ada sejak lelaki itu kecil, karena kegiatannya hanya di rumah dan bermain sendirian dalam pengawasan pengasuh.

Dan setelah menginjakkan kaki di beberapa desa ketika pengabdian, melihat bagaimana hangatnya interaksi warga, lelaki itu memiliki keinginan untuk suatu saat tinggal di tengah-tengahnya dan memiliki bisnis sesuai dengan bidangnya. Bertahun-tahun sampai akhirnya Satria memutuskan membeli sebidang tanah di kampung ini, dan beberapa tahun kemudian memutuskan tinggal, sepertinya dia terlalu fokus dengan itu sampai lupa dengan percintaannya.

'Selamat malam anak mama yang sudah 2 minggu tak terdengar kabarnya.' Satria menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan dari sang Mama.

Memang sudah dua minggu ya dari terakhir kali dia memberi kabar?,'Malam ma'

'Sehat nak?'

Sedikit berfikir, lalu meminum tehnya dan membalas,'Lumayan.'

'Oke, besok istirahat aja.' 

'Iya.' Singkat, padat dan jelas.

Lelaki itu sejenak berfikir, kembali mengambil teh jahe dan duduk di ruang kerjanya, membuka laptop untuk melihat evaluasi pengajaran. Dia mencoba memahami, dan membuat mind mapping untuk evaluasi dan perbaikannya.

Dia pikir tidak apa-apa satu jam saja untuk menyicil beberapa pekerjaan, dan mempersiapkan beberapa bahan ajar untuk minggu depan. 

"Masih jam 8." Satria memang bergegas membersihkan diri, tetapi kegiatannya justru keterusan hingga mencuci cangkir dan teko bekas pembuatan teh nya.

Menata barang-barang itu dengan rapi, sesuai warna dan jenisnya supaya enak dalam pandangan Satria, setelah semuanya selesai barulah lelaki itu merasa tenang untuk tidur.

Dia sempat membuka beranda WhatsApp sebelum tidur, melihat status Arya yang menunjukkan chat antara anak itu dan kakaknya, terlihat sekali kakaknya sedang mengomel karena Imeng sering lari dari rumah dan tak kunjung kembali.

Lelaki itu sedikit tertawa melihat kedekatan kakak-adik itu, lucu sekali antara karakter Arya yang suka menggoda dan Meta yang memiliki kesabaran tipis untuk adiknya.

BERSAMBUNG...
Akhirnya bisa up juga 😌 Minggu kemarin up draft cerita Bersama aja, aku bener-bener nggak nulis.
Ayo di ramein yuk nih cerita...

Flower Romance [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang