08

9 3 0
                                    

“Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!
Bismillahirrahmanirrahim..”

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ مُحَمَّدٍ{◆}

Afifah mengerjapkan matanya, ia menggeliat saat merasakan sesuatu mendekap tubuhnya. Ia buka matanya dan...

"Um—" Afifah langsung menutup kembali mulutnya begitu menyadari siapa yang memeluknya sambil tertidur itu. "Kak Ryan...?" Gumamnya.

Afifah terus mengerjapkan matanya memastikan apa yang ia lihat asli dan buka halusinasi. Saat yakin apa yang ada di hadapannya benar-benar nyata, ia beralih menatap jam dinding yang memang akan bersinar dalam kegelapan sudah menunjukkan pukul tiga dini hari.

"Astagfirullah... bagaimana ini? Afifah harus sekolah..."

Afifah terlihat bingung, ia tidak mungkin membangunkan suaminya sepagi ini. Di bangunkan waktu subuh saja suaminya itu harus diceramahi dulu apa lagi jika di bangunkan dini hari seperti ini, bisa-bisa sampai mulut berbusah barulah ia akan bangun.

Akhirnya, Afifah memutuskan untuk membiarkan suaminya dalam posisi nyamannya. "Ma... Pangeran rindu... ma... jangan pernah melepas pelukan mama... Pangeran... ingin... terus mama peluk..."

"Mama jangan berubah..." Tetesan air mata mengalir sedikit demi sedikit dari matanya yang masih terpejam.

Afifah tertegun mendengarnya. "Kak... Afifah ada disini..." Ucapnya. Tangannya bergerak mengelus lembut kepala Ryan.

"Pangeran sayang mama..." Ryan mulai tenang. Getaran yang semula terasa dari dirinya kini sudah mereda.

Afifah menghela nafas lega melihat Ryan mulai tenang. Sekarang ia bingung, bagaimana caranya lepas dari Ryan sementara Ryan terus memeluknya? Apakah ia harus meminta ijin untuk tidak sekolah lagi? Yang benar saja!

Ryan pria itu perlahan membuka matanya, setelah merasakan usapan lembut pada kepalanya. Saat matanya terbuka sempurna ia langsung mendapati sosok Afifah yang sedang tertidur dengan tangannya yang bergerak mengusap kepalanya.

"Astaga... gue buat lo nggak bisa bangun ya?" Ryan melepas pelan pelukannya. "Maafin gue dan makasih... lo... orang baik Hima..." Ryan menatap Afifah yang masih tertidur.

Ryan meraih ponselnya yang ia letakkan diatas nakas. "Lah! Udah jam lima, Hima! Bangun lo sekolah 'kan hari ini?!" Ryan membangunkan Afifah.

Afifah mengerjapkan matanya. "Kakak udah bangun...?"

Ryan mengangguk, "gue gak aneh-aneh 'kan pas gue tidur?" Tanya Ryan. "Gue tau pasti awalnya lo udah bangunkan? Gue peluk lo makanya lo nggak bangun, iya 'kan?"

Afifah mengangguk. "Enggak kok kak, terima kasih sudah menghormati Afifah ya..."

"Gue bukan bermaksud menghormati lo, gue cuman gak mau punya anak dari cewek yang nggak gue cintai. Lo emang cantik gue akui itu, lo juga menawan dan kalau boleh jujur lo menggoda meski lo diem, tapi gue tetap nggak akan nyentuh lo sebelum perasaan itu tumbuh dihati gue."

"Kakak... pernah suka sama orang lain?"

"Itu bukan urusan lo." Jawab Ryan. "Gue keluar, lo cepetan mandi gue antar lo ke sekolah. Oh ya, sekolah belum tahu lo udah nikah 'kan? Jangan sampai mereka tau. Gue gak mau punya istri yang putus sekolah secara tidak terhormat."

Afifah terdiam. Ia mengerti apa yang suaminya katakan bukan hal buruk, tetapi pengakuannya tentang tidak memiliki perasaan terhadap dirinya itu benar-benar membuatnya sedikit merasa sedih. Sedikit saja.

My Home Is My HeavenWhere stories live. Discover now