Chapter 17- [ Bukan Cemara ]

129 70 2
                                    

"Kapan-kapan ketemu ya, Aka kangen."
~ To my Mom's, Marka Darindra ~

...

Happy Reading!

Sepulang mengantarkan Sofia dan Maya ke rumah mereka, Marka langsung membersihkan diri dan memakai bajunya. Kemudian, Ia langsung bergegas turun ke bawah untuk makan malam bersama sang keluarga yang memang sudah menunggu di meja makan. Marka datang pukul 07.40 malam hari, sementara ayahnya sudah meminta ia pulang satu jam sebelum itu. Akibatnya, kini ia harus menghadapi amarah sang Ayah.

"Abis dari mana kamu?" Pradika melihat ke arah Marka "Masih berani nongkrong sama temen-temen kamu yang gak berguna itu!?"

Marka yang baru saja duduk langsung menjawab pertanyaan ayahnya, "Apaan sih, Pa? Kenapa selalu bawa mereka kalau lagi marahin Aka?"

"Karena Mereka bawa pengaruh buruk! Ingat Ka, kamu akan papa kirim lagi ke Amerika kalau masih berani ikut-ikutan sama mereka!"

"Aka gak ketemu ENJ pa, Aka cuma nemenin Sofia" jujurnya berusaha menjelaskan situasi.

Namun, Jelina tiba-tiba mengompori sang Ayah, "Oh pantesan pa, ternyata kak Aka lagi berduaan sama cewek gak punya sopan santun waktu itu."

"Jaga ya mulut lo! Lo yang gak punya sopan santun!" Bentak Marka dengan tegas, bahkan suaranya ia tinggikan.

"Marka!" Ayahnya berteriak "Kan papa udah bilang sama kalian berdua, jangan suka berantem. Udah sama-sama dewasa kan?" Lanjutnya.

Marka menatap sinis Jelina. "Gak ada yang berantem, cuma anak kesayangan papa aja lebay!" Marka menekankan tiap kata yang ia keluarkan, kemudian ia melihat Pradika yang tak menatap dirinya sama sekali.

"CUKUP MARKA!"

Kali ini Pradika benar-benar marah.

Marka tersenyum singkat sambil menggigit bibir bawahnya singkat, ia mencoba meredam amarah "Bagus, papa memang gak pernah ada di pihak aku, papa selalu belain mereka" Ditunjuknya Jelina dan Elliana bergantian.

"Hebat ya, Pa. Aku udah berusaha jadi yang papa mau. Aku udah perlakuin Jelin layaknya seorang adik, anggep orang yang ngerusak rumah tangga kita sebagai ibu dan bersikap seolah keluarga kita ini gak punya kekurangan." Ia memelas, rasanya berlebihan namun Marka terlanjur rapuh untuk terus berpura-pura.

"Tapi papa, Papa malah perlakuin aku semaunya, gak pernah mau dengerin Aka. Malah, sekarang aku ngerasa aku yang anak tiri disini" ucapnya sebelum ia beranjak dari sana tanpa lagi mengucapkan satu patah kata, ia cukup di buat sakit hati oleh sang Ayah.

Sulit memang, menjelaskan suatu hal dengan orang egois, mereka selalu menuntut dunia berjalan seperti apa yang diinginkannya. Pernah kah terbesit di hati Pradika selama ini, tentang kebahagiaan Marka? Mungkin tidak, ayahnya hanya menginginkan takdir berjalan seperti kehendaknya.

"Dasar anak kurang ajar!" Pradika menampar kerasa meja di depannya sampai gelas air tumpah.

Eliana mendekatinya lalu memegang tangan Pradika. "Jangan emosi Pa, Marka mungkin lagi capek."

"Entah kapan Marka mau menjauhi teman-temannya itu Ma, papa khawatir Marka kenapa-kenapa seperti Arezz" kata Pradika.

Kekhawatiran itu bukan datang karena kasih sayang seorang ayah kepada putranya, melainkan takut akan posisi Marka sebagai seorang waris dalam masalah.

ENJ MARKAWhere stories live. Discover now