27. KHAWATIR

46 3 0
                                    

Dengan memegang kertas kecil itu, Zidan berjalan menuju dapur dan membuktikan kalau kertas itu tidak berbohong.

Zidan membuka tudung saji secara perlahan dan benar saja disana ada susu yang masih hangat, ada sereal, dan roti bakar.

Zidan duduk menatap semua makanan itu. "Kenapa sih peduli?" gumam Zidan.

***

Nana duduk di kelas, jam pelajaran pertama sudah di mulai. Nana tiba-tiba kepikiran tentang makanan di meja makan, apakah Zidan sudah memakannya?

Nana tak tahu kenapa masih memiliki rasa peduli pada cowok itu. Padahal Zidan bukan anak kecil yang tak tahu untuk memesan bahkan membuat makanan sendiri di dapur.

Ting!

(Kak Zidan)
Makasih makanannya.

Sebuah pesan masuk di handphone Nana. Dia segera mengeluarkan handphone miliknya dari laci meja, melihat siapa yang mengirimkan dirinya pesan.

Nana tersenyum setelah membaca pesan itu. Dia senang kalau makanan yang dia buat tadi sudah Zidan makan.

Nana kembali memasukkan handphone miliknya ke laci meja, dia sama sekali tak membalas pesan singkat itu.

"Kalau makan siang, Kak Zidan makan apa dong?" Batin Nana.

***

Sore ini Nana Kembali pulang di antar Erland. Mereka tak kemana mana malam ini.

Nana mengintip di pos jaga, di sana sudah ada pak Tejo yang sedang tertidur. Nana Kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah.

Nana naik ke kamar untuk segera mengganti seragamnya, namun disana tak ada Zidan. Nana tak tahu kemana Zidan pergi saat ini, dia juga enggan untuk bertanya lewat chat.

"Pak Tejo, kak Zidan mana?" teriak Nana dari jendela.

"Katanya pergi ziarah kubur tadi."

Mendengar jawaban itu, Nana kembali menutup jendela dan Kembali melanjutkan aktivitasnya. Malam ini dia yang akan masak nasi goreng untuk makan malam, karena di dapur juga banyak bahan makanan yang tersedia, hitung hitung belajar masak. Karena, Nana bukan mamanya atau kak Vina yang sudah sangat handal dalam bidang masak.

***

21:00

Nana melihat ke arah jendela, malam ini hujan begitu deras.  Suara gemuruh petir saling bergandengan tak ada putusnya.

"Kak Zidan kok ga pulang? Nasi goreng nya kan dingin jadinya," batin Nana kembali menutup gorden.

Setelah membuat secangkir teh hangat, Nana pergi ke depan televisi untuk melihat beberapa acara tv. "Kok khawatir yah?" batinnya.

Nana terus memikirkan Zidan yang hingga saat ini belum juga kembali. Katanya hanya ziarah kubur, tapi kenapa hingga malam belum juga pulang.

Nana mau menelfon Zidan, tapi gengsinya masih terlalu tinggi saat ini. Dia juga berfikir jika Zidan bukan bayi yang tak tahu arah pulang. Dan jika memang ada apa apa, pastinya Zidan menelfon kan? Setidaknya pak Tejo yang dia telfon.

Duarrrrr

Syerrrrr

Suara petir kini membangunkan seorang gadis yang tertidur di sofa ruang tengah. Nana dengan cepat membuka matanya, melihat sekeliling . Dia tak tahu kapan dia tertidur dalam kondisi televisi yang masih menyala.

Nana melirik jam dinding, ternyata sekarang sudah pukul 1 dini hari tapi apakah Zidan belum kembali juga?

Nana kembali mengintip ke jendela setelah mematikan televisi. Nana melihat secara saksama mematikan mobil di depan adalah milik Zidan.

Detik berikutnya Nana segera naik ke atas, untuk segera tidur di kamarnya. Rasanya sangat dingin sekali, dia mau masuk ke dalam selimut.

Kiekkk

Pintu terbuka secara perlahan, Nana heran saat mendapat kondisi kamar yang sepi, dan tak ada Zidan disana.

Nana berjalan ke arah WC saat mendengar suara air yang mengalir. "Kak Zidan di dalam?" panggil Nana mengetuk pintu secara perlahan.

"Kak? Kakak mandi?" ucap Nana lagi, tapi tak ada yang menjawab perkataannya.

Nana mencoba membuka pintu, dia takut jika Zidan kenapa kenapa didalam. "Moga aja didalam kak Zidan ga telanjang," batin Nana saat membuka pintu yang tak terkunci.

"ASTAGA KAK, INI JAM 1 PAGI. DILUAR HUJAN, CUACA DINGIN KENAPA BERDIRI DI BAWAH SHOWER? KAKAK GILA?"

Nana segera mematikan shower itu, menatap cowok itu terlihat seperti lemas.

Zidan menatap gadis yang berdiri di depannya. "Ya gua gila, kenapa?"

"Apasih kak? Ayo keluar," ucap Nana menarik tangan Zidan. Tapi cowok itu melepaskan genggaman Nana dengan kasar.

"Kak benar benar gila yah, mandi jam 1 di cuaca dingin. Mau demam apa?"

"IYAH, GUA GILA SEMUA NINGGALIN GUA. MAMA, PAPA, OMAH, DAN LO. LO JUGA MAU KAN NINGGALIN GUA? YAUDAH BUAT APA GUA HIDUP? BIARIN GUA MATI AJA."

Nana masih diam menatap Zidan.

"LEBIH GILANYA LAGI, GUA JATUH CINTA SAMA LO! GUA UDAH BERUSAHA UNTUK MENGHILANGKAN ITU, TAPI SEMAKIN GUA COBA, SEMAKIN GUA JATUH CINTA!"

"GUA TAHU, INI ADALAH SEBUAH KESALAHAN BESAR KARENA JATUH CINTA PADA SESEORANG YANG GA MUNGKIN JADI MILIK GUA. JADI TOLONG BERI GUA ALASAN UNTUK BENCI SAMA LO!"

Dada Nana rasanya sesak mendengar semua ini.

"JADI TOLONG TINGGALIN GUA SENDIRI!"

TCINGGGG

Zidan memukul rak kaca di samping kanannya, membuat semuanya berjatuhan. Kepingan kaca ada dimana-mana.

Nana melihat ke bawah, banyak sekali kepingan kaca. Nana sedikit mundur naumn - "Sttt, aww-" Nana menjerit kesakitan saat sebuah kepingan kaca kini menancap di kakinya.

Zidan yang masih berdiri di depan Nana sontak segera memegang Nana. "Kena kaca?" tanya Zidan.

"Aduh sakit banget, masuk ke dalam kacanya," ucap Nana merintih kesakitan.

Zidan dengan cepat mengangkat Nana keluar dari WC, karena Nana tak mungkin untuk berjalan sendiri dengan kondisi kaki seperti ini.

Zidan segera meletakkan Nana di kasur, dan berlari mengambil kotak p3k. Nana tak kuat untuk terus menatap telapak kakinya yang kini berlumuran darah.

Zidan kembali dengan membawa kotak p3k di tangan kakaknya. Zidan berlutut dan segera mencabut kepingan itu. "Tahan yah," ucap Zidan.

"AWWW."

"Udah kebuka."

Zidan meraih obat merah dan perbah putih setelah membersihkan darah di kaki Nana.

Nana diam menatap Zidan yang berusaha untuk mengobati kakinya. Padahal sekarang punggung tangan Zidan juga sedang berdarah, tapi Zidan lebih mendahulukan Nana saat ini.

"Udah," ucap Zidan.

Nana menarik tangan Zidan dan menyuruhnya duduk di sampingnya. "Biar Nana obatin tangannya," ucap Nana meraih kembali obat merah itu.

Namun, belum sempat Nana membersihkan darah itu, Zidan dengan cepat menarik tangannya dari genggaman Nana.

"Ga usah, besok juga sembuh kok."
















See you next chapter.
Ga tau mau bilang apa, heheh pokoknya sepanjang part aku hanya mau bilang aja sih happy reading guys.

Aku sayang banget sama kalian, lop all.

Mendadak Merrried [TERBIT]✔️Where stories live. Discover now