25.BENCI?

60 3 0
                                    

Semua sudah berdiri tepat di depan peristirahatan terakhir omah Dewi. Di sebuah nisan kini sudah bertuliskan namanya. Semua berbaju hitam polos, seranak kerabat, teman, tetangga, kini datang menyaksikan pemakaman itu.

Suasana ramai, tapi hanya suara tangisan saja yang terdengar. Nana berdiri tepat di depan makam berdampingan dengan Zidan.

"Terimakasih sudah datang semua, malam nanti akan ada pengajian dimohon kehadirannya. Akan di laksanakan 3 malam kedepan," ucap Zidan kepada semua orang itu.

Satu persatu, sudah pergi dari sana. Meninggalkan TPU, tapi Nana dan Zidan masih tetap berdiri di tempatnya.

Nana menoleh saat mendengar beberapa langkah kaki. "Sayang?" ucap Nana berlari ke arah Erland.

Beberapa teman Nana kini sudah datang, mereka terlambat karena sekolah baru usai.

Zidan terpaksa harus menyaksikan pemandangan tak enak itu. Melihat Nana berpelukan dengan Erland sungguh terasa sangat sakit. Dia tahu seharusnya dia tidak cemburu, tapi Nana sudah terlanjur membuatnya jatuh cinta saat itu.

"Yang sabar yah Na, kami turut berdukacita," ucap Jihan mengelus punggung Nana.

"Kak Zidan duluan aja. Nana pulang sama Erland," ucap Nana menoleh ke Zidan yang masih menetap di tempatnya.

"Iyah."

***

Nana tiba tepat di depan gerbang, di antar oleh pacarnya. Ada sebuah mobil yang sangat familiar di mata Nana, apakah mamanya sudah tiba di Indonesia?

Nana turun dan segera melepaskan helem yang terpasang di kepalanya. "Kamu ga masuk?" tanya Nana.

Terlihat Yunita kini keluar dari pintu, dengan wajah terlihat memerah. Yunita berjalan menuju ke Nana dan Erland di gerbang.

Yunita dengan keras menarik tangan anak gadisnya itu, yang membuat Nana menjerit kesakitan. "APA APAAN INI NANA?"

"Ma, sakit."

Yunita menatap Erland dengan tajam dan berjalan mendekat. "Kamu tahukan anak saya sudah menikah, anak saya sekarang milik orang. Kenapa masih sama dia? Yang jelas jelas, laki laki itu lebih pantas daripada kamu."

"MAMA GA MUNGKIN LUPA DENGAN PERJANJIAN ITU!" bentak Nana.

Yunita berbalik menatap Nana. "Mama ingat sekali, tapi sekarang kondisinya lagi ramai. Orang orang akan bertanya jika kamu seperti ini. Apa yang akan mama jawab? Mama mau bilang kalau dia pacar kamu?"

"Setidaknya kamu menghargai Zidan selaku suami kamu."

Nana memalingkan wajahnya tak mau menatap Yunita.

"Sekarang masuk! Mama tunggu di dalam."

Yunita kini berlalu meninggalkan mereka berdua.

Nana mendekat sedikit ke Erland. "Kamu ga marah kan mama ngomong gitu?"

Erland tersenyum dan mencubit pipi Nana. "Ga, udah biasa di gituin."

"Kamu malam nanti datang yah."

"Iyah, nanti aku datang sama anak anak."

"Nggak usah sedih lagi yah," ucap Erland sebelum dia benar-benar pergi dari sana.

"Love you."

***

20:00

Semua sudah berdatangan, rumah kediaman Zidan kini sudah ramai. Pengajian malam ini sudah dimulai, dengan pak ustadz yang memimpin pembacaan surah Yasin.

Lagi lagi Yunita geram dengan kelakuan anaknya. Nana duduk bersebelahan dengan Erland dan beberapa temannya, sedangkan Zidan jauh dari jangkau Nana.

Yunita beranjak dari duduknya dan menarik Nana keluar rumah. Genggaman Yunita begitu keras, Nana lagi lagi kesakitan atas hal itu.

"Mama sakit."

"Kamu ini bikin darah mama naik aja. Kenapa sama Erland? Hah? Suami kamu Zidan, bukan dia. Di dalam banyak tamu, kalau mereka nanya? Kamu ga mikirin kehormatan keluarga kita?"

"Ga papa ma," Zidan datang menghampiri keduanya. Nana hanya terdiam dia seperti malas untuk berdebat malam ini.

"Tapi Zidan, itu ga baik."

"Mama di panggil sama pak ustadz, katanya ada yang mau di bicarakan," ucap Zidan lagi.

Yunita berlalu meninggalkan mereka berdua disana.

Nana masih di tempat, sama sekali tak menatap ke arah Zidan. Detik berikutnya Nana berlalu pergi tanpa mengajak Zidan bersamanya.

Zidan mengeluarkan handphone miliknya, dan mulai berbicara. Entah siapa yang dia telfon malam ini.

***

Nana duduk di kamar, menatap cincin yang masih tersemat di jari manisnya. Terjebak dalam situasi ini sungguh mimpi buruk bagi Nana. Dia sangat marah besar pada kakaknya, kalau memang tak setuju untuk menerima perjodohan ini, seharusnya Vina mengatakan itu. Kenapa harus di detik-detik terakhir Vina harus lari dan meninggalkan semua ini, dan membuat hidup Nana hancur karena harus menggantikaannya di pelaminan untuk menutupi semua.

Situasi ini sungguh tak pernah ada di bayangkan oleh gadis itu. Dia memang memimpikan sebuah pernikahan, tapi bukan seperti ini. Bukan sama orang yang sama sekali dia tak mengenalnya sebelumnya.

"Gua ga lupa kok sama perjanjian kita, jadi tenang aja itu akan terjadi. Tapi, sesuai di dalam surat kalau gua akan lepasin lo Setelah 3 bulan menikah."

Keheningan Nana dipecahkan oleh suara Zidan. Nana melihat dari sudut matanya, menatap pria berbadan tinggi itu. "Bagus kalau gitu, Nana udah ga kuat make cincin ini," balas Nana.

Mendengar perkataan Nana, Zidan malah tersenyum. Karena dengan Nana kasar seperti ini, dia punya alasan untuk melupakan gadis itu.

"Maaf kalau gua udah buat mimpi buruk dalam hidup Lo," ucap Zidan lagi.

"Ini bukan mimpi buruk, tapi mimpi yang sangat buruk. Sesuatu yang ga pernah Nana bayangkan akan terjadi di hidup Nana," tekan Nana.

"Sekarang kak Zidan pergi deh, Nana mau tidur," ucap Nana membaringkan tubuhnya di kasur.

"Ok."

***

3 hari Nana tak masuk sekolah, dia izin berduka pada guru. Begitupun Zidan yang tak pernah masuk kerja.

Yunita sudah kembali lagi ke Belanda setelah malam ketiga pengajian itu. Dia tidak bisa berlama-lama di Indonesia, karena dia harus mengontrol pekerjaannya di Belanda.

Hari ini tak ada aktivitas yang sangat menarik untuk Nana lakukan. Dia hanya duduk termenung saja di ruang tamu. Mau keluar jalan sama Erland, tapi dia masih sekolah. Jadi Nana harus menunggu setelah Erland kembali dari sekolah.

(Bby💕)
Sayang, aku udah keluar kelas. Tunggu ya aku jemput.

Setelah membaca pesan itu, Nana berlari untuk mengganti pakaiannya. Agar nanti Erland tak menunggunya di luar.

Nana hanya mengganti pakaian kaosnya ke sebuah Hoodie, dan celana panjang nya ke  rok selutut.

"Mau ke mana?" tanya Zidan saat melihat Nana begitu rapi.

"Mau keluar sama Erland. Kenapa? Mau larang juga kayak mama?" Ketus Nana.

"Nanya aja."

Nana menghela panjang dan kini segera turun ke bawah untuk menunggu pacarnya.









See you next chapter guys
Jangan lupa vote and follow yachhh

Mendadak Merrried [TERBIT]✔️Where stories live. Discover now