61. Berpihak

Beginne am Anfang
                                    

"Saya ...." Siapa yang harus kupilih? Jika menilai dari novel, tentu saja aku tidak akan memilih salah satu dari mereka. Bahkan jika diperbolehkan, aku tidak mau memilih. Aku ingin tetap berada di pihak Archer yang netral terhadap suksesi takhta.

Akan tetapi, ada satu hal yang membuatku harus segera memilih antara Kai atau Alioth. Di masa depan, Archer akan goyah. Ini dikarenakan pemerintahan raja yang baru saja dinobatkan sangatlah tidak kompeten. Setelah persaingan kedua pangeran, raja meninggal dunia karena penyakit misterius. Secara otomatis, pangeran yang memenangkan persaingan akan naik takhta dan menjadi Raja Adria.

Alur tak terduga dari kenaikan Raja Adria yang baru yaitu, raja tidak bisa melindungi kerajaannya. Kerajaan Adria terlibat dalam peperangan dengan kerajaan lain. Militer Adria melemah, tembok pembatas antara kedua negara roboh, dan para ksatria melemah karena hidup mereka tak sejahtera. Hal inilah yang membuat kerajaan musuh menargetkan Adria dan menyatakan perang, mengambil sebuah kesempatan dari kesempitan.

Dalam peperangan itu, ibu kota Avarel yang seharusnya menjadi ibu kota yang paling sibuk karena menemukan seluruh titik perdagangan dan pelayaran, menjadi medan pedang. Kediaman Archer runtuh, kedua bangsawan yang mengapit Archer ikut jatuh. Archer di ambang kehancuran ketika pangeran yang lain akhirnya menurunkan raja dari takhta, dan memperbaiki Adria dari kehancuran secara perlahan.

Aku mengembuskan napas, lalu menatap Kai.

"Saya memilih Anda," jawabku.

Kedua mata Kai membulat dalam satu detik. Kilauan tiba-tiba tebersit pada hijaunya kedua manik itu, menjadi lebih bersinar, dan cerah. Segala kepicikan miliknya, yang aku yakini bahwa telah bersemayam lama sekali dalam visinya, seolah lenyap. Kai de Adria, kelihatan seperti manusia biasa yang tengah berbahagia saat aku akhirnya mengatakan jawabanku.

Kai de Adria di dalam novel, akan memperbaiki Kerajaan Adria setelah Alioth de Adria menghancurkannya. Dalam proses penghancuran itu, Archer akan menjadi korban. Dan Archer itu termasuk aku. Saat ini, seluruh anggota keluarga Archer bertahan hidup, dan melindungi mereka dari kejinya peperangan adalah prioritasku saat ini.

"Terima kasih, Tuan Kelith." Kai tersenyum tulus. Jika dia tersenyum seperti ini terus, dia akan kelihatan menawan. "Aku senang karena kamu memilihku untuk berpihak."

"Saya hanya menilai. Anda sendiri yang menuntun saya."

Kai terkekeh. "Jika kamu bicara seperti itu, aku merasa lebih senang karena aku berhasil meraih hatimu itu."

Aku menahan diri untuk tidak memutar bola mataku, lalu menunjukkan senyum terpaksa. Aku padahal ingin menghindari orang ini sebisa mungkin, tapi demi bertahan hidup, supaya Archer tak runtuh, aku terpaksa harus memilih satu di antara dua. Dan pilihanku jatuh pada Kai karena dia akan menjadi pemimpin yang baik, lebih baik dari Alioth setidaknya.

"Jadi, apa yang akan Anda lakukan selanjutnya? Saya berpikir saat ini, Anda harus kembali ke ruangan Anda sebelum fajar tiba, sebelum para pelayan akhirnya menemukan bahwa Anda menyelinap keluar dari masa kurungan Anda." Aku melirik ke luar jendela. Di mana pada akhirnya, semburat samar cahaya oranye telah naik ke permukaan.

Kai mengikuti arah pandangku, lalu mengangguk skeptis. "Kamu benar, Tuan Kelith. Aku harus segera kembali sebelum masa kurunganku semakin diperpanjang."

Kai lalu menatapku dan kami membuat kontak mata. Entah mengapa, dia kelihatan benar-benar tulus saat ini, seolah sisinya yang tak manusiawi karena keinginan duniawi yang keji itu, tak lagi memonopoli hati dan dunianya.

"Aku memiliki satu rencana untuk dilakukan, Tuan Kelith. Apa kamu bersedia mendengarkannya?"

"Apa itu?"

"Adikku pasti memintamu untuk meringankan hukumanku, bukan?"

Aku mengangguk. Kai benar-benar mengerti Alioth sehingga dia bahkan bisa tahu jalan pemikiran adiknya.

"Tuan Kelith." Suara Kai lembut, tapi serius. Melodinya yang tenang akhirnya menelusupi gendang telingaku, hingga aku pun mengerutkan dahi saat mendengar kalimat yajg terucap dari bibirnya, "Hukum aku dengan berat setelah membuatmu terluka di pesta adikku."

Dengan kerutan di dahi, aku bertanya, "Mengapa itu, Yang Mulia? Bukankah lebih baik jika hukuman Anda diringankan?"

"Tidak." Kai menggeleng. "Tidak baik untuk berjalan di atas telapak tangan adikku setelah kamu memilih untuk berpihak padaku. Jika kamu berjalan di atas telapak tangan adikku, lalu mengikuti segala permintaannya, maka sama saja seolah kamu tengah menjatuhkan aku."

Aku tersenyum paksa. Permainan takhta itu sulit dimengerti. Aku bahkan masih belum memahami apa yang Kai maksud dengan menjatuhkan Kai jika aku meringankan hukumannya.

"Biar opini di kemudian hari yang menjelaskan keherananmu, Tuan Kelith."

Kai berdiri dari posisi duduknya. Tangan kanannya lalu meraih lentera di atas meja dan meniup lilinnya yang berpijar. Ruangan gelap gulita dalam satu detik. Asap tipisnya mengepul keluar dari kaca tebal lentera. Dalam kegelapan ini, kami berdua membuat kontak mata.

"Ingat, hukum aku seberat mungkin, Tuan Kelith. Kalau begitu, silakan beristirahat sampai pelayan datang untuk melakukan pekerjaannya."

Tanpa menoleh lagi, Kai beranjak dari tempatnya. Sama seperti saat Kai berkunjung, langkah kakinya halus dan tipis. Aku tidak menyadari jika dia sudah keluar dari ruangan setelah pintu kamar menutup rapat, menyisakan keheningan yang mendalam.

***

Kai itu ga terlalu buruk, menurutku 😅

4/4/23

Suddenly, I Became the Hero's FatherWo Geschichten leben. Entdecke jetzt