59. Kecelakaan

1.7K 337 78
                                    

Pelajaran untukku hari ini. Toleransiku terhadap alkohol itu sangat-sangat buruk. Jadi, jangan coba-coba untuk menyentuhnya lagi di masa depan.

Barusan aku sudah menghabiskan jus jerukku dan pelayan menyajikan gelas lain padaku. Aku tidak mengira minuman itu mengandung alkohol karena warnanya yang polos dan ceria, mirip dengan minuman anak-anak. Tidak kusangka, bahkan dalam satu tegukan saja, aku sudah merasa sempoyongan.

Dillian panik melihatku mabuk hanya dengan satu tegukan minuman yang tentu saja hanya mengandung sedikit alkohol. Dia lalu berniat untuk membawaku ke ruang istirahat, tapi aku tidak berpikir begitu. Jika aku dikurung di dalam ruangan, hanya akan membuatku merasa semakin pusing. Makanya aku saat ini meminta Dillian untuk membawaku keluar untuk mencari udara segar.

Aku menyangga tubuhku di tembok pembatas balkon di lantai dua aula pesta.

Ini menyedihkan jika mabuk hanya dengan satu tegukan alkohol berkandungan rendah. Mungkin saja karena aku tidak pernah menyentuh alkohol di kehidupan sebelumnya atau karena tubuh Kelith saja yang tidak bisa minum, atau keduanya, sampai-sampai aku merasa separah ini hanya karena sedikit asupan alkohol.

Dillian sudah berlari keluar balkon, katanya dia akan meminta air putih dan teh yang bisa meredakan hangover. Dia bilang dia akan cepat, aku percaya saat menilai betapa cepatnya dia berlari. Dan kini aku sendirian di balkon.

Setelah mendapatkan udara segara dan kesiur angin malam yang menyejukkan, aku setidaknya bisa berpikir dengan agak jernih. Kepalaku awalnya terasa berat dan berputar, tapi saat ini sudah agak mendingan. Untunglah pandanganku tidak berkunang-kunang, dan aku merasa sedikit lebih segar di sini.

Aku lalu mendengar suara pintu balkon yang terbuka. Mungkin itu Dillian, makanya aku segera berbalik.

"Ian, kamu kembali?"

Dan aku memotong kalimatku sendiri saat melihat bahwa bukan Dillian yang ada di hadapanku. Melainkan, orang kedua yang sangat ingin aku hindari rupanya kini berada di hadapanku. Orang pertamanya adalah putra mahkota, sementara orang keduanya adalah adiknya, Alioth.

"Oh, maafkan aku. Kupikir tidak ada siapa pun di sini," tutur Alioth dengan suara lembut. Dia bahkan tersenyum dengan begitu ramahnya padaku.

Alioth de Adria. Pangeran kedua Kerajaan Adria. Dia memiliki rambut perak yang memiliki tone serupa dengan Kai. Bisa dipastikan jika warna rambut keduanya adalah turunan dari Raja Andreas, berbeda dengan Ratu Helena yang memiliki rambut berwarna hitam. Tidak seperti Kai yang mempunyai iris mata berwarna hijau, kedua mata Alioth berwarna ungu lembut. Fitur wajahnya lebih halus dibandingkan Kai, dan dia memiliki tahi lalat seperti Kai, tetapi Alioth memilikinya di dagu.

Ah, sedari tadi aku membandingkan Alioth dan Kai karena betapa identik keduanya apabila disandingkan. Padahal kenyataannya, mereka tidaklah kembar. Bahkan ibu keduanya berbeda.

"Yang Mulia," sapaku, aku agak membungkuk sebagai salam. "Bukan masalah. Jika Anda ingin mencari udara segar di sini, saya akan keluar."

"Tidak perlu." Alioth menutup pintu balkon kembali secara rapat. "Bagaimana jika kamu menemaniku di sini, Tuan Kelith?"

Menemani Alioth, berduaan saja ..., di sini? Perasaanku tidak enak. Tapi tentu saja menolak permintaan dari seorang keluarga kerajaan bukanlah tindakan yang sopan dan sangat kurang ajar. Terlebih, Alioth juga sepertinya tidak menerima penolakan, terbukti darinya yang menutup pintu balkon tanpa memedulikan pendapatku, dan langsung menghampiriku dengan langkah ringan.

"Apakah kamu sakit, Tuan Kelith? Wajahmu agak merah," ujar Alioth saat dia tepat berada di hadapanku. Dia menelisikku dengan sorot khawatirnya.

Kami lantas berdiri bersisian di dekat tembok pembatas balkon yang menampilkan langsung panorama taman kerajaan. Dan jauh di sana, ibu kota Adria berdiri. Lenteranya menyala dengan terang, membentuk titik-titik kecil dari kejauhan, mirip dengan cahaya kunang-kunang yang gemerlapan.

Suddenly, I Became the Hero's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang