36. Mimpi Dillian

2.9K 536 64
                                    

Sebenarnya, frasa menantang kematian itu cukup berlebihan. Aliran sungai yang deras memang bisa saja membuatku mati jika terus menyeretku sampai aku kehabisan napas, tetapi setelah ada Sora, seharusnya aku bisa baik-baik saja.

Sora tanpa diminta telah mengeluarkanku dari aliran sungai dengan kekuatan anginnya. Dia bahkan mengeringkan pakaianku dengan angin hangat.

Kutarik ucapanku, rupanya kekuatan roh angin ini memiliki banyak kegunaan walau memang untuk menggunakan kekuatan tersebut, harus membayarnya dengan energi kehidupanku. Jika saja aku punya kekuatan sihir, maka bisa meminimalisir luka dalam yang dihasilkan akibat menggunakan kekuatan roh. Namun menyesal pun tidak ada gunanya, aku saja yang kurang bisa menyimpulkan hal seperti ini di dalam novel pada awalnya.

"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Sora. Dia memutuskan untuk keluar dari permata biru dan membentuk angin puyuh di sisiku yang berputar kencang.

"Kembali ke grupku," ujarku, lalu mengambil langkah pertama. "Apakah kamu bisa bicara dengan alam seperti Pixy?"

"Sayangnya, tidak. Bicara dengan alam adalah sebuah kemampuan yang hanya dimiliki oleh Pixy walau kami bersaudara."

Sayangnya juga, aku buta arah. Untuk kembali ke grupku, aku bingung harus ke mana. Lagipula, aku juga tidak tahu aku berada di mana setelah Felix meneleportasiku. Aku sepertinya tidak memiliki pilihan lain selain berjalan tanpa arah, mengharap keajaiban.

"Sora," panggilku. Angin puyuh itu sedang melayang di sisiku.

"Apa?"

"Apa yang harus kulakukan jika energi kehidupanku habis?"

"Itu mudah," balas Sora. "Energi kehidupan, lebih singkatnya, adalah bagian dari kekuatan di dalam setiap tubuh manusia yang membantumu untuk terus beraktivitas. Jika kamu menggunakan kekuatan roh terlalu banyak, kamu sama saja seperti sedang kelelahan."

"Konsepnya sama seperti itu, rupanya?"

"Ya. Dan cara-cara supaya kau bisa mengisi ulang energi kehidupanmu kembali adalah dengan makan dan tidur yang cukup, serta hidup dengan bahagia."

"Hanya itu?"

"Jika kau sudah sering menghabiskan energi kehidupan karena terlalu banyak menggunakan kekuatan roh, kau bisa mati."

"Kamu bilang, jika aku terlalu sering, 'kan?"

"Ya."

Aku tersenyum. Maka, ini akan mudah. Selepas gelombang monster dituntaskan, tidak akan ada hal lain yang bisa mendorongku untuk terus menggunakan kekuatan roh lagi. Makanya, aku pasti tidak akan banyak menghabiskan energi kehidupan yang membuatku akan sekarat di kemudian hari.

Aku menghentikan langkahku ketika melihat beberapa monster dengan ukuran agak besar berada tak jauh di hadapanku. Mereka mirip seperti rusa, tetapi versi monsternya, dan mereka bergerombol. Jika aku tidak keliru, mereka berjumlah tak lebih dari sepuluh.

"Sora," panggilku. "Keluarkan pedang angin."

Jika Sora memiliki alis, dia pasti sudah menaikkannya. "Kupikir kau sudah kapok menggunakan kekuatan roh karena kau sebelumnya sudah batuk darah."

"Yang penting, aku bisa mengisi ulang energi kehidupanku, 'kan?"

Kalau konsepnya sama saja seperti kelelahan, maka mengisi ulang energi kehidupan itu cukup mudah. Aku kira, untuk mengisi ulangnya akan sangat merepotkan, tetapi jika hanya dengan istirahat yang cukup saja, aku pasti bisa melakukannya. Sebab, jika aku ingin mengalahkan Felix, aku harus segera berlatih untuk menguasai kekuatan roh angin ini, sehingga aku bisa mengetahui beberapa trik atau cara lain dalam menggunakan kekuatah roh selain membentuk pedang angin. Jadi, para monster itu sangat cocok untuk menjadi objek latihanku.

Suddenly, I Became the Hero's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang