TIGA PULUH

346 17 0
                                    

Chakra gemas sekali ketika dia mendengar istrinya menelepon pengacara. Leora minta segera disiapkan untuk gugatan cerai terhadap suaminya. Belum selesai Leora bicara, Chakra meraih ponselnya dan melemparnya ke tempat tidur.

"Chakra!" cetus Leora marah. "Kau apa-apaan sih!"

"Kau yang apa-apaan! Bercerai! Huh!" Chakra menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kita menikah belum lama. Aku juga berusaha untuk mengerti dan bersabar denganmu! Kau dengar ya. Kau tidak bisa mempermainkan pernikahan seperti ini! Tidak bisa!"

"Kenapa tidak? Aku berhak menentukan untuk tetap atau tidak berada dalam pernikahan ini!" jawab Leora lantang.

Chakra berdecak-decak penuh kejengkelan. "Dan sebagai suamimu aku wajib mengarahkanmu ke hal yang benar, dan yang benar adalah kau bersikap dewasa! Ya bersikaplah dewasa. Kau tahu apa yang orang dewasa lakukan jika berhadapan dengan masalah? Hadapi dan cari solusi, bukan main cerai saja!"

"Masalahnya aku muak melihatmu! Nah, apa solusi yang bisa kau berikan padaku sekarang?"

"Muak?" Nada suara Chakra meninggi. "Kau muak melihat muka suamimu sendiri? Ha! Bicara pada dirimu yang tidak bisa menolak sentuhanku setiap malam!"

"Oh! Sikapmu yang kelewatan percaya diri seperti inilah yang buat mual melihatmu!"

"Barangkali rasa mualmu itu karena..." Sudut bibir Chakra mengukik. Dia menyeringai sinis. "Kau hamil!" Chakra tersenyum puas melihat ketakutan di wajah perempuan itu. "Ya! Jangan-jangan kau mengandung anakku sekarang! Oh, Leora. Periksakan dirimu! Aku penasaran!" Belum cukup menggoda Leora, dia raihnya salah satu tangan Leora. "Ayo! Kita ke rumah sakit dan cari tahu!"

Lekas Leora menarik tangannya. "Tidak! Aku yakin, tidak mungkin aku hamil anakmu!"

"Kenapa tidak mungkin? Aku selalu keluar di dalam!"

"Menjijikkan sekali kau bicara begitu."

"Ironis kau bicara begitu, mengingat keliaran dirimu di ranjang!"

"Ah, sudah-sudah! Sana pergi! Jangan dekat-dekat denganku."

"Baik, tapi kau harus janji dulu, jangan berpikir tentang cerai!"

Leora heran dengan sikap pria itu. Chakra tidak menunjukkan bahwa pria itu mencintainya, tapi di sisi lain pria itu malah ingin bersikeras mempertahankan rumah tangga yang diwarnai dengan keributan. "Bukankah kau seharusnya senang, Chakra? Kau akan tetap berkuasa di perusahaan ayahku, dan kau juga bisa bersama wanita lain yang tidak menyebalkan sepertiku."

Pria itu tertawa kecil. "Ya memang menyenangkan, membayangkan aku mendapat itu semua sementara kau merana memikirkan aku yang berbahagia tanpamu di sampingku, tapi aku...." Chakra melembutkan bicaranya. "Aku bukan orang yang jahat, Sayang, maksudku tidak lagi. Aku ini ada romantisnya juga terhadapmu."

"Romantis," ulang Leora kesal.

"Ya! Aku berusaha, Leora. Aku mau berubah. Aku ingin jadi suami yang baik dan penyayang untukmu!"

"Aku tetap ingin berpisah."

"Tapi... kenapa?! Kau ini sakit atau apa sih?"

"Aku sakit karena rasa bersalahku pada Kirani. Memilikimu bukanlah hal yang dia inginkan. Kau harus percaya, arwahnya tidak tenang!"

"Oh! Aku tahu kau pelukis. Imajinasimu tinggi. Tapi haruskah kau bicara nonsens begini?" keluh Chakra putus asa.

"Terserah apa pendapatmu!"

Leora lebih bingung lagi saat Pak Dion terkesan keberatan dengan keinginannya. Asisten Leora itu memintanya untuk berpikir ulang untuk bercerai. Saat mereka bicara empat mata, Pak Dion bahkan mengingatkan Leora tentang apa yang Leora lakukan pada Kirani di rumah sakit.

Pak Dion tidak meminta maaf telah berani mengatakan itu pada atasannya. "Anda mencintai Pak Chakra. Itulah kenapa Anda bisa mengatakan hal-hal yang membuat Kirani pergi!"

"Apa maksud Pak Dion membicarakan ini?!" sahut Leora tersinggung. "Lagipula, Pak Dion tidak punya hak untuk mengatur apa yang saya inginkan. Apa Pak Dion tahu, saya setiap detiknya ketakutan! Saya dihantui rasa penyesalan! Kirani... perempuan brgsk itu, ada di sekitar saya!"

"Dia sudah tidak ada, Bu Leora," kata Pak Dion menunjukkan keprihatinan. "Dia tidak nyata."

"Dia sangat nyata, Pak Dion," jawab Leora keras. "Pak Dion, saya sudah anggap Anda sebagai ayah saya sendiri. Saya harap Anda mengerti dan bantu saya untuk menyelesaikan hubungan saya dengan Chakra."

Hari itu tanpa sepengetahuan Leora, Pak Dion menelepon Shawn. Diberitahunya pria itu perihal Leora yang sudah mantap untuk bercerai dari Chakra.

Penasaran Pak Dion bertanya di telepon, "Apa Anda senang?"

"Ini di luar dugaan saya. Saya pikir, dia tetap memilih Chakra sekalipun kita buat dia berpikir dia tidak membu... istri pertama pria itu." Ingatan Shawn beralih ke waktu di mana dia menyuruh Pak Dion untuk membayar perawat untuk tutup mulut pada Leora. Dia juga meminta Pak Dion untuk mengedit rekaman CCTV rumah sakit dan galeri.

Biarlah Leora berpikir Kirani meninggal karena sudah waktunya. Biarlah Leora berpikir Irawan-Irawan itu hanya dalam khayalannya.

"Pak Shawn?" tegur Pak Dion di speaker ponsel Shawn.

Pria itu menjawab kemudian, "Kita sudah berusaha untuk membuat Leora bahagia dengan pria pilihannya, jika pada akhirnya dia tetap ingin berpisah, ya.... ya sudah. Biarkan saja dia bercerai."

"Berarti usaha kita sia-sia."

"Ya.. sia-sia," kata Shawn dengan senyum di wajahnya. Ditutupnya sambungan telepon.

Aku bukan pria yang jahat, Leora, pikir Shawn. Cintaku padamulah yang buat aku membohongimu. Aku ingin kau bahagia sekalipun tidak denganku! Tapi sekalipun kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kau tetap tidak bisa menikmati hidupmu dengan Chakra, bukan? Oh, Leora.... Apakah ini artinya kau ditakdirkan untuk bersamaku?


Cintai Aku, Chakra #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang