DELAPAN

715 49 28
                                    

Pihak wedding organizer menyiapkan acara pernikahan mereka sedetail mungkin, dari dekorasi, kostum, katering bahkan sampai kamar pengantin mereka, padahal Leora hanya memesan paket untuk acara pestanya saja. Kata mereka, itu bonus dari jasa mereka.

Eliana dititipkan kepada orangtua Chakra yang menginap di rumah Leora sampai besok. Mereka mengeluh tidak betah di Jakarta, lebih nyaman tinggal di rumah mereka. Alasan lainnya mereka tak enak untuk mencampuri urusan rumah tangga anak mereka dengan kehadiran mereka.

Leora, masih semangat dengan aktingnya, menunjukkan wajah tak enak. Dia menawarkan Ambu dan Abah untuk tinggal bersamanya terserah sampai kapan, namun Ambu menolak. "Abah juga tidak bisa meninggalkan sawahnya terlalu lama."

"Orangtuamu pekerja keras ya, Chakra," kata Leora tenang, tapi di telinga Chakra kalimatnya terdengar sebagai sindiran. "Kau juga harus seperti mereka. Agar Eliana bangga pada ayahnya."

"Terima kasih ya, Nak. Ambu sudah dengar Nak Leora memberi kesempatan pada Chakra untuk bekerja lagi di perusahaan ayah Nak Leora," sahut Ambu. "Kalau bukan karena Nak Leora, hidup Chakra pasti begitu-begitu saja. Istri pertamanya kan mengajarkan jadi pemalas.."

"Ambu," potong Chakra menegur.

"Ambu," bisik Abah, menggelengkan kepalanya. "Urang teu bisa ngomong kitu, apalagi orangnya sudah meninggal."

"Iya kita doakan saja ya, Ambu. Saat itu kan Chakra menjaga istrinya, wajar Chakra tidak bekerja untuk merawat istrinya," kata Leora membela suaminya--yang Chakra tahu hanya pura-pura.

Setelah menyalami orangtua Chakra yang kemudian berlalu dari hadapan mereka, raut wajah Leora berubah datar. Dia menarik napas memberi kesan betapa lelahnya dia berpura-pura baik.

Selanjutnya mereka melangkah ke kamar utama rumah Leora. Ketika masuk, mereka ditunjukkan ratusan rangkaian bunga mawar yang menghiasi tepi tempat tidur.

Malam pengantin, di mana mereka melakukan hubungan suami-istri, bagian yang tak bisa dielak, bukan? Leora sebenarnya sudah lelah. Dia ingin melepaskan gaunnya, mandi lalu tidur.

Tidak semudah itu.

Dia menoleh pada Chakra yang diam saja. "Kau... Kau mau melakukannya atau langsung beristirahat?" tanya Leora sambil berjalan ke meja rias. Dia duduk di dekat meja, melepaskan jepitan satu per satu dari rambutnya.

Chakra mendekatinya. Dari kaca meja rias, Leora dapat melihat tubuh Chakra yang menjulang di belakangnya.

"Bagaimana bisa kau melakukannya, Leora?"

"Melakukan apa?" sahut Leora masih sibuk mencabut riasan-riasan di tubuhnya.

"Kau berlakon seakan-akan kau mencintai aku. Kau menjaga namaku di depan orangtuaku. Bagaimana bisa kau melakukannya padahal kita tahu kau sangat benci padaku?"

Leora menarik napas panjang. "Kau benar," katanya datar. "Aku memang membencimu. Sangat. Tapi kebencian ini hanya untukmu, bukan pada orangtuamu. Mereka tidak salah mendidikmu. Yang kau lakukan di masa lalu sesuatu di luar kendali mereka."

"Leora, jika aku tahu kau mengandung anakku, aku takkan meninggalkanmu."

Leora memutar tubuhnya, mendongakkan kepalanya. Dilemparkannya sorotan keraguan pada pria itu. "Kau yang bilang kau tidak bisa menipuku untuk seumur hidupmu jika kita bersama. Kau yang bilang kau tidak mencintai aku." Leora tertawa dongkol. "Apakah menurutmu aku harus menghina diriku lebih jauh lagi jika aku mengikatmu dengan anakku?"

"Bukankah itu yang sekarang kau lakukan?" tanya Chakra dingin.

"Kalau dulu aku melakukannya, karena masih ada cinta di hatiku untukmu. Sekarang tidak. Pernikahan ini hanya bentuk rasa kasihanku padamu."

"Benarkah hanya rasa kasihan?" Chakra menjulurkan tangannya ke dagu Leora. Dirangkumnya dagu wanita itu. "Mengapa aku tidak percaya?" Tangan itu pindah dari dagu Leora, ke pipi wanita itu. Dielus-elusnya Leora dengan lembut. "Kau masih mencintai aku, bukan?"

Leora yang dulu pasti akan luluh dengan sentuhannya. Leora yang dulu akan menghampiri Chakra dan memberikan pria itu dengan sejuta kecupan.

Chakra tersentak saat wanita itu menarik wajahnya dari tangannya. "Lebih baik kau rajuk istrimu yang sudah meninggal itu," kata Leora sinis.

"Aku tidak suka kau menjadi begini, Leora. Dulu kau menghargai orang lain. Kau tidak mungkin membicarakan orang, apalagi orang yang sudah meninggal, dengan kejengkelan di wajahmu!"

"Dan kau bisa apa?" Setelah rambut panjangnya terurai ke belakang, Leora turun dari tempat duduknya dan berdiri tepat di depan pria itu. "Apa yang bisa kau lakukan untuk mengubahku menjadi Leora yang seperti itu, hah?"

Chakra menarik tubuh wanita itu dan memagut bibirnya. Ciuman itu terasa ganas dan menakutkan sampai Leora tak bisa berbuat apa-apa. Dia yakin, jika dia meronta, Chakra akan lebih menggila dan menyakitinya.

Tubuh pria itu dua kali lebih besar daripadanya. Mudah bagi Chakra untuk menyakitinya secara fisik walaupun selama dia kenal pria itu, Chakra tak pernah melakukannya, namun kewaspadaan itu harus tetap ada di dalam diri Leora.

Pria itu secara kasar mendorong Leora ke atas tempat tidur, kemudian Chakra melepaskan jas dan kemejanya sengit. "Aku tidak peduli kau bossy di mana pun kita berada, tapi di ranjang, aku yang ambil kendali!"

** i hope you like the story **

Cintai Aku, Chakra #CompletedWhere stories live. Discover now