DUA PULUH ENAM

447 34 12
                                    

"Eh? Kau sudah di bawah?" Kedua alis Leora menaik. "Aku kan tidak minta jemput."

"Ya.. aku kan suamimu, masa jemput istri sendiri harus diminta," sahut Chakra di speaker ponsel Leora. "Kau masih lama tidak?"

"Kenapa? Kalau masih lama, kau tidak mau menunggui aku?"

"Sinis banget nanyanya. Ya kalau masih lama, aku tidur di mobil. Kau ketuk saja nanti jendela mobil, ya."

"Tidak, paling lima menit lagi selesai. Kau tunggu saja di depan lobi ya."

"Oke, Sayang."

Sayang? Leora tidak salah dengar, kan? Dia bergegas mencubit salah satu pergelangan tangannya. Aw! Dia tidak mimpi. Pria itu memanggilnya sayang, dengan nada yang lembut pula.

Apa.. dia mau sesuatu?

Leora cepat-cepat turun, masuk ke mobil suaminya. Walau hatinya berbunga-bunga karena sikap Chakra yang berubah, dia masih penasaran.

Hal itu disadari Chakra. Selama dia menyetir Leora terus memandangnya dengan sorotan bingung, namun tak ada pertanyaan yang terlontar dari mulut perempuan itu.

"Kenapa sih merhatiin aku begitu? Kangen?" goda Chakra datar.

"Aku merinding."

"Kirani datang lagi?"

"Bukan, aku merinding karena perlakuanmu padaku menjadi manis begini. Aku jadi teringat.." Kalimat itu tak dilanjutkannya.

"Teringat apa?"

"Saat dulu kau mendekati aku. Ketika itu aku begitu percaya padamu dan semua yang kau lakukan terasa tulus. Bagaimana bisa aktingmu sebagus itu, Chakra?"

"Akting? Hm.." Chakra menghela napas. "Tidak sepenuhnya akting. Kau memang menarik. Ada kalanya aku memang merasa suka padamu, tapi perasaan itu tak mau kugali lebih jauh."

"Ya aku mengerti."

"Apa yang kau mengerti?"

"Kau tidak mau suka padaku, kan? Sekalipun dulu kau suka padaku, kau tetap memilih untuk tidak melakukannya, sebab kau punya perempuan yang lebih kau cintai."

"Aku tidak mau bahas Kirani."

Suara Chakra terdengar gusar. Leora memperhatikan pria itu beberapa saat. Dari samping, terlihat jelas Chakra tidak nyaman dengan topik masa lalu pria itu. Leora menyadari, dia kekanak-kanakan dengan mengungkit perihal Kirani terus.

Leora memilih untuk bungkam saja. Takut-takut dia salah bicara dan menyakiti hati pria itu.

"Hey... kok melamun saja?" tegur Chakra beberapa lama kemudian. "Aku capek-capek menyetir, masa tidak kau ajak bicara?"

"Oh.. Hm.. Entahlah. Kau ingin ngobrol apa?" tanya Leora menawar.

"Bagaimana dengan acara pameran nanti? Semuanya sudah oke?"

"Ah, kau masih ingat tentang acara pameran itu," desah Leora dengan pipi yang merona. "Ya hampir semuanya beres. Aku tidak sabar sampai hari H."

"Aku senang kau melakukan apa yang kau sukai."

"Senang? Apa iya?" jawab Leora meragukan suaminya. "Bukankah kau tidak suka dengan aku dan mimpiku yang tidak besar ini?"

Chakra tidak menyahuti pertanyaan itu. Matanya lurus memandang jalan di depannya.

"Hey, kau tidak dengar aku?" tegur Leora.

"Aku tetap tidak suka dengan orang yang menganggap hobi sebagai pekerjaan," sahut Chakra menjelaskan.

"Hobiku itu melukis, tapi yang kukerjakan bukan melukis. Aku mengelola galeri, menjadi broker antara kolektor dan seniman, menentukan mana karya seni yang layak untuk dipertontonkan, dan masih banyak hal yang kulakukan selama aku punya galeri itu. Ini jelas bukan hobi."

Ah, untuk apa aku membela diriku di depan pria yang selalu merendahkan aku, keluh Leora menyesal. Dia takkan menghargai apa yang aku lakukan sebab aku bukan Kirani-Kirani itu! Bahkan sekalipun Kirani tidak melakukan apa-apa, dia lebih senang pada Kirani ketimbang aku!

Bodoh, Leora, masih saja bersikap terbuka pada Chakra. Lihat saja reaksi pria itu. Diam seolah-olah dia tidak mendengar penuturan Leora barusan.

"Besok-besok tidak usah jemput aku lagi deh," kata Leora kemudian. Saat itu mereka sudah hampir tiba di rumah. "Aku tidak suka berlama-lama denganmu."

"Masa gitu aja ngambek sih?" sahut Chakra ikut kesal.

Leora melotot. "Ya jelas aku ngambek. Kau ini suami aku, bukan? Kenapa kau tidak bisa menghargai apa yang aku lakukan?"

"Soal menghargai, kenapa kau tidak bisa menghargai pendapat aku? Ah, sudahlah, ini bukan topik yang terlalu penting untuk menjadi masalah, Leora."

"Ini penting. Apa yang aku kerjakan itu penting bagi aku, sama pentingnya seperti karirmu untukmu, Chakra!"

"Ya sudah aku minta maaf. Aku akan belajar untuk mengerti dan mendukung apa.. apapun yang kau lakukan. Sekarang hentikan kemarahanmu padaku."

"Apa yang bisa kau lakukan jika aku tidak mau?"

~

Leora tidak langsung ke kamar. Dia lama di ruang santai, menonton TV, memainkan ponselnya, dan apapun yang bisa dilakukannya di sana asal tidak cepat-cepat ke kamar.

Ketika hari semakin malam dan tak ada tanda-tanda Chakra menemuinya untuk memintanya ke kamar, Leora termenung. Matanya menoleh sekilas ke jendela dan jantungnya hampir saja copot saat melihat pantulan Kirani di sana.

"Brengsek," desis Leora menarik napas tak keruan. "Sini kau, Kirani. Apa tidak capek menghantui aku?"

Dilihatnya Kirani tersenyum. Sosok Kirani itu menembus kaca dan berjalan ke arahnya. Leora sudah tidak takut lagi. Kesedihan dan kemarahannya menghadapi Chakra lebih menguasai dirinya ketimbang rasa takutnya melihat hantu.

"Ambil saja dia," kata Leora pasrah. "Aku sudah malas dekat dengannya. Dia masih saja suka meremehkan aku."

"Kau sudah menjadi jahat untuknya," sahut Kirani mencemooh. "Kenapa menyerah sekarang?"

Leora mengangkat bahu. "Aku bodoh. Itu jawaban yang paling tepat."

Kirani tidak menjawab. Dia malah tertawa terbahak-bahak. Raut wajah Leora berubah pahit. Ya, biarkan saja Kirani bahagia dengan penderitaannya.

Pelan-pelan Leora berdiri, menjauhi Kirani. Di belakangnya Kirani bicara dengan suara serak yang menakutkan, "Ini belum selesai. Masih ada hal yang lebih menyakitkan yang harus kau hadapi."

Leora membalikkan tubuhnya. Tampak senyum puas Kirani. "Eliana anakmu. Kau takut kehilangan dia, kan?"

"Jangan coba-coba kau sakiti anakku!" bentak Leora keras. "Aku tidak akan segan menggali kuburanmu dan menyakitimu!"

"Leora! Ada apa?" teriak Chakra dari atas.

Pandangan Leora buyar. Dia mengucek-ngucek matanya, lalu ketika dia bisa melihat dengan jernih, sosok Kirani itu sudah tak ada.

Ah, kau tidak nyata bukan, keluh Leora. Tapi kalau pun kau adalah bagian dari diriku, mengapa kau mengancamku seperti itu? Apa ini pertanda aku harus waspada? Ada sesuatu yang akan terjadi pada Eliana?

** I hope you like the story **

Cintai Aku, Chakra #CompletedWhere stories live. Discover now