EMPAT

686 39 2
                                    

Pak Dion memberitahu, "Pak Shawn ada di ruang tamu."

"Dia ke rumah?" gumam Leora bingung. Shawn adalah donatur untuk galeri seninya dan biasanya mereka bertemu di galeri.

Takut ada hal yang serius sampai Shawn mendatanginya, Leora yang sedang menemani Eliana, buru-buru menemeui Shawn.

"Hai," kata Leora, duduk di sofa dekat tempat Shawn duduk. "Silakan diminum. Kedatanganmu.. ada tujuan apa ya?"

"Oh, nggak. Aku ingin bicara.. Hm maksudku, mengenalmu lebih jauh," sahut Shawn menunjukkan sedikit sikap kikuk.

"Lebih jauh?" Leora tak bisa menahan tawanya. "Kita kan udah kenal lama. Apa kau lupa, dulu sebelum kita lulus SMA, kita sebangku dan kau juga sering main ke rumah ini."

"Ya, tapi sejak itu hubungan kita merenggang. Aku lama di Amerika, dan kau.. kau bertunangan dengan pria lain."

"Ah, masih ingat saja, aku sudah single, tahu?"

"Ya.. yang kudengar ada anak di rumah ini. Apa anak itu anakmu?"

Raut wajah Leora berubah pahit. Dia memilih untuk tidak menjawab.

"Hai hai, aku tidak mau memberi judgment kepadamu," kata Shawn cepat-cepat. "Aku tidak ada masalah wanita punya anak di luar kawin. Kau justru hebat. Sejak ayahmu meninggal, kau bisa mewujudkan mimpimu untuk membangun galeri seni sendiri. Kau juga bisa menghidupi anakmu dari situ."

Tak urung Leora merasa tersentuh mendengar itu. Dia tak bisa menahan senyumnya. "Sejujurnya, aku masih dapat uang dari mendiang ayahku, jadi pendapatanku tidak sepenuhnya dari galeri itu."

"Ya, apapun itu, kau kan bisa saja bermanja-manja dengan uang yang ditinggalkan ayahmu, tapi kau tetap milih bekerja. Leora."

"Ya."

"Bagaimana kalau hari ini, kita jalan-jalan?"

"Aku tidak bisa meninggalkan anakku. Saat aku tidak di galeri, aku hanya ingin bersama dia."

"Bawa saja dia. Kita bertiga jalannya."

"Jangan. Nanti kalau ada yang lihat, orang mengira aku adalah istrimu, dan anakku adalah anakmu," jawab Leora tak enak.

"Oh! Justru bagus. Aku sudah lama ingin menjadi suami dan seorang ayah."

"Ah, maafkan aku..."

"Kau masih belum bisa mencintai aku, Leora?"

Pertanyaan itu membawa Leora ke masa lalu. Sebelum keduanya masuk kuliah di kampus masing-masing, Shawn menyatakan cinta padanya, namun Leora menolak tegas sebab dia tak menganggap Shawn lebih daripada sekadar teman.

Entah apa yang salah dengannya saat itu. Shawn teman yang baik. Wajahnya pun ganteng. Tapi hati Leora tidak tergelitik untuk mencintai Shawn.

Sampai hari ini, perasaan itu tak kunjung datang di hatinya. Lebih parahnya lagi, semalam dia memikirkan Chakra.

Pria itu. Mengapa tak mendatanginya? Mengapa dia tak bisa semanis Shawn? Sedang apakah dia? Apa dia memilih untuk menyerah dan mencari wanita lain? Tidak pedulikah dia pada Leora dan anak mereka?

"Ya sudah, kita tidak usah jalan hari ini," kata Shawn murung.

"Aku mau. Tunggu ya, aku dan Eliana siap-siap," potong Leora bersemangat. "Kau minum saja dulu. Kalau lapar, kasih tahu Bibi saja buatkan makanan untukmu."

"Apa kau dandan lama sekali?" Dahi Shawn mengerut.

"Aku sudah lama tidak jalan dengan pria, jadi berikan aku kesempatan untuk terlihat cantik," jawab Leora membela diri.

"Kau ini. Kau selalu cantik, kok."

~

"Terima kasih ya. Anakku sampai pulas sekali tidurnya," kata Leora tersenyum senang. Dia hendak membuka pintu mobil Shawn, namun pria itu memanggilnya.

"Besok kalau mau ke mall lagi, kau call saja aku," tawar Shawn.

"Ah, ya.. Pasti," sahut Leora sekenanya, untuk menghargai perasaan pria itu.

Begitu turun dari mobilnya, pengasuh Eliana langsung menggendong Eliana yang tidur dalam buaian Leora. Pengasuh itu juga memberitahu ada yang menunggunya dari tadi sore.

Dahi Leora mengerut.

Ketika masuk rumah, dadanya berjengit. Chakra!

"Kau!" bentak Leora, segera menoleh pada pengasuh. "Bawa Eliana ke atas. Cepat!"

"Biarkan aku bertemu anakku," kata Chakra bersikeras.

"Tidak!" Leora menghalangi tubuh Chakra. "Kau tidak punya hak atas anak itu!"

"Dia anak aku. Darah daging aku!"

"Secara hukum dia bukan anakmu, Chakra!"

"Persetan dengan hukum. Kenyataannya dia memang anakku!"

"Kau hanya bisa bertemu dengannya, kalau kau sudah punya pekerjaan. Nah, sekarang kau sudah punya kerja belum?"

"Sudah."

"Sebagai apa?"

"Apa... apa saja," jawab Chakra menghindar. "Hei. Aku nunggu kau sedari tadi. Cukup lama aku di sini. Apa kau tega tidak membiarkan aku bertemu anakku?"

"Ya, aku tega. Karena itu enyahlah."

"Leora, kau tidak sekeras ini dulu. Aku berusaha untuk bertahan di kota ini dengan bekerja lagi sebagai tukang masak di kedai makan dekat apartemenku. Ya.. sambil menunggu dapat kerja di perusahaan konstruksi tentunya."

"Kau... Kau yang ambisius dan ingin cepat kaya itu, sekarang bekerja yang bukan di bidangmu. Jawab aku. Apa pelanggan di kedai itu tidak sakit perut makan makanan buatanmu?"

"Jangan rendahkan aku begini, Leora. Kau juga tanpa uang ayahmu tidak bisa sombong seperti ini."

Leora terdiam. Matanya menatap tajam mata pria itu. Chakra tampak tak menyesal telah mengatakan itu padanya, mungkin karena memang pria itu tahu benar Leora tanpa uang ayahnya bukanlah apa-apa.

Bukankah karena itu Chakra dulu mendekatinya? Karena Leora anak Pak Ezra Nareswara. Hanya itu arti Leora di mata pria itu.

"Aku tidak bermaksud merendahkanmu. Pergilah, aku sungguh-sungguh tidak ingin melihatmu sekarang," kata Leora datar.

"Apa aku tidak bisa bertemu dengannya walau satu menit saja?" pinta Chakra melas.

"Tidak. Dan sebaiknya kau tidak usah datang lagi ke sini."

"Aku tidak akan menyerah, Leora."

"Ya, aku tahu, kau selalu berusaha keras untuk dapatkan apa yang kau mau, tapi tidak kali ini. Eliana satu-satunya alasan aku bertahan, dan aku tidak akan membiarkanmu bawa dia pergi."

"Siapa yang ingin bawa dia pergi? Aku ingin urus dia sama-sama denganmu."

"Aku tidak percaya. Sebaiknya sekarang kamu enyah dari hadapanku."

** I hope you like the story **

** I hope you like the story **

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oh Sehun sebagai Shawn

Cintai Aku, Chakra #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang