Bab 19

37 4 0
                                    

Baskara’s boys (4)

Marvel: Siapa aja yang free bisa datang ke apartemen gue nggak?

Marvel: Ada yang mau gue omongin.

Setelah mengirimkan beberapa pesan di grup percakapan khusus para pemuda Baskara ini, Marvel menjatuhkan tubuhnya di atas kasur besar nan empuk miliknya di apartemen. Memang seusai mengantar Chana juga keluarganya tadi pagi membuat pria itu mengurung diri di apartemennya seharian.

Perkataan menusuk dari Hans terus-terusan terngiang di kepalanya. Seperti selalu berputar dan tidak ingin pergi. Memaksa Marvel untuk berpusat pada satu hal yang sama. Sungguh, perasaannya masih sesak tak tertahankan.

Marvel sampai melewatkan jam mengajarnya hari ini. Pria itu hanya berbaring di kamar tanpa ada niatan keluar. Mengurung diri seharian sampai sinar matahari berganti dengan cahaya bulan. Jam menunjukkan pukul delapan malam lalu terdengar suara bel yang dibunyikan dari luar.

Dengan langkah malas Marvel berjalan gontai menuju pintu. Ketika pintu terbuka berdiri tepat di hadapannya Nolan, Theo dan Eros. Kedua netranya tak bisa untuk tidak terbuka lebar. Jarang sekali mereka bisa berkumpul formasi lengkap seperti ini. Mengingat sebenarnya baik Theo, Eros, Marvel dan Nolan tidak terlalu dekat.

“Nggak dikasih masuk nih?” tanya Nolan spontan.

Marvel segera bergeser dan membiarkan ketiga saudaranya untuk masuk. “Gue nggak berekspektasi kalau lo bakal datang juga, Bang,” ucap Marvel pada Theo.

“Sesekali nggak apa-apa kan? Lagian gue kangen juga kita ngumpul tanpa pengawasan papa. Gue punya insting kalau ada seseorang yang harus dihibur hatinya malam ini,” balas Theo. Pria berambut pirang dipangkas rapi itu berjalan menuju pantry untuk menaruh bawaannya.

“Apa yang mau lo omongin? Gue sengaja luangin waktu buat lo nih dan ganti jadwal kencan gue sama Rona di hari lain.” Eros berkata sembari menyambar stik ps milik sang adik kemudian menghidupkannya.

“Muka lo kusut banget gitu. Berantem apa gimana lo sama Chana?” tanya Nolan.

“Lebih dari itu,” jawab Marvel singkat.

“PUTUS YA LO SAMA CHANA?!” seru heboh Nolan dan Eros bersamaan memandang lekat pada si anak ketiga.

Marvel tidak membalas pertanyaan itu. Langkahnya menyusuri ruang tengah menuju dapur. Tangannya terulur membuka kulkas dan mengeluarkan dua botol minuman yang tidak pernah disentuhnya lagi setelah sekian lama. Sontak membuat kaget Theo, Eros juga Nolan.

Pria berusia dua puluh delapan tahun itu kemudian memberikan gelas masing-masing di hadapan ketiga saudaranya. Dalam diam menuangkan minuman berwarna bening untuk diminum langsung satu teguk. Marvel mengambil gelas miliknya dan meminumnya sampai tandas.

Seketika rasa pahit dan panas langsung menyerang kerongkongannya begitu cairan itu melewati setiap sudut mulutnya. Rasanya seperti terlahir kembali. Semua permasalahannya perlahan menghilang teredam satu persatu. Marvel ingin mengisi kembali gelasnya tetapi ditahan oleh Eros.

“Tadi pagi gue ikut jemput orang tuanya Chana ke bandara. Gue kenalan sama papa dan mamanya di sebuah restoran sekalian kita sarapan. Om Hans ngajak gue ngobrol tentang apapun sampai pada pembahasan dia tahu kalau gue pernah menikah dan punya anak. Beliau nggak setuju kalau Chana sama gue. Menurut dia gue nggak cocok sama anak perempuannya,” kata Marvel membuka ceritanya.

Masih terasa betul tamparan berupa untaian kata yang dilontarkan oleh papa dari kekasihnya itu. Semua yang dikatakan olehnya memang lah sebuah kenyataan. Marvel tertawa kecil kemudian.

“Gue dipukul mundur bahkan sebelum gue bilang mau melanjutkan ke jenjang yang lebih serius sama Chana ke mereka. Dulu sama keluarganya Yasmine karena gue belum mapan. Oke gue terima alasan itu. Pada saat itu gue bukan siapa-siapa dan belum punya apa-apa. Tapi sekarang? Penolakan itu datang dari keluarga pacar gue.”

The Skripsweet Thingy - Mark LeeTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon