Bab 3

85 14 2
                                    

Clara benar-benar membawa Chana, Hegar dan Regan ke warmindo langganan mereka untuk nongkrong. Dan di sana malah secara tidak sengaja bertemu Nolan, pemuda itu sibuk menggenjreng gitar dengan tangan kiri mengapit batang rokok yang ujungnya masih menyala.

Chana segera mengambil tempat di sebelah Nolan dan menyambar satu batang rokok di atas meja, menghidupkannya dengan korek milik pemuda itu yang nganggur, Chana menghisap benda itu jika ia sedang stres saja. Ia menghembuskan asap itu ke arah lain, duduk diam sampai perasaannya berubah sedikit lebih tenang.

Hegar dan Regan yang memang sudah candu dengan benda itu dibuat kaget melihat Chana juga bisa merokok. Hegar membuka bungkus yang masih utuh lalu mengambil satu, meminjam korek milik Nolan dan duduk di sebelah Chana. Regan memilih untuk memesan es milo dan mengambil sebungkus kacang atom untuk dia cemili.

“Tumben lo sebat. Kenapa tuh?” tanya Nolan.

“Marvel brengsek. Ngidam apaan sih dulu Tante Renata pas hamil abang lo itu? Bisa-bisanya gue dapat pembimbing kayak dia! Bajingan,” umpat kasar Chana lalu menghembuskan asap rokoknya dalam-dalam.

“Eh bukannya lo pada konsul kan yak hari ini? Gimana hasil konsulnya?” Nolan menoleh ke arah Clara, Hegar dan Regan. Kalau dilihat dari wajahnya sih sepertinya Hegar dan Regan senasib dengan Chana, walaupun Nolan belum tahu pasti apa masalah yang baru saja menimpa sahabatnya itu.

“Konsul tai kambing,” celetuk Regan.

“Gue acc sama Pak Marvel. Tuh si Hegar sama Regan yang belum kedapatan konsul soalnya abang lo keburu ada rapat lain sama dosen di Fakultas Ekonomi,” jelas Clara.

“Terus si Chana kenapa nih? Sampai merah begini mukanya,” tunjuk Nolan pada wajah gadis di sebelahnya.

Chana membuka totebag miliknya dan mengeluarkan kertas judul yang sudah disobek oleh Marvel tadi, menaruhnya di atas meja agar semua teman-temannya bisa melihat, Nolan menganga tidak percaya. Mata sipit pemuda itu menoleh secara bergantian pada kertas di atas meja dan juga wajah Chana.

Pantas saja gadis itu mengamuk sampai segininya.

Nolan menaruh batang rokoknya di atas asbak, tangan pemuda itu terulur untuk memeluk Chana, dan gadis itu tidak protes akan perlakuan yang didapatnya, karna hal itu sudah biasa. Nolan mengusap kepala Chana perlahan.

“Jelasin coba ke gue tadi konsulnya gimana? Kan gue nggak tahu apa yang Bang Marvel lakuin sama lo selama konsul tadi. Udah nggak usah marah-marah lagi, jelek lo kalau manyun,” bujuk Nolan kemudian melepaskan pelukannya.

Chana menghembuskan napasnya panjang. “Tadi gue konsul habis Clara kan, nah Pak Marvel lihat tuh judul-judul yang gue kumpulin. Gue sampai nggak tidur 2 hari, lo tahu gimana kemarin kan, Lan. Dengan entengnya dia robek kertas ini di depan mata gue sendiri. Gue ulangi, DI DEPAN MATA. Siapa yang nggak sakit hati? Terus Pak Marvel bilang intinya kalau dalam waktu 2 hari gue bisa dapat 15 judul, kenapa nggak dalam waktu yang sama bisa dapat lebih banyak. Secara nggak langsung gue revisi judul kan. Lo mau tahu dia minta berapa judul?” tanya Chana.

“Berapa emang?” tanya balik Nolan.

“30 judul. Gue sampai speechless anjing. Ini judul segini aja susah banget carinya, segala minta 30. Pengen cepat-cepat bikin mahasiswanya mati apa gimana?! Gue maki tuh depan mukanya dia. Bodo amat mau nilai sikap gue C juga, tapi gue nggak terima. Ya Tuhan mau nangis,” rengek Chana yang sudah menangkup wajahnya dengan sebelah telapak tangannya.

“Asli tadi suara debatnya Chana sama Pak Marvel kedengaran jelas banget sampai ke luar ruangan,” sambung Hegar.

“Gue penasaran. Berarti secara nggak langsung, kampus kita ini punya keluarga lo dong, Lan? Pak Theo aja rektor terus Pak Marvel dosen paling disegani di kampus ini,” ujar Regan sembari memakan kacang atomnya dengan seblak pesanannya.

The Skripsweet Thingy - Mark LeeNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ