Bab 5

90 8 0
                                    

Semoga ngefeel ya











Marvel berdiri di depan kaca, merapikan kerah jaket denim yang dipakainya agar tidak berantakan. Berhubung ini hari sabtu dan pria itu tidak ada jadwal mengajar, Marvel sengaja meluangkan waktu untuk keluarga kecilnya. Ia mematutkan penampilannya di depan kaca seukuran tubuhnya. Tampak gagah dan juga tampan.

Pakaian pria itu yang serba denim dipadukan dengan kaus oblong putih polos dan sepatu converse. Sudah terlihat seperti anak muda pada umumnya, bukan seperti seorang pria yang sudah pernah menikah dan memiliki anak berusia 4 tahun.

Marvel berjalan ke luar dari kamarnya menuju sebuah kamar yang letaknya tidak berada jauh dari miliknya. Pintu dengan desain interior serba pink dengan banyak tempelan magnet lucu tertempel di sana. Pria itu membuka pintu dan tidak melihat si manis yang dicarinya. Ranjang besar seukuran orang dewasa itu tampak rapi dan wangi.

Ia menuruni tangga ke lantai dasar, indera pendengarannya mendengar jelas suara Aletha, gadis kecil yang ia cari untuk Marvel aja jalan-jalan hari ini, sedang mengobrol dengan Renata dan juga Eros di ruang tengah. Marvel tidak melihat keberadaan Sebastian pagi ini. Wanita berumur paruh baya itu melihat pada anak ketiganya yang sudah rapi.

“Selamat pagi princess,” sapa Marvel lalu mengecup puncak kepala anaknya sayang.

Aletha menoleh dan melihat ke arah Marvel dengan senyuman lebar. “Selamat pagi juga, Pappa! Hari ini jadi kan jalan-jalannya?” tanya Aletha.

Gadis itu tampak manis dengan celana pendek berwarna biru dengan atasan baju putih polos yang dimasukkan ke dalam. Rambut hitamnya tergerai bebas. Kalung dengan bandul berbentuk hati sebagai aksesoris membuat Aletha semakin cantik.

Walaupun usianya baru 4 tahun, Aletha sudah menguasai kemampuan membaca dan menulis dengan baik. Pengucapannya sudah jelas dan ingatannya sangat tajam, menurun dari sang ayah. Banyak yang akan salah mengira jika Marvel adalah kakak dari Aletha di depan umum, padahal dosen tampan itu adalah ayah kandungnya yang sah.

“Nggak ada jadwal ngajar kamu hari ini kan, Vel?” tanya Renata memastikan.

“Iya. Nggak ada kok Ma. Makanya aku mau ajak Aletha jalan-jalan. Udah lama banget nggak quality time bareng.” Marvel meraih sebuah potongan apel yang ada di piring lalu memakannya. Tumben sekali kakak keduanya ini pulang ke rumah. “Papa kemana? Kok nggak kelihatan? Nolan juga kok nggak turun?” tanya Marvel.

“Habis mengurung Nolan di kamar terus pergi rapat sama koleganya buat bahas perluasan lahan rumah sakit kita yang ada di Jakarta Barat,” jawab Renata dengan wajah lesu.

“Nolan dikurung? Kenapa?” tanya Eros. Pria itu menoleh cepat saat mendengar nama si bungsu disebut. Ia memang lebih dekat dengan Nolan dan Renata ketimbang dengan saudara-saudaranya yang lain. Biasa anak kesayangan mama.

“Mama nggak tahu semalam Nolan pulang mukanya agak bonyok. Pak Rustam cerita kalau papa kalian nyeret pulang adekmu itu dari club malam. Motornya Nolan ditinggal di sana dan baru tadi pagi diantar ke rumah. Pasti mogok keluar kamar nanti,” ucap Renata khawatir.

“Nolan udah besar juga. Dia tahu mana yang benar dan salah. Papa apa-apaan coba biarin lah dia main-main asal tahu batasan. Lagian mungkin dia mau hilangin stres apalagi itu anak lagi ngerjain skripsi. Nanti aku yang ngomong sama Nolan. Mama nggak usah khawatir,” balas Eros.

Marvel melirik pada jam di pergelangan tangan kanannya. Di sana menunjukkan pukul 10 pagi. Ia mengulurkan tangannya pada Aletha dan menggandeng jemari kecilnya. “Pergi sekarang aja ya? Biar nggak macet di jalan. Salim dulu ke Oma sama Om Eros,” perintah Marvel pada Aletha.

The Skripsweet Thingy - Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang