Bab 14

78 10 0
                                    

Usai memulangkan Aletha, mobil pajero hitam itu terus melaju di jalanan bahkan memasuki gerbang tol. Entah karena badan Chana terlalu lelah atau memang daya sosialnya sudah terkuras habis, membuat gadis itu tertidur lelap setelah beberapa menit memasuki jalanan tol.

Marvel menoleh dan melihat Chana sudah tidak mengeluarkan ocehannya. Yang terdengar saat ini hanya dengkuran halus dan teratur yang keluar dari bibirnya. Tangannya terulur untuk mengecilkan suhu ac di dalam mobil agar tidak membuat gadis itu kedinginan. Saat tiba di lampu merah, Marvel hanya berdiam diri sembari menatap paras ayu yang sedang tertidur nyenyak itu.

Chana terbangun saat tubuhnya sedikit mendapat goncangan. Gadis itu menoleh pada sekitarnya yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Tatapan kaget akan sekitar membuat sang gadis menatap bingung dan melihat Marvel tampak asik dengan lagu yang diputar dari radio.

“Ini di mana? Ba eh Kak Marvel bawa saya ke mana?” tanya Chana.

“Pantai. Saya kangen lihat ombak,” jawab Marvel singkat.

“Kenapa nggak bangunin saya tadi?” Chana meraih handphone dan melihat jam saat ini menunjukkan pukul empat sore.

Marvel memarkirkan pajeronya dan melepas sabuk yang melekat di tubuhnya. “Kamu tidurnya nyenyak banget, saya nggak tega banguninnya. Ayo turun udah sampai nih.”

Chana hanya mengangguk dan mengikuti pria yang lebih tua itu ke luar dari mobil. Keduanya berjalan di sepanjang bibir pantai ditemani suara deburan ombak juga cahaya matahari yang semakin menunjukkan warna keemasannya. Marvel suka dengan pantai. Setiap merasa tidak tenang tempat pelariannya untuk menenangkan diri pasti ke pantai.

Dengan beralaskan jas miliknya, Marvel dan Chana duduk sambil memandang keindahan alam yang begitu menyejukkan mata itu. Gadis berambut kecoklatan itu menoleh dan melihat pada Marvel yang tampak tenang. Kedua mata pria itu tertutup dengan sebuah senyuman terukir. Rambut hitam sang pria tampak berantakan karena tertiup angin.

“I’m not gonna lie again, Kak Marvel emang seganteng itu. Emang wajar banyak yang naksir sama dia. Gue deg-degan mulu tiap sama ini orang ya kali gue juga suka sama dia.” – batin Chana

“Kamu terlihat sayang banget sama Aletha. Pasti kamu sayang juga sama adek-adekmu,’ ucap Marvel membuka pembicaraan.

“Siapa juga yang nggak bisa buat nggak sayang ke anak selucu dan pintar kayak Aletha, Kak. Enggak, saya anak tunggal jadi saya selalu gemas tiap lihat anak kecil. Kepingin punya adek tapi nggak pernah kesampaian,” balas Chana.

“Kenapa?” tanya Marvel.

“Papa sama Mama itu selalu bolak-balik dari Indonesia ke Belanda buat ngurusin kebun anggur usaha keluarganya papa saya. Makanya kayak nggak ada waktu kalau saya minta dibuatin adek lagi. Untung ada Nolan sama Rona yang mau jadi sahabat saya jadi saya nggak terlalu kesepian,” jelas sang gadis.

“Jadi kamu blasteran? Saya baru tahu. Kamu tahu tidak apa yang penting dalam sebuah hubungan?” Marvel membuka sekaleng cola lalu memberikannya pada gadis yang duduk di sebelahnya.

“Makasih, komunikasi?”

“Komunikasi, kepercayaan dan kejujuran. Tiga aspek itu yang saya pegang sampai sekarang. Karena saya percaya sama kamu, saya ingin berbagi masa lalu saya ke kamu. Saya orangnya tidak main-main dalam sebuah hubungan. Saya ingin menceritakan seperti apa saya, masa lalu saya dan nanti akan membangun sebuah cerita baru bersama kamu,” terang Marvel lalu tersenyum tipis.

“Kak Jerian juga bilang kalau Kakak itu orang yang paling tertutup diantara yang lain. Dan apapun itu saya siap menjadi teman cerita dan pendengar yang baik disaat Kakak sedang merasa tidak baik-baik aja.” Chana mengusap perlahan pundak Marvel.

The Skripsweet Thingy - Mark LeeWhere stories live. Discover now