Bab 11

92 7 0
                                    

Chana melangkahkan kakinya memasuki kawasan kafe yang lumayan sering ia datangi bersama Nolan atau Rona di kala senggang. Untuk malam ini, gadis itu tadi datang bersama Nolan karena pemuda itu yang menawarinya tumpangan karena satu arah. Tidak sulit menemukan keberadaan Rona diantara banyaknya kursi yang terisi.

Pasti gadis itu akan menempati meja dengan alas karpet dan banyak colokan di sekitarnya. Rona tengah sibuk menonton melalui tabletnya. Saat Chana datang dan duduk di sebelah gadis itu, ia tidak sadar juga. Baru saat Nolan memberikan buket berisi makanan penuh micin baru Rona menoleh dan menyapa mereka.

“Semprop nggak bilang lo kan gue jadi kasih hadiah seadanya,” kata Nolan membuka pembicaraan.

“Nggak sempat gue serius kemarin ribet banget cuk. Gue revisi sana sini, terus didesak sama Pak Kevin buat langsung semprop biar bisa langsung penelitian. Nanti kalau misal gue sidang duluan nggak apa-apa kan?” tanya Rona hati-hati.

“Ya nggak apa-apa lah. Emangnya harus kenapa-napa? Lo sidang duluan juga kita ikut senang.  Lo senang kita senang, lo sedih kita hibur lo sampai lo bisa senyum lagi. Itu kan gunanya teman?” timpal Nolan. Pemuda itu membuka bungkus permen susu tusuk lalu memakannya. Entah dapat dari mana tiba-tiba sudah ada saja.

“Puitis banget omongan lo, habis makan apaan lo bisa begini? Hahaha. Tapi makasih loh dengan adanya kalian berdua gue jadi bersyukur banget. Banyak yang sayang sama gue ternyata,” kekeh Rona.

“Cowok lo mana anying? Lama banget. Ini mampir ke rumah selingkuhan yang mana dulu?” tanya asal Chana yang langsung mendapat toyoran gemas di kepala dari sang gadis.

“Congor lo sembarangan. Udah di parkiran katanya.”

“Seganteng apa sih cowok yang lo bangga-banggain itu? Paling juga masih gantengan gue. Lo pacaran kapan tapi baru kenalin ke gue sekarang. Curang banget,” cibir Nolan.

“Ganteng cowok gue lah! Dia itu putih, tinggi, wangi, pipinya ada lesung pipit jadi tambah gemas. Kan biar pas hari ini gue semprop sekalian rayain hari jadi yang ke satu tahun sama dia. Tuh udah datang dia di pintu,” tunjuk Rona ke pintu masuk.

Nolan menoleh ke arah pintu dan kedua mata sipit pemuda itu seketika membola kaget. Dari pintu muncul seorang pria tinggi nan tampan yang wajahnya sangat familiar untuknya, pria itu berjalan ke arah meja mereka. Nolan mengusap wajahnya tidak percaya. Ia kenal sekali dengan pria yang Rona akui sebagai pacar ini.

Pria dengan setelan kaus oblong dibalut jaket denim dan celana jeans yang berlubang di beberapa bagian. Juga rambut hitamnya yang ditata rapi. Dari sisi pria itu juga sama kagetnya karena melihat salah satu orang terdekatnya kenal dengan gadisnya.

“Bang Eros?!” pekik Nolan kaget.

“Nolan?”

‘Kalian saling kenal?” tanya Rona ikut kaget.

“Kenal banget lah sinting orang dia abang gue,” seru Nolan masih dengan mata melototnya.

“Loh bukannya abang lo cuma Pak Theo sama Pak Marvel?’ tanya Chana.

Nolan menggelengkan kepalanya. “Nggak. Abang gue itu tiga. Bang Theo, Bang Eros sama Bang Marvel. Kok bisa jadian sih lo sama bestie gue, bang?” tanya Nolan.

Jerian atau yang kerap disapa dengan Eros oleh orang-orang terdekatnya ini mendudukkan tubuhnya di sebelah Rona, pacarnya. “Bisa dong. Kan Rona kerja di kantor gue.”

“Setiap main ke rumah Nolan kok aku nggak pernah lihat kamu? Paling yang sering ketemu cuman itu kunyuk satu sama Pak Marvel aja,” tanya Rona.

“Aku nggak pernah pulang ke rumah, babe. Kan aku tinggalnya di apartemen, kamu sering datang ke sana. Malas aku tuh kalau pulang, udah mapan gini masih aja dibanding-bandingin sama Papa. Beda lah ya anak emas sama anak bandel dapat fasilitasnya.” Jerian menidurkan kepalanya di atas pangkuan gadisnya. Ia lelah usai menyetir dari jauh.

The Skripsweet Thingy - Mark LeeWhere stories live. Discover now