#34 Bermain dengan jiwa

17 8 5
                                    

Di Menara Angkasa, Daemon dan Astaroth berkumpul. Para iblis mengelilingi menara itu dari bawah, bersorak-sorak mengagungi keberhasilan.

"Kita berhasil. Dunia milik kita!" Astaroth mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, menengadah penuh kebahagiaan.

Daemon berkacak pinggang menatap keluar menara, memandangi lautan iblis yang memenuhi dunia para dewa di bawah sana tengah menyerukan keberhasilan kaum mereka. Mereka pantas berbangga diri atas hasil sempurna yang tercapai.

"Dengan ujung jari, kita mengendalikan dunia." Netra pria itu masih setia menilik bala tentaranya.

Valerie menatap mereka penuh kebanggaan. Ia berdiri disisi balkon menara. Menatap keberadaan istana megah milik para dewa yang kini telah sepenuhnya mereka kuasai. Tidak ada yang tidak mereka miliki. Tak ada pula yang mereka khawatirkan atau barangkali takuti. Mereka memiliki segalanya, seisi semesta, bahkan Dunia Avior telah berada digenggaman tangan. Mereka dapat mengendalikan seluruh semesta hanya dengan sejengkal telunjuknya.

"Tidak untukmu." Zephyr mematahkan leher Daemon hingga terlepas dari tubuhnya. Ia menghempaskan kepala iblis itu serampangan.

Bukan darah merah, melainkan darah hitam yang terciprat mengucur kemana-mana.

Gertrude mendelik, saat netranya bersitubruk dengan pria itu, Zephyr tersenyum manis. Astaroth tersentak begitu kepala sahabatnya terguling di depannya. Menatap kepala tanpa pemilik itu membuatnya spontan menoleh mencari tahu siapa yang berani melakukan demikian.

"KAU?! SIALAN!!"

Astaroth berderap maju, hendak meraih tubuhnya dan mengoyak habis pria itu dengan tanduk panjangnya. Membalaskan dendam sahabatnya, juga pengkhianatan yang dilakukan oleh pria itu setelah mengaku keberpihakkannya pada kaum mereka.

Namun tanduknya dengan mudah dipatahkan oleh Zephyr. Pria itu berputar-putar kelimpungan. Tangannya sibuk meraih-raih sesuatu yang tak pasti. Yang pastinya saat ini pandangannya memburam akibat terlepasnya tanduk besar yang menancap dikepala.

"Dunia hanya milik Gertrude Lexine-ku." Ia dengan sekali hempasan menancapkan kedua tanduk pada kedua matanya.

Tanduk itu menembus hingga ujung kepalanya. Astaroth mati ditempat.

Gertrude tersenyum senang, ia mendekat, memeluk pria yang berhasil direbutnya dari Valerie. Mencium bibirnya serta melingkarkan tangannya di leher Zephyr. Pria itu balas tersenyum, ia mengelus pinggang ramping wanitanya. Mereka berciuman dengan mesra setelah tanpa rasa bersalah membunuh banyak orang.

Di kejauhan mereka, Valerie awalnya hanya menatap datar kemesraan itu. Hingga akhirnya sesuatu memaksanya keluar. Sesuatu yang mengganjal dan membuat tubuhnya terasa panas seketika. Ia bercucur keringat, namun tidak bersuara. Ia hanya menahan rasa sakitnya dengan memejamkan mata. Valerie berlutut di depan bunga lily merah raksasa, menggapai-gapai bagian tubuhnya yang panas. Namun tak bisa dipungkiri, seluruhnya terasa panas.

Kepulan asap hitam keluar dari tubuhnya. Membentuk sesuatu yang padat dan besar, bermata merah, tidak berkaki dan dapat terbang. Itu Ala. Ia telah keluar dari tubuh Valerie.

Valerie yang telah sepenuhnya berhasil masuk dan kembali, ia menghirup nafas sebanyak-banyaknya. Kepalanya pusing seketika, dunia seakan berputar secara sporadis.

Tampilan tubuhnya masih sama, ia bertelinga lancip namun bersayap biru.

Ala berteriak kencang. Ia tidak rela kehilangan tubuh itu. Makhluk itu menginginkannya kembali.

Zephyr dan Gertrude otomatis menoleh, mereka berdua segera menyadarinya. Gertrude berlari ke arah kuncup lily hendak mengendalikan seluruhnya atas tangannya sendiri. Zephyr mendekatinya, membawa sebuah tanduk yang sebelumnya ditusukkan pada Astaroth. Berdiri di depan gadis itu dengan kilat marah dan dendam.

THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]Where stories live. Discover now