#15 Aleria

100 32 18
                                    

Dua makhluk berlawanan jenis tengah beradu di atas ranjang. Obor-obor menggantung anteng di dinding-dindingnya, kiranya menghiasi malam penuh gairah kedua makhluk itu.

Tubuhnya melepaskan penyatuan mereka, mengakhiri hubungan seksual kali ini. Si wanita, Gertrude, nampak masih terdiam di atas ranjang sembari berbaring terengah-engah, melepas penat atas aktivitas brutal hari ini.

Si pria bertanduk domba berukuran besar meraih pakaian yang tercecer di atas lantai, mengenakannya kembali pada tubuh atletisnya. Dia menjatuhkan bokongnya di pinggiran ranjang, bersandar pada dinding seraya menatap lurus tanpa suara.

Wanita dengan rambut hitam berantakannya memiringkan tubuh gemulai itu menghadap pada kekasihnya. Seulas senyum merekah tergambar di wajah tegasnya.

"Aku benci mengatakan ini, tapi aku cukup menyukainya."

Si pria menoleh, menjulurkan tangan kekar itu. Mengayunkannya membelai rambut hitam legam yang menutupi dahi berkeringat sang kekasih. "Kau percaya cinta?"

Helaan nafas terdengar darinya, tangan yang semula diam tak berkutik kini nampak menyingkirkan belaian pria itu. Tubuhnya kembali terbaring secara telentang, masih dengan bertelanjang bulat.

"Jangan bicarakan itu."

"Kau masih tidak mempercayainya?"

Gertrude terbangun membelakangi si pria, termenung dengan raut malas menanggapi pertanyaan konyol itu. Baginya, cinta adalah omong kosong. Tak ada cinta di dunia ini, dia hanya mengenal rasa sakit dan pengkhianatan yang terus berputar dalam lingkaran itu.

Bercinta merupakan kesenangan, namun bukan cinta lagi yang dimaksud, melainkan permainan ranjang yang menyenangkan.

"Sudah kubilang, jangan katakan itu padaku. Aku muak mendengarnya." Ucapnya dingin. Wanita itu bangkit hendak mengambil sebuah kain yang tergeletak di atas lantai. Kain berwarna merah pekat itu lantas membalut tubuhnya sebagai kemban, menggelung rambut panjang itu sembari mengambil sebuah benda kecil nan panjang yang kemudian ditusukkannya pada rambut hitamnya.

"Lalu kenapa kau mau menjadi kekasihku?"

Satu lontaran pertanyaan praktis membuatnya berhenti beraktivitas. Dia hanya berdiri seraya memegang dadanya, memegang kemban yang menutupi tubuh gemulai itu. Dengan secuil tolehan, Gertrude memandangi si pria dari ekor matanya.

"Asmodeus telah membangkitkan hawa nafsuku ketika melihatmu," pungkas Gertrude. Wanita itu mengakhiri perbincangan ini, tidak ingin membahas cinta, lagi, yang membuatnya semakin muak.

Kaki jenjangnya melangkah panjang menuju sebuah pintu yang terletak tak jauh dari ranjangnya berada, namun sebuah ketukan keras terdengar nyaring terpantul di seluruh ruangan itu. Seolah seseorang yang mengetuknya telah membawa sebuah berita mendesak sampai-sampai dia harus mengganggu ratunya di dalam kamar ini.

~•~

Gebrakan keras dari bilah tongkatnya berhasil membuat obor-obor di dinding menyala dua kali lipat lebih besar dari sebelumnya.

Matanya berkilat marah, menyala semerah darah. Ruangan singgasana di Istana Hitam itu terlihat dipenuhi oleh makhluk kurus nan jelek yang terus meronta-ronta ingin dibebaskan dari penyegel mereka--bagi yang belum terbebas dari rantai penyegel.

THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]Where stories live. Discover now