Ch.8 Tragedi Keluarga Abuya

Start from the beginning
                                    

“Tapi kemudian, selama beberapa tahun ke ajaiban itu tidak pernah hadir, saya belajar mengikhlaskan segalanya, yang diatas pasti tahu yang terbaik, sedih tentu saja saya sedih, tapi tidak bisa dibohongi, dengan perasaan ikhlas yang sudah saya tanamkan dalam hati, dan ekspektasi yang saya turunkan serendah rendahnya, keadaan seperti ini membuat saya tidak terlalu kaget dan terpukul begitu berat, saya malah lebih sedikit lega, istri saya sudah terbebas dari belenggu rasa sakit dan penyakit yang dideritanya selama hampir 10 tahun ini “ lanjut Abuya kemudian menyimpan gelas itu dimeja didepannya.

Aku tidak bisa merespon dari apa yang diucapkan Abuya,pertanyaanku simple, tapi Abuya malah trauma dumping, membuatku speechless, tidak ada percakapan setelah itu, aku hanya berdiam menatap Abuya yang menatap ke arah luar.

“Abuya mau ditambah lagi teh nya ?.” Hanya itu yang keluar dari mulutku, Abuya melihat ke arahku, kemudian menggelengkan kepalanya, menyerahkan gelas kosongnya kepadaku.

“Terimakasih.” Ujarnya sambil kemudian tanganya bergerak menyuruhku keluar dari kamarnya, aku berjalan menuju dapur dan membereskan gelas kotor tadi.

Kurasakan ada seseorang berjalan dibelakangku, Emir, dia membuka pintu lemari es, mengambil sebotol minuman jeruk dan menuangkanya kedalam gelas.

“Tuan Emir, apa kabar ?.” Tanyaku kepada Emir, Emir hanya mengangguk kemudian meminum separuh gelasnya dan mengisinya kembali.

“Bisa tolong buatkan aku makanan dan mengantarnya ke kamarku ?.” 

“Baik tuan.” Jawabku, Emir kemudian berjalan kembali keluar dari arah dapur menuju kamarnya, kenapa Emir malah menyuruhku membuat makanan, aku tidak bisa memasak makanan khas Arab, bahkan aku juga tidak tahu makanan apa yang dia suka, aku membuka lemari es, melihat ada sepiring Kunafeh, bentuk bulatnya telah terpotong, aku ambil sisanya lalu ku hangatkan didalam microwave, setelah siap, kunafeh itu aku simpan diatas piring kemudian menyiramnya dengan sirup kurma, entahlah ini benar atau salah, aku kemudian membawa kunafeh itu kekamar Emir.

Emir terlihat sedang merokok didalam kamar, menghadap jendela yang terbuka, persis seperti apa yang dilakukan Abuya, memang buah tidak pernah jatuh jauh dari pohonnya, sifat kedua pria majikanku ini begitu mirip, tidak banyak bicara, dingin, dan suka merokok.

“Tuan Emir, ini makananya.” Emir menghentikan kegiatannya, mematikan rokoknya kemudian mengambil piring dari tanganku.

“Terimakasih Ibrahim.” Ucapnya, aku membalas Emir dengan anggukan, kemudian keluar menuju dapur untuk membereeskan pekerjaanku.

Setelah pekerjaanku selesai, aku berjalan keluar rumah, sambil membawa piring berisi kunafeh, berjalan menuju rumah kecil dibelakang, aku berniat main ke kamar pak Damar.

Kuketuk pintu kamar pak Damar, kemudian membuka pintunya yang tidak terkunci, terlihat pak Damar sedang bercengkrama dengan seseorang di telpon, pak Damar menyudahi panggilanya di telpon kemudian menyuruhku duduk disampingnya.

“Telfonan sama siapa pak ?.” Tanyaku kepo.

“Biasa, sama istri bapak, kan kemarin habis transfer uang.” Jawabnya sambil tanganya menyuruhku duduk dikasur disampingnya.

“Bawa apa tuh ?.” Tanya pak Damar.

“Ini, tadi Emir minta dibikin makanan, aku nggak tahu dia suka apa, teus aku angetin aja ini kunafeh, terus ternyata dikulkas masih ada, aku sengaja bikinin buat bapak.” 

“Wahhh, makasih Ra, kamu emang udah cocok jadi istri kedua bapak, perhatian banget.” Ujar pak Damar sambil mengambil piring berisi kunafeh dari tanganku.

“Gimana keadaan Abuya sama Emir ?.” 

“Udah mendingan pak, nggak sesedih minggu kemaren, tapi masih agak dingin “ 

“Pasti lah, masih sedih mereka.” 

“Iya, kasian Abuya sama Emir.” 

Pak Damar mengunyah kunafeh nya, kemudian menyimpan piring diatas meja.

“Abuya sekarang jadi duda, bentar lagi juga nikah lagi itu, pasti, yakin Bapak.” Ujar pak Damar tiba tiba.

“Kok bisa mikir gitu pak ?.” 

“Iyalah, orang arab itu, apalagi cowok, nafsunya gede gede, apalagi Abuya, udah berapa tahun nggak terpenuhi kebutuhan biologisnya, apalagi Abuya banyak duit, gampang cari istri lagi mah.” Ujar pak Damar, hmm, aku berfikir, bener juga ya, di Indo juga gitu sih, nggak cuman orang Arab, tapi ya bener apa yang dibilang lak Damar, cowok, apalagi punya banyak duit, pasti gamoang cari istri mah.

“Emang bapak kebutuhan biologisnya selama 3 tahun kepenuhi ?.” Tanyaku memancing pak Damar, dia melihatku kemudian tersenyum nakal.

“3 tahun kemaren sih nggak terlalu, tapi kan tahun ini bapak punya istri kedua disini, jadi pasti bakal terpenuhi selalu kebutuhan bapak “ Jawab pak Damar sambil mendekat dan mencium bibirku singkat, aku mendorong pak Damar pelan.

“Ihh apaan sih pak Damar ini, jangan main nyosor nyosor aja, pintu belum ditutup tuh, nanti kalo ada orang, bisa dicambuk kita “ Ucapku sambil memukul lengan pak Damar pelan, Pak Damar hanya tertawa kecil kemudian bangun dari duduknya, terlihat penis pak damar menegang dibalik celananya, ia berjalan dan menutup pintu lalu menguncinya.

“Hayu atuh, kita penuhi kebutuhan biologis bapak.” Ujar pak Damar sambil membuka bajunya, ohhh, sepertinya memang suda saatnya ngasih jatah bulanan ke pak Damar, batinku dalam hati.

 

***********

[ Hiyaaa!!!! New Update temen-temen, gimana kabar kalian hari ini ????? Cerita kali ini aku agak susah buat bikin transisi dari perkenalan ke adegan erotism nya, jadi aku harap kalian sabar dan maklum kalo tiba tiba ketemu part yang agak aneh atau cringe yaaaa, makasih atas vote dan komennya, ilysm guys!!!. ]

PRIA ARAB MAJIKANKUWhere stories live. Discover now