13

707 59 2
                                    




.


.


.



Ada yang bilang kalau memakan cokelat saat stres itu dapat meredakan stres yang melanda. Renjun belum mencari informasi akurat tentang itu di laman internet, tetapi melihat sang sahabat yang dengan tenang memakan sebatang cokelat pemberiannya sambil menonton acara malam, mungkin saja pernyataan itu benar adanya.

Mungkin rasa manis dari cokelat itu dapat meningkatkan hormon kegembiraan pada seseorang?

Yah, setidaknya itu lebih baik daripada mendengar tangis Haechan semalam suntuk sampai ia mendapati keesokan harinya kelopak mata pemuda beruang itu membengkak sebesar telur itik.

Renjun telah menyelesaikan makan malamnya sepuluh menit yang lalu, namun ia mengkhawatirkan si pemuda Lee di sampingnya ini yang merengek ingin bermalam di kamar asramanya sampai besok.

Memang Haechan tidak tinggal di asrama, hanya saja pemuda ini sempat atau tidaknya besok pagi kembali ke rumahnya untuk mengambil seragam sekolahnya. Mana katanya ia berjalan kaki untuk sampai ke asrama Renjun. Entahlah, Renjun tidak bisa membayangkan bagaimana hebohnya besok pagi akibat teriakan menggema Haechan yang pasti menyebutkan, "Aku bakal terlambat!"

Ya sudahlah, Renjun tidak mau berpusing-pusing malam ini untuk memikirkan hal itu.

"Chan, kalau sudah selesai dengan cokelat itu, jangan langsung tidur. Gosok gigi dahulu, ambil saja punyaku yang baru di samping keran wastafel."

Haechan tidak mengalihkan pandangannya pada televisi di depannya, namun gestur jari yang membentuk isyarat 'oke' ia acungkan sebagai tanda ia mendengarkan perkataan sang sahabat.

Renjun pamit sebentar ke kamar guna mengganti pakaiannya menjadi piyama tidur.

Pergerakannya terhenti kala dirinya mematut seluruh tubuhnya di cermin lemari pakaian yang memampang dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia masih mengenakan baju pemberian Jeno rupanya.

Sekelebat ingatan melintas kala dirinya dengan emosi menampar vampir tampan itu hanya gara-gara minumannya tertumpah ke tanah.

Itu hal yang paling memalukan seumur hidupnya!

Jika saja Jeno adalah vampir yang jahat, dapat dipastikan ia akan tewas di tempat. Sampai besok hari Haechan akan menunggu di kamar asramanya dan langsung pingsan mendengar berita tentangnya yang tewas ditemukan di sebuah jalan yang lumayan sepi di tengah kota.

Renjun mengenyahkan imajinasi anehnya. Bersyukur saja ia masih berdiri dengan tegap di kamar dan barusan masih bisa menyuap makan malam dengan lancar.

Patut disyukuri.

Setelah menggantinya dengan piyama bergambar rubah lucu, atensinya teralihkan oleh notifikasi ponselnya yang menyala di atas kasur.

Ia pun meraih benda persegi tersebut dan melihat ada satu pesan dari nomor yang tidak dikenal.

Renjun hampir saja memblokir nomor tersebut sebelum ujung matanya menangkap nama seseorang yang familiar tertulis di pesan itu.

+13XXXX

Halo Renjun, ini Jaemin.

Seketika Renjun menepuk jidatnya sendiri tatkala teringat jika ia sempat bertukar nomor dengan vampir cantik itu saat berada di mansion bangsawan Lee.

Mereka sudah resmi menjadi sahabat omong-omong. Mereka juga banyak berbicara setelahnya dan seperti air mengalir, Renjun juga menceritakan sang sahabat - Haechan - kepada Jaemin, dan vampir itu dengan antusias ingin bertemu dengan Haechan besok.

Karena sesi curhat Haechan yang menghabiskan waktu selama dua jam, Renjun hampir melupakan permintaan Jaemin yang satu ini.

Jadi setelah bertukar pesan seadanya dengan Jaemin, Renjun segera menghampiri Haechan yang masih tidak bergeming di tempatnya duduk. Terlalu asyik menonton acara komedi malam sehingga Renjun harus menepuk bahu pemuda itu sebanyak tiga kali terlebih dahulu untuk mendapatkan atensi sang sahabat.

"Apa?" Haechan meletakkan remot televisi di atas meja setelah mengecilkan volume suara benda elektronik tersebut.

Renjun bingung ingin memulai ceritanya dari mana. Jadi sebagai permulaan, ia berkata, "Tidakkah kau bertanya-tanya kenapa aku bisa pulang agak sore di hari libur ini?"

Haechan berhenti mengunyah cokelat di mulutnya.

"NAH, IYA! Aku tadi ingin menanyakan hal itu, tetapi lupa. Kemana kau seharian ini?"

Bak air mengalir, Renjun dengan lancar menceritakan apa yang telah terjadi selama seharian ini. Mulai ia yang rela antri selama setengah jam hanya untuk membeli minuman strawberry smooth, tabrakannya dengan pria berpakaian hitam yang ternyata itu adalah Lee Jeno. Bagian Renjun yang tak sengaja menampar vampir Lee itu sungguh tak kuasa Haechan menahan tawanya. Lalu bagian di mall, ia ingin pulang namun dihentikan oleh Jeno, ia dibawa ke mansion vampir bangsawan Lee, dan terakhir bertemu dengan Jaemin.

"Aku sudah menceritakan segalanya tentangmu. Tentu bagian percintaanmu tidak kuberitahu. Maka dari itu Jaemin ingin bertemu denganmu besok. Aku sudah bilang kalau kita besok sekolah, jadi kemungkinan kita akan menjenguknya selepas pulang sekolah. Bagaimana?"

"Tunggu sebentar. Kau bilang di mansion itu hanya ada tuan Jeno dan saudaranya saja, dimana ketua dewan?"

"Mantan ketua dewan." ralat Renjun. "Kata tuan Jeno, beliau mengasingkan diri di suatu tempat."

"Terus apa kita yang manusia biasa ini bisa bebas masuk ke mansion mereka yang notabenenya adalah bangsawan vampir?"

Renjun mengibaskan tangannya ke depan wajah, "Tenang, aku sudah dapat izin dari tuan Jeno sendiri kok. Kalau kau tidak percaya, kita buktikan besok."

Haechan masih agak ragu dengan ajakan sang sahabat yang akan menemui sang kembaran mantan asisten ketua dewan besok hari.

Masalahnya tempat yang akan mereka masuki adalah kediaman keluarga vampir Lee yang terkenal akan pengaruhnya terhadap pendirian negara Neo ini. Mereka juga terkenal kuat dan sadis dalam bertarung melawan musuhnya. Bagaimana Renjun dengan entengnya mengatakan bahwa ia sudah mendapatkan izin dari sang kepala keluarga vampir Lee?

"Kalau kau berpikir tuan Jeno dan saudaranya menakutkan, itu salah besar. Memang tuan Jeno memiliki aura yang dominan dan perawakan dingin dan kaku sehingga siapapun yang melihatnya akan terintimidasi. Tetapi sebenarnya tuan Jeno baik hati dan peduli. Buktinya dia memaafkanku ketika aku menamparnya tanpa sengaja karena kekalutanku dengan emosiku. Kemudian menggantikan pakaianku yang kotor sampai pada mengantarku ke depan asrama. Lalu tentang saudara kembar tuan Jeno, Jaemin terlihat sangat berbeda jauh dengan tuan Jeno. Ia memiliki wajah cantik dan senyum yang hangat serta sorot mata yang teduh. Hanya saja sekarang Jaemin tengah sakit karena kehilangan sosok Jisung. Ia kesepian dan butuh teman berbicara sehingga kehadiranku tadi membuatnya sangat senang, sampai aku ditawarkan menginap di mansion mereka. Namun aku menolaknya karena alasan sekolah."

"Kau harus bertemu dengan Jaemin, sepertinya kalian cocok menjadi teman bicara." tambah Renjun.

Haechan masih berpikir sejenak guna mencerna penuturan panjang Renjun barusan. Ia juga menerawang rencananya besok hari. Tidak ada apa-apa sebenarnya selain bersekolah dan bermalas-malasan di atas kasur.

Haechan menatap pada netra Renjun yang gelisah di tempat menuntut keputusannya. Hingga pada akhirnya ia membuka mulut, sorakan Renjun terdengar gembira di telinganya.

"Hum, baiklah. Aku akan ikut besok. Lagian aku juga penasaran dengan sosok kembaran tuan Jeno yang katamu cantik itu."



Tbc.



Kalian pada ngerasa bosan gak sih kalau saya update tiap hari begini?

Saya ini kalau udah publis buku, bakalan update tiap hari karena saya ini kalau udah terhenti, bakalan lama ngilangnya🤧 ini juga sebagai bentuk antisipasi biar gak kelupaan aja sama kewajiban selesain buku.

Ya udah itu aja yang mau disampaikan. Good night~

Don't Leave Me, Master! [JiChen]✓Where stories live. Discover now