28. Ada Rasa Antara Mereka

254 68 116
                                    

🍂 Dria

Hatiku gelisah.

Pikiranku kacau balau.

Aku tak bisa duduk tenang.

Dan satu kalimat ini yang terus terngiang untuk menghancurkan kondisiku.

"Langsung ke Lion Sky aja. Aku perjalanan ke sana."

Lion Sky?

Bukankah itu nama kawasan club malam elit di Jakarta?

Untuk apa Lily pergi ke sana?

Semua praduga menakutkan langsung terpikirkan.

Ingin menerka, tapi semua bayangan kelam langsung membuatku takut kalau Lily bisa saja dalam bahaya.

Karena kenapa tempat yang Lily sebutkan harus berhubungan dengan dunia hiburan?

Aku percaya kalau Lily adalah gadis yang sangat baik.

Jadi kenapa Lily harus memasuki tempat penuh huru-hara?

"Dria."

"Iya, Kak."

Suaraku jadi terdengar sedikit tergagap.

Dan tatapan tajam Kak Eva jelas menyiratkan kalau gerak-gerik yang kulakukan sejak tadi pasti telah disadari oleh kakak perempuanku yang selalu bisa jadi sangat waspada.

"Kamu kenapa? Lagi punya acara, kok, malah jadi sibuk sendiri?"

Suara Kak Eva sudah sarat akan peringatan.

Dan hatiku yang sedang diliputi gundah langsung memancingku untuk lebih baik diam saja. Karena aku sedang tak punya banyak tenaga untuk berdebat dengan kakak perempuanku satu-satunya.

"Dek."

Panggilan Kak Eva kembali kudengar.

Yang jelas langsung membuatku sadar bahwa keinginan Kak Eva memang selalu begitu kuat.

Jadi keadaanku yang sedang kacau pasti tak akan luput dari cecaran banyak sekali macam pertanyaan yang pasti ingin segera Kak Eva lontarkan.

Siap-siap saja.

"Kenapa, Kak Eva?"

"Udah ditanya, bukannya langsung dijawab, malah balik tanya. Kamu lagi apa sebenarnya?"

Lily masih terus memenuhi semua bentuk kekhawatiran yang sedang kurasakan sekarang.

Jadi meski kentara sekali akan dimarahi, pelototan tajam Kak Eva kembali kuabaikan karena aku sungguhan sedang tak ingin berdebat saat ini.

Sebab aku harus menyimpan tenagaku untuk memperjuangkan Lily.

"Adrian."

Panggilan Kak Eva mulai terdengar menyeramkan.

"Kalau udah ambil makanan, cepat dihabiskan. Bukan malah dianggurin terus-terusan kaya gitu. Mubadzir. Sendok yang bener, kunyah, terus telen. Jangan cuma diaduk-aduk kaya semen."

Suara Kak eva sudah terdengar sangat sinis.

Dan aku tak bisa menyanggahnya.

Karena peringatan Kak Eva memang benar.

Seporsi makanan yang ada di hadapanku sama sekali tak kusentuh. Masih tetap utuh.

Hanya kupandangi dengan tatapan kosong sejak tadi. Dan kuacak-acak seperti pelampiasan resahnya hatiku saat ini.

Dan aku sadar betul kalau semua bentuk keramaian yang ada di sekitarku terjadi adalah karena undangan dariku. Karena banyaknya tamu-tamu yang datang ingin ikut berbahagia dan mengucapkan selamat untukku.

Cinta Dua NegaraWhere stories live. Discover now