3. Waktunya Tiba

392 140 73
                                    

Tahun demi tahun sudah berganti, tapi aku masih terus sendiri sampai saat ini. Belum berhasil menemukan tambatan hati untuk dijadikan sebagai pendamping dan seorang istri.

Tentang Nadira, masih tetap sama. Aku terus sangat mencintainya. Dan belum bisa lupa.

Tapi sudah tak apa. Berangsur luluh dan semoga akan segera jadi baik-baik saja.

Karena Dria sudah jadi Papa untuk gadis kecil menggemaskan bernama Alnira Shabira.

Dan sepertinya, ungkapanku memang sedang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.

Bahwa hadirnya Alnira, memang seperti pengingat paling manis supaya aku bisa segera merelakan Nadira.

Memang ya, setiap rencana baik dari Yang Maha Kuasa tak akan pernah bisa dinyana oleh akal manusia.

Yang membuatku tetap teguh untuk terus beriman. Dan percayakan semua kebaikan pada Allah yang senantiasa memberikan kejutan.

Mari tetap berusaha jadi orang yang baik.

Maka kebaikan dan perlindungan pasti akan bisa selalu menyertai.

Aamiin.

Keluar dari kamar mandi, aku tersenyum lega saat rasanya tubuhku sudah jadi segar sekali.

Nyaman. Walau tanganku memang masih harus terus bergerak gesit mengeringkan rambutku supaya tak terus kebasahan.

Baru saja meneguk air mineral untuk menyegarkan tenggorokanku, aku jadi sedikit terkejut saat mendengar dering ponselku.

Mencari keberadaannya, dan saat menemukan ponsel pintarku tepat di atas meja, aku makin bertanya-tanya saat mendapati nama contact Suaminya Dira.

Bang Alan meneleponku.

Tapi ada apa?

Aku sudah meraih telepon genggamku untuk menerima panggilan telepon dari Ayahnya Alnira, tapi panggilan suara dari Bang Alan terlanjur mati terlebih dahulu sebelum aku memberikan salam dan sapaan untuknya.

Sepertinya, aku terlalu lama.

Karena setelah panggilan telepon tadi tertunda, mataku kini membaca notifikasi bahwa Bang Alan sudah meneleponku sebanyak 3 kali sebelumnya.

Tapi semuanya tak terjawab.

Apa ada hal genting sampai Bang Alan menghubungiku sebanyak ini?

Jadi karena khawatir akan orang-orang kesayanganku di Indonesia, jari jemariku sudah bergerak terampil ingin lekas menghubungi balik Bang Alan sebab aku jadi cemas serta takut apabila sedang terjadi sesuatu dengan Nadira dan Alnira.

Yang semoga, dua perempuan baik itu baik-baik saja.

Belum sampai aku melakukan panggilan teleponku, tapi ternyata Bang Alan sudah kembali menghubungiku.

Jadi tak perlu lagi menunggu lama, ibu jariku sudah langsung bergerak cepat untuk menerimanya.

Jangan sampai terlambat lagi seperti tadi.

"Assalamu'alaikum, Bang."

"Wa'alaikumsalam. Kenapa pesannya nggak dibaca?"

Tadinya, sempat khawatir luar biasa.

Tapi mendengar nada suara Bang Alan yang begitu panik di seberang sana, aku malah jadi terkekeh geli dan perasaan hangat jadi kurasa.

Jadi merasa diperhatikan dan dibutuhkan.

Gemas sekali memang Ayahnya Alnira.

Yang meski nampak garang sekali tampilannya. Jarang tersenyum dan berinteraksi seadanya. Tapi setelah mengenal lebih jauh Bang Alan jadi suaminya Nadira, aku mulai paham dan percaya sepenuhnya, bahwa sebenarnya, Bang Alan adalah sosok laki-laki dewasa yang sangat bertanggungjawab dan peka sekali sikapnya. Yang sering sekali sedikit bicara, tapi perhatian dan perlindungan Bang Alan sudah langsung dibuktikan dengan aksi nyata.

Cinta Dua NegaraМесто, где живут истории. Откройте их для себя