49 : Prahara

3.1K 317 120
                                    

Selamat datang kembali di bab terbaru Serambi Masjid ~~

Syarat sebelum melanjutkan membaca bab ini :

Tolong luangkan waktu sejenak dan berikan Al-Fatihah serta salawat untuk saudara kita di Palestina. Terima kasih.

Selamat membaca!
Jangan lupa awali dengan basmallah...

Jangan lupa untuk vote dan komen di setiap paragraf juga!

Tolong tandai kalau ada typo, ya^^

Semua orang yang beriman pasti akan diberi ujian. Kian meningkat kadar keimanannya, kian besar pula ujian yang harus ia hadapi. Namun, itu semua adalah bentuk cinta-Nya. ”

- Kalam Guzelim -

_________ Serambi Masjid __________

-
-
-

Butuh puluhan menit untuk menerobos jerat kemacetan di Kota Semarang. Sesampainya di rumah rumah sakit, suara langkah kaki yang terburu-buru saling bersahut-sahutan. Fahmi, Nabila, Ilana, dan Raihan berlarian mengikuti brankar Ustadzah Marwah yang didorong oleh para perawat menuju ruang penanganan.

Empat orang yang mendampingi itu dipersilakan duduk di kursi tunggu. Napas mereka saling memburu. Kursi besi yang memangku tubuh pun menjadi saksi betapa lemasnya mereka saat ini. Fahmi memilih berdiri—berjalan mondar-mandir dengan perasaan cemas yang tidak kunjung lepas, sementara Nabila, Ilana, dan Raihan tetap duduk meski dengan gusar yang tidak kalah besar. Lorong rumah sakit itu seketika dipenuhi suara doa-doa dan zikir yang lolos dari bibir mereka, berharap semuanya akan baik-baik saja.

Ustazah Marwah sempat dipindahkan ke ruangan lain untuk mendapatkan penanganan yang berbeda dari sebelumnya. Ke mana pun tempatnya itu lah Fahmi, Nabila, Ilana, maupun Raihan tetap mengikuti.

Waktu bergulir hingga seorang dokter lengkap dengan sneli dan stetoskopnya keluar dari ruang IGD. Sapaan sopan mengudara, mengundang atensi dari pihak keluarga pasien yang baru ditanganinya. Niat ingin menghampiri, tetapi orang-orang itu yang terlebih dahulu berjalan ke arahnya, lengkap dengan kegamangan yang tercetak jelas.

"Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?" tanya Fahmi dengan tidak sabaran. Kedua kakinya gemetaran di atas lantai keramik.

"Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, ibu Anda didiagnosis mengalami overdosis. Kami sudah melakukan prosedur cuci lambung untuk mengeluarkan zat yang memicu overdosis tersebut. Setelah ini, kami akan meneliti lebih lanjut mengenai penyebab kondisi ibu Anda sampai seperti ini," ujar Dokter sedikit sangsi. Apalagi menampak kegusaran keluarga Ustazah Marwah, bertambah pula rasa tak enak yang bertandang untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya. Ia lantas memilih melanjutkan secara perlahan, "Cuci lambung itu untungnya berhasil karena kalian segera membawa pasien ke rumah sakit. Namun, maaf, Pak, usia ibu Anda yang sudah renta membuat keadaannya semakin memburuk. Organ-organnya semakin lamban dalam bekerja. Akibat overdosis yang dialami, nyaris membahayakan nyawanya, memicu adanya komplikasi, dan membuat beliau kini mengalami koma. Secepatnya kami akan memindahkan ibu Anda ke ruang ICU."

"Innalilahi ... laa illaha ilallah ...."

Fahmi meraup wajahnya dengan kasar. Perasaannya kian porak-poranda. Brankar sang ibunda yang tiba-tiba melintas keluar dari ruang tempat cuci lambung, didorong oleh beberapa orang perawat, dilihatnya dengan nanar. Ada yang retak pun hancur. Sakit yang mengakar tak berupa.

Serambi MasjidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang