28 : Bisikan yang Membunuh

17.3K 1.9K 391
                                    

“Don'ts hate yourself for the mistakes you make in life

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Don'ts hate yourself for the mistakes you make in life. They are turning points. They are important lessons you need to learn. Remember, none of it is random. The Almighty designs them for a reason. They are meant to make you a better person. Correct yourself and move on!”

— Mufti Ismail Menk

•°•°•°•°•Serambi Masjid•°•°•°•°•

-
-
-

[Rekomendasi backsound : Kiss the Rain]

Kedua netra indah itu masih terjaga kendati penglihatannya gelap lantaran waktu yang menunjukkan tengah malam, ditambah lampu yang sudah dimatikan. Suara hembusan nafasnya terdengar beriringan dengan suara angin malam yang masuk melalui celah jendela kamarnya.

Pukul setengah dua belas malam, Ilana tak bisa tertidur meski telah meminum obat yang biasanya membawa rasa kantuk untuknya. Malam sunyi ini agaknya lebih berisik dari biasanya, menyebabkan ia tak bisa mengistirahatkan tubuh dan pikirannya barang hanya sebentar. Suara riuh yang berasal dari kepalanya kembali terdengar. Pemikiran-pemikiran aneh berkecamuk bercampur menjadi satu dan membuatnya bertanya-tanya akan banyak hal.

Jika boleh, apa ia bisa menghancurkan dinding ini?

Dinding kokoh tak kasat mata yang tanpa ia sadari dibuat oleh dirinya sendiri. Dinding yang selalu melingkupi Ilana dengan rasa bersalah dan kebencian akan dirinya sendiri.

Ilana selalu berpikir, apa yang pernah Fillah katakan agar tidak menyalahkan diri sendiri, ada benarnya. Bahkan sangat benar. Namun, entah kenapa begitu sulit untuknya melakukan hal tersebut. Sekuat apa pun hatinya berusaha memaafkan, namun kenyataan pahit dalam hidupnya seolah menolak.

Semua yang terjadi dalam hidupnya seakan menyalahkannya. Suara bising yang tak pernah berhenti itu terus berupaya meyakinkan bahwa dirinya tak lagi berharga, lemah, dan layak dipandang rendah. Pemikiran negatif pun kadangkala membuatnya pesimis akan banyak hal.

Seperti kejadian hari ini yang menguras habis kesehatan jiwanya. Seolah apa yang teman-temannya katakan memanglah benar. Banyak kata seandainya yang terbesit di benaknya sebagai bentuk penyesalan yang kemudian ia hujam kepada dirinya sendiri layaknya sebuah tombak. Kata penyesalan itu yang memperbesar kebencian terhadap dirinya sendiri. Ilana ingin membuangnya jauh-jauh, tapi ia bingung harus melakukan apa. Ia ingin segera menghentikan semua penderitaan yang selalu menyiksanya itu, tetapi seolah ia selalu berujung pada jalan yang buntu.

Helaan nafas berat ia hembuskan, bersamaan dengan lampu tidur yang tiba-tiba menyala. Ilana menoleh ke samping, dan matanya langsung bertemu mata sang suami yang ternyata terbangun dan kini menatapnya lembut.

Serambi MasjidWhere stories live. Discover now