012

32 7 0
                                    

"Apa menurutmu semua manusia itu dilahirkan kedunia untuk merasakan banyak perasaan?" Fah berbicara sembari memutar garpu ditangannya. 

"Tidak. Kita dilahirkan untuk mati"

Gerakan memutar garpu Fah berhenti. "Sebenarnya tidak salah sama sekali. Tapi yang ku maksudkan bukan itu"

Paula mengangguk kecil, kembali fokus pada makanannya. 

"... Jika bisa memilih, kau ingin lahir kedunia atau memilih tetap berada disurga?" Fah kembali melontarkan pertanyaan bodohnya. Fah sudah dapat menebak bahwa kemungkinan besar Paula memilih untuk menetap di dunia. Wanita yang tidak memiliki warna hidup di depannya ini jelas memiliki masa lampau yang terlihat buruk.

"Aku memilih lahir kedunia"

Gerakan memutar garpu Fah kembali berhenti. Wajahnya menampilkan sedikit ekspresi terkejutnya sebelum bertanya kembali. "Kenapa? Semua orang memilih untuk tidak hidup di dunia ini, kenapa kau memilih untuk lahir kedunia jikan diberi pilihan?"

"Hanya untuk memastikan bagaimana aku berakhir didunia ini" Paula menghentikan kegiatan makannya, menatap Fah yang juga menatapnya. "Aku yakin bahwa di surga aku tidak akan kesepian, tidak akan pernah. Tapi di dunia manusia setidaknya pernah merasakan kesepian. Sama sepertiku, sepertimu. Aku ingin memastikan siapa yang sanggup menemaniku hingga akhir nanti"

Fah menggigit bibir dalamnya. "Bagaimana jika kau tidak pernah menemukan seseorang itu?"

"Jika tidak ada, maka seharusnya diri sendiri yang menemani" Paula menjawab lalu kembali melanjutkan makannya. 

"Apa kau sudah tahu siapa yang akan menemanimu? Atau kau sudah tahu seseorang itu sejak lama? Pertanyaanku berantakan dan terlalu banyak, tapi aku hanya ingin tahu" 

Paula tidak langsung menjawab. "Diriku selalu menemani diriku sendiri selama ini. Namun sepertinya seseorang akan mengambil beban ini. Entah kapan"

Kegiatan makan malam mereka harus berhenti kala satu panggilan masuk dari ponsel Paula. 

"Jake akan menjemputmu. Aku punya urusan mendadak."

Fah menatap punggung Paula yang menjauh dengan tatapan sendu. Pikirannya kalut, perasaannya was-was semenjak Paula mengatakan bahwa seseorang akan datang suatu saat nanti. Bahkan sampai sekarang pun ia masih belum mendapatkan atensi dari Paula walau mereka terlalu sering bertemu akhir-akhir ini. Fah berpikir bahwa suatu saat ia perlu mendapatkan jawaban bahkan jika ia belum berani untuk mengungkapkan perasaannya pada Paula. Ia yakin, ia masih belum siap untuk itu. 

Paula dengan seseorang lain sebagai pasangan wanita itu... Fah pikir bahwa seharusnya ia yang berada di posisi itu. Rumor bahwa CEO Aston adalah seorang aromantic atau aseksual sebenarnya Fah tahu bahwa itu hanyalah rumor belaka. Paula memiliki ketertarikan pada orang lain namun memang belum ada yang dapat menarik perhatiannya selama ini. Dan egoisnya, Fah menginginkan rumor itu benar. Setidaknya jika ia tidak dapat mendapatkan Paula, orang lain pun. 

Saat ini Fah yakin bahwa Paula tertarik pada seseorang. Seseorang yang lebih baik darinya. Seharusnya seperti itu. 

Dilain itu, Han Yuan menatap ponselnya sejak 20 menit lalu. Sementara Tian sudah tertidur lelap dipahanya. Han Yuan membaca komentar komentar di postingannya dua hari lalu. Postingan yang berisikan foto dirinya dan Tian ketika berada di pernikahan Namtarn. Senyumannya beberapa kali mengembang. 

[Jerapah yang lucu!]

[Darimana kau mendapatkan jas se-lucu itu? Jerapahnya terlalu cocok untuk wajah Tian]

[Happy wedding for your sister]

[Cepat carikan calon ibu yang baik untuk Tian!]

Calon ibu? Jari Han Yuan bergerak ke atas untuk menatap kembali postingannya. Calon ibu yang baik seperti apa? Seperti siapa? 

Paula and Her Young ManWhere stories live. Discover now